Dibalik Kesederhanaan Yogyakarta

Beberapa waktu yang lalu, ada satu hal yang tiba-tiba membuat ku berpikir sejenak sembari bertanya-tanya mengapa bisa demikian. Hari itu, aku sedang duduk-duduk bersama teman-teman seperjuangan sehabis melewati ujian akhir di kampus. Berbagai cacian keluar dari mulut anak-anak "soalnya gak sama dengan materi", "ah ngapain belajar kalo kaya gini jancok"..
Yah, biasa lah mulut anak kuliahan, ketika dapat soal yang tidak sesuai dengan apa yang kami pelajari, tapi semua itu hal biasa dan memang harus kami lalui. Tapi, kala itu mata kami tersorot pada suatu hal yang membuat hati kami seketika tersentuh dan mulai melupakan beratnya ujian akhir sebelumnya. Terlihat seorang nenek yang seharusnya sudah duduk nyaman dirumahnya dengan melihat anak-anaknya memberi nafkah dan kebahagiaan yang cukup baginya namun, yang terjadi malah sebaliknya. Kami melihat ia sedang memungut sampah-sampah yang selama ini kami buang di tempat sampah kampus. Seketika aku berpikir, kampus ku merupakan kampus swasta yang tentunya mempunyai kemampuan lebih untuk mencari tukang bersih-bersih yang umurnya masih cenderung muda dan kuat untuk melakukan pekerjaan. Tapi, entah mengapa seorang yang tua renta malah diterima untuk melakukan pekerjaan semacam itu, aku tau kalau itu masalah keadaan tapi, tiap orang tentu punya perasaan untuk tidak memberikan kesusahan itu kepada orang yang sudah tidak mampu untuk bekerja lagi.
 
Aku mulai bertanya-tanya pada diri sendiri, apakah aku sudah cukup beruntung bisa di posisi ku sekarang? Bisa kuliah, bisa dapat uang jajan tiap bulannya, dan masih mendapat tanggungan yang cukup dari orang tua. Apakah pantas aku masih mengeluh? Apakah pantas aku meminta hal yang tidak begitu penting bagiku? Saat itu aku mulai menyadari bagaimana mensyukuri suatu hal. Saat itu sudah tak begitu penting bagiku melihat teman-temanku bergaya kesana kesini, dengan selalu mengikuti trend zaman sekarang, harus ini harus itu, tidak begitu menarik lagi bagiku. Tentu sebagai mahasiswa yang harus ku lakukan hanyalah belajar agar tujuan utama ku untuk orang tua segera tercapai, tak perlu lagi memikirkan hal dunia yang lama kelamaan semakin merusak moral anak remaja seumuran ku.
 
Kembali pada bahasan awal, apa yang membuat seorang nenek tua masih melakukan pekerjaan seperti itu? Jika menjawab ala politisi tentu jawabannya karena kemiskinan di negara kita yang sampai saat ini masalahnya belum teratasi. Memang saat ini pembangunan infrastruktur sedang dikerjakan sebesar-besarnya salah satu tujuannya untuk memberi lapangan pekerjaan dan menuntaskan kemiskinan. Tapi jika dilihat lagi semua ini butuh proses yang panjang, dan bagaimana cara cepat untuk menuntaskan ini semua terkhusus masalah nenek yang kala itu kami lihat dengan mata kepala sendiri sedang memungut isi sampah dari salah satu kampus terbesar yang ada di Yogyakarta. Semoga saja nantinya akan ada jalan keluar tentang kemiskinan ini, semoga saja apa yang dikeluarkan dari pemerintah tidak hanya angin yang lewat seketika, semoga semua ini dapat terealisasikan secepat mungkin.
 
Untuk sekarang, aku semakin menyadari arti dari menghargai dan mensyukuri suatu hal. Tidak terhitung cukup lama aku tinggal di Yogyakarta untuk merantau, pergi jauh untuk menyelesaikan impian yang terlanjur ku impikan dari tanah kelahiran. Saat itu, terlintas dipikiran ku untuk sedikit membantu nenek tersebut, akhirnya aku mengajak beberapa temanku untuk sama-sama membantu apa yang bisa kami bantu. Perasaan kami sedikit lega akibat beban yang ia tanggung perlahan semakin berkurang akibat bantuan kecil kami. Sedikit bertanya mengapa nenek itu masih mau bekerja seperti ini? Ia menjawab "ya, karena tidak ada pekerjaan lain, saya harus cari uang buat makan, supaya bisa melihat anak dan cucu saya tersenyum diesok hari". Sungguh jawaban yang kami sangka-sangka, hati mulai merasa sedih, seperti ini perjuangan seseorang untuk sekedar membuat keturunannya senang dan tersenyum. Padahal jika dilihat lagi keuntungan tentu tak seberapa, tapi bagaimanapun ia selalu menghargai dan memaknai hal kecil itu yang akhirnya menjadi suatu hal yang besar dan bermakna.
 
Sekarang, tinggal kalian yang berpikir. Akan seperti apa diri kalian dimasa depan? Kalau kalian ingin hidup senang terus dengan membebani orang tua, ya mungkin kedepannya kalian akan susah karena tidak pernah memaknai suatu hal dan tidak pernah mensyukuri suatu hal. Cobalah hidup dengan kesederhanaan tapi bermakna, selagi kebutuhan terpenuhi dan percukupi jangan kalian lagi dan lagi menuntut yang lebih.
 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel