Moshi moshi gan Siapa niy yang kemaren abis nyoblos ? Gimana piliihannya menang gak di quickqount ? :shakehand2 Namun yang namanya nyari pemimpin sempurna itu emang susah yak gan, sama kayak nyari jodoh :ngakak Tapi nih gan ane gamau ngomongin Pilkada, ane mau ngebahas tentang hidup sempurna yang kata orang tuh ribet, harus punya ini-itu, padahal gak seribet itu lho, hidup sempurna itu sederhana. Mau tau kelanjutannya? Nih agan minyak dah artikel sekut di bawah :ngacir
Quote:
Spoiler for Gambar:
Ilustrasi hidup ideal. | Freebird7977 /Shutterstock
Setiap orang punya mimpi dan harapan tentang hidup sempurna yang ideal. Namun, ternyata visi kita akan kesempurnaan dalam hidup cenderung sederhana.
Para peneliti dari Australia bertanya kepada ribuan orang dari penjuru dunia. Mereka menemukan bahwa gagasan kita tentang kesempurnaan ternyata tidak begitu sempurna. Kesempurnaan itu tak berarti punya segalanya.
Kesimpulan mereka dituangkan dalam laporan berjudulHow Much Is Enough in a Perfect World? Cultural Variation in Ideal Levels of Happiness, Pleasure, Freedom, Health, Self-Esteem, Longevity, and Intelligence yang diterbitkan dalam jurnal Psychological Science pada 11 Juni 2018.
Dalam studi pertama, para peneliti menyurvei 2.392 peserta dari negara-negara timur dan barat. Peserta di setiap negara kuesioner dalam bahasa ibu mereka.
Pada skala 0 hingga 100, para peserta melaporkan tingkat kecerdasan ideal, rentang kehidupan yang ideal dalam keadaan normal, dan jika mereka memiliki akses pil hidup abadi.
Mereka diminta untuk menilai persentase ideal kesehatan, kebebasan individu, kebahagiaan, kesenangan dan harga diri selama masa hidup. Mereka juga menilai tingkat ideal karakteristik sosial dan kemasyarakatan, seperti moralitas, kesempatan yang sama, kemajuan teknologi.
Secara keseluruhan, orang lintas budaya hanya menginginkan 70 hingga 80 persen kesempurnaan.
"Penelitian kami menunjukkan bahwa rasa kesempurnaan orang itu sangat sederhana," kata ilmuwan psikologi Matthew J. Hornsey dari University of Queensland, Australia.
Sambung Hornsey, "Orang-orang ingin memiliki kualitas positif, seperti kesehatan dan kebahagiaan, tetapi tidak mengesampingkan pengalaman buruk lainnya--mereka menginginkan sekitar 75 persen hal yang baik."
Ketika ditanya tentang umur ideal mereka, orang-orang mengatakan mereka ingin hidup sampai usia 90 tahun. Menurut perkiraan saat ini, harapan hidup rata-rata populasi secara global adalah sekitar 72 tahun.
Untuk menghilangkan faktor penuaan, para partisipan ditanya tentang umur ideal jika mereka juga dapat minum pil ajaib yang akan membuat mereka bisa hidup selamanya. Anehnya, jawaban hanya bertambah beberapa dekade, mencapai median 120 tahun.
Selanjutnya, orang-orang tersebut ditanya tentang tingkat kecerdasan ideal, atau IQ ideal mereka. Skor rata-rata ditemukan sekitar 130, yang dianggap di atas kecerdasan rata-rata tetapi tidak cukup untuk disebut jenius.
Sementara tidak ada perbedaan yang ditemukan mengenai harapan ideal untuk masyarakat, ciri-ciri individu mengungkapkan tren berdasarkan budaya. Orang-orang dari budaya holistik cenderung tidak menginginkan kebahagiaan, kesenangan, kebebasan, kesehatan, harga diri, umur panjang, dan IQ dibandingkan dengan orang-orang dari budaya lain.
"Menariknya, peringkat kesempurnaan lebih sederhana di negara-negara yang memiliki tradisi agama Buddha dan Konfusianisme," kata Hornsey. Namun, menurutnya ini masuk akal.
Pasalnya filosofi dan agama Timur ini cenderung lebih menekankan pada gagasan bahwa kekuatan yang tampaknya bertentangan hidup berdampingan dalam keadaan saling melengkapi dan saling terkait, sedemikian rupa sehingga seseorang tidak dapat eksis tanpa yang lain.
Negara-negara seperti Tiongkok, Hong Kong, India, dan Jepang diklasifikasikan sebagai budaya holistik karena dominasi agama atau filsafat--seperti Buddhisme, Hindu, atau Taoisme--yang menekankan pandangan dunia yang holistik. Di sisi lain, Amerika Serikat, Australia, Rusia, Chili, dan Peru diklasifikasikan sebagai budaya nonholistik.
Para ilmuwan kemudian melakukan studi selanjutnya yang meneliti 5.650 peserta dari 27 negara. Mereka pun menemukan hasil yang sama.
Hornsey menyimpulkan data mengilustrasikan bagaimana manusia memiliki gagasan kompleks tentang standar kesempurnaan. Sempurna sering disalah artikan sebagai memiliki segala hal.
Nyatanya, pemikiran kita tidak condong ke arah bahagia atau tidak bahagia. Layaknya hidup, ada kalanya senang juga susah, dan ternyata bahagia itu sederhana.
Nah kan gan, kesempurnaan itu emang gak harus punya segalanya. Sesederhana apapun, asal itu membuat kita bahagia, kita merasa sempurna :peluk
" Melihat mimpi kita terwujud itu memang menyenangkan, tapi bisa hidup untuk hari ini pun aku sudah sangat bersyukur" - Portgas D Ace
Quote:
:hn Buat liat informasi menarik lainnya seperti artikel di atas bisa liat di sini
Jangan lupa rate bintang 5, tinggalin komentar dan bersedekah sedikit cendol buat ane dan ane doain agan makin ganteng dan cantik deh :toast