[Jas Merah] Sejarah Ringkas Sepak Terjang PKI Pra Gestapu/Gestok



Gestok (g1okt) atau gestapu (g30sept) adalah upaya PKI dalam menghabisi lawan politik dengan tuduhan kudeta dan makar para dewan jendral sekaligus memunculkan mosi tidak percaya terhadap parlemen (DPR) guna membentuk parlemen baru yang kemudian diberi nama dewan revolusi.

Tepat beberapa jam setelah gestapu, di waktu subuh, PKI menyerbu kantor siaran radio RRI untuk menyiarkan keberhasilan operasi pemberantasan kudeta dan menyiarkan pembubaran parlemen yang diganti dengan dewan revolusi hingga tingkat pemerintahan daerah. Klaim pembubaran dan pembentukan parlemen baru itulah yang dimaksudkan dengan pemberontakan atau kudeta oleh PKI yang dicatat oleh sejarah.

Sasaran utama kudeta bukan kepada Sukarno namun kepada dewan jendral (semacam arisan para jendral) yang diisi oleh jendral-jendral yang anti PKI. Sepak terjang PKI di pusat maupun daerah sangat mengkhawatirkan sehingga membuat sebagian petinggi militer merasa gerah dan merasa harus membendung pengaruh dan gerakan PKI. Terlebih karena Sukarno merasa senang dengan eksistensi PKI yang dianggap sebagai satu-satunya pendukung utama yang loyal terhadap Sukarno. Disisi lain pihak militerpun merasa tidak kalah loyal karena mereka sama-sama berjuang bersama Sukarno sedari pra hingga pasca kemerdekaan. Jadi ada tarik ulur perhatian dan pengaruh dari Sukarno, dimana dua kubu (PKI vs Militer) sebetulnya saling bertolak belakang dan saling mempengaruhi agar Sukarno tidak semakin condong ke kubu lawan.

Sejarah telah menunjukan, bahwa PKI lebih tangkas dalam mengalahkan lawannya. Gestok hanyalah satu bagian dari sebuah proses yang menggelinding secara rapi dan terencana. Diharapkan bahwa pergantian pemerintah atau perubahan system yang dilakukan oleh PKI dapat berjalan secara halus dan tanpa resistensi (protes atau perlawanan) masyarakat, sehingga stabilitas politik dan social masyarakat tetap terjaga. Kesemuanya ini adalah berkat upaya dan perjuangan PKI diberbagai daerah untuk mengkondisikan penerimaan masyarakat terhadap (pembenaran) sepak terjang PKI. (dan hal inilah yang menjadi inti pembahasan)

Namun sayangnya, segala klaim PKI tentang kudeta dewan jendral dan pergantian pemerintahan menjadi tidak berarti ketika salah satu jendral berhasil lolos dari eksekusi PKI. Yaitu jendral Nasution yang pada saat itu menjabat sebagai Menko PolKam dan Wakil Panglima Besar Komando Tertinggi. Survivenya Jendral Nasution merupakan titik balik dari pergerakan PKI karena sisa-sisa kekuatan militer lebih percaya kepada Nasution ketimbang PKI. (pada masa itu lingkaran elit militer terbagi menjadi 2 kelompok utama, yaitu pro PKI dan anti PKI. Dengan adanya Gestok diharapkan dapat membungkam kubu yang anti PKI sekaligus menaikan kubu yang pro PKI sehingga militer dapat dikuasai sepenuhnya oleh PKI)

Sebagaimana kita ketahui, Suharto cukup berperan besar dalam pemberantasan gerakan PKI. Hal ini disebabkan oleh ketangkasan Suharto dalam membersihkan unsur-unsur PKI di militer. (Pada masa itu persaingan elit militer pro PKI vs anti PKI sudah menjadi pengetahuan umum di kalangan militer dan Suharto adalah Jendral madya yang tidak punya kepentingan atas konflik tersebut. Pada peristiwa Gestok, Suharto dengan mudah menebak dan menganalisa sepak terjang PKI sehingga mampu melakukan aksi kontra PKI dengan cepat). Disisi lain para jendral atau elit militer yang pro PKI tidak mampu berbuat banyak dan bersikap pasif karena aksi pembersihan PKI yang dilakukan oleh Suharto didukung sepenuhnya oleh atasan mereka yang masih hidup, yaitu Jendral Nasution.


Jendral Nasution dan Jendral Suharto


Dan begitulah seterusnya, keberhasilan Suharto dalam menghabisi PKI tidak terlepas dari pengaruh dan kekuatan politik Nasution. Dan pada akhirnya Nasution berhasil menjadi ketua MPR dan mengangkat Suharto yang dianggap sangat berjasa pada peristiwa kontra Gestok sebagai presiden. Namun, bukan Gestok PKI yang menjadi inti pembahasan, melainkan keunikan PKI yang mampu membersihkan dirinya dari aksi pembantaian di berbagai daerah, kemudian beralih menjadi sebuah partai yang dipercaya dan dipilih oleh hampir seperlima penduduk Indonesia di kala itu.

Sebagaimana kita ketahui, jiwa pemberontak sudah dimiliki oleh PKI bahkan ketika pra kemerdekaan Indonesia. Namun masalahnya adalah siapa yang menjadi lawan bersama PKI yang mengusung idiologi Sosialis-Komunis. (Sosialis-Komunis sangat popular dikalangan rakyat jelata karena dianggap sangat mengakomodir kepentingan dan nasib mereka sehingga kaum tani dan buruh menjadi pendukung loyal PKI). Pada masa pra kemerdekaan, sasaran mereka adalah pemerintahan Belanda yang jelas-jelas asing dan kaum kapitalis. Namun pada pasca kemerdekaan (tahun 1948), sasaran justru menyasar pada pemerintahan daerah yang dituduh dan dilabeli pro asing dan kaum kapitalis.

Dan jadilah aksi pembantaian sipil dan penjarahan tanah yang dilakukan oleh massa pendukung PKI di berbagai daerah dalam rangka membersihkan kaum kapitalis dan pro asing. Yang kesemuanya itu merupakan hasil propaganda dan provokasi PKI yang kemudian ditumpangi oleh PKI untuk menguasai dan mengganti kepala daerah dengan yang pro PKI. Sejarah mencatat sebaran pemerintahan daerah yang berhasil diduduki dan dikuasai oleh PKI tersebar seluruh pulau Jawa (Terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur), yang disertai dengan pembantaian kepala daerah, pejabat pemda, maupun aparat sipil/kepolisian.

Masalah kedua adalah idiologi yang diadopsi oleh PKI adalah Komunisme yang cenderung sekuler dan anti agama. Hal ini tentu bertentangan dengan mayoritas umat Indonesia yang menganut agama. Terutama kaum santri dan kyai yang sangat membumi dengan masyarakat tradisional Indonesia. Selain itu, kuatnya pengaruh islam dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Bangsa Indonesia dianggap sebagai potensi ancaman bagi PKI. Islam dianggap sebagai idiologi yang mampu menggerakan masyarakat untuk berjuang dan berperang atas nama agama. Sebaliknya, komunis digunakan oleh PKI sebagai idiologi atau slogan untuk menggerakan masyarakat agar mau berjuang atas nama penderitaan rakyat. Jadi, hanya masalah waktu kedua kubu massa tersebut akan saling bertemu dan saling bentrok. Karena itulah dimata PKI, kaum islamis wajib dihabisi sebelum mereka dihabisi oleh kaum islamis

Dan jadilah nasib para kyai dan santri diberbagai daerah dipersekusi oleh massa PKI. Ancaman, intimidasi, pelecehan, umpatan, penghinaan, dan penistaan symbol-simbol islam menjadi konsumsi sehari-hari. Dan puncaknya adalah gerakan pembersihan (pembantaian) para santri, kyai, guru, dan pimpinan ponpes diberbagai daerah yang dianggap sebagai musuh utama PKI. Tidak tanggung-tanggung, dalam perjalanannya PKI bahkan sanggup membakar satu desa, membakar ponpes dibeberapa tempat, hingga meledakan masjid Agung hingga rata tanah. Kesemuanya ini disebabkan karena minimnya pengaruh kekuatan militer diberbagai daerah (karena usia NKRI masih seumur jagung), terbatasnya akses informasi, dan kuatnya pengaruh dan propaganda PKI di berbagai daerah (yang membenarkan aksi persekusi tersebut).



Kuatnya pengaruh PKI diberbagai daerah bukan sekedar karena PKI mencintai (membela kepentingan) rakyat dan rakyat mencintai (mendukung idiologi) PKI, melainkan karena gencarnya pendidikan dan pembumian ajaran-ajaran komunisme. Sebagai contoh, tahun 1964 PKI meluncurkan program kerja Turba (Turun Ke Bawah), semacam LSM yang terjun langsung ke masyarakat untuk meneliti kondisi social budaya masyarakat sembari mengajarkan nilai-nilai komunisme yang sangat sesuai dengan kondisi masyarakat. Sejatinya inilah alasan mengapa Sukarno menyukai PKI, karena baik Sukarno maupun PKI sama-sama pandai dan suka mengambil hati rakyat Indonesia

Selain itu PKI gemar membuat semacam ormas tidak berbentuk (semacam jaringan atau kelompok) yang digunakan untuk mengkoordinir pengerahan massa (premanisme) melalui slogan, propaganda, atau provokasi. Dan kelompok-kelompok inilah yang melakukan berbagai aksi pembantaian pejabat pemda di berbagai daerah dalam rangka mengambil alih pemerintahan daerah tersebut. Dan kelompok yang sama melakukan pembantaian terhadap figure atau pihak yang dianggap anti PKI, yang salah satunya tokoh Nasional Otto Iskandar Dinata, Gubernur Jawa Timur, Sultan Langkat beserta keluarga, dan tokoh-tokoh Agama (kyai, ustad, pimpinan ponpes).

Dan kebiasaan membuat ormas ini berlanjut hingga tahun 1965 dimana mereka melembagakan ormas-ormas tersebut sehingga lahirlah ormas-ormas underbow PKI yang sebagaimana kita ketahui. Ormas-ormas tersebut tersebar hingga ke berbagai lapisan dan elemen masyarakat baik tingkat pusat hingga daerah. Dan itulah kunci keberhasilan PKI dalam mendidik para kader dan memenangi pemilu tahun 1962 (PKI berada di urutan 4 besar dibawah PNI, Masyumi, dan NU). Disisi lain, kemenangan tersebut memberikan kekhawatiran tersendiri bagi kalangan militer mengingat sejarah hitam yang dilakukan oleh PKI dari tahun 1948 hingga 1965.



Kekhawatiran pihak militer bukan tanpa alasan. Karena sepak terjang PKI selalu menghalalkan segala cara dan menggunakan kekerasan dan pembantaian. Terlebih karena PKI mampu bangkit dari kubur setelah operasi kontra pemberontakan PKI tahun 1948 yang dilakukan oleh militer. Maka bukan hal yang aneh jika militer menjadi sasaran tembak yang utama dan pertama bagi PKI setelah masa kebangkitan mereka. Ancaman bagi militer semakin kentara setelah PKI memenangi pemilu dan berhasil menempatkan kader-kadernya kedalam pemerintahan Sukarno. (sebagai contoh DN Aidit pada masa itu menjabat sebagai Menko dan wakil ketua MPR). Dan dimulailah persaingan "perang dingin" antara PKI vs militer di internal pemerintahan dalam rangka memperebutkan pengaruh kekuasaan negara

Bukan hanya instansi pemerintah yang berhasil dikuasai dan dikendalikan oleh PKI. Bahkan opini public atau media pers hendak dikuasai oleh PKI. Sebagaimana elit militer, media pers memusuhi PKI karena dianggap mendompleng nama besar Sukarno. Melalui pemberitaan, mereka (media pers) membongkar kebusukan dan kecurangan sepak terjang PKI. Namun sayangnya kedudukan media pers tersebut tidak cukup tangguh melawan lobi-lobi politik yang dilakukan oleh PKI terhadap Sukarno. Hasilnya media-media pers (kantor berita) yang berseberangan dengan PKI dibredel dan dibubarkan oleh Sukarno. Dan sekali lagi tuduhan yang dialamatkan kepada mereka adalah "anti revolusi, antek asing dan pro kapitalis"



Dengan dibubarkan media pers yang kontra PKI (termasuk persekusi tokoh-tokoh pers tersebut), maka praktis PKI berhasil menguasai dan memonopoli opini public. Sehingga tidak ada satupun penghalang yang tersisa (kecuali militer) yang dapat menggagalkan rencana mereka dalam rangka "membajak" pemerintahan NKRI secara halus dan "tanpa berdarah". Sebelumnya, kekuatan massa (grass root) potensial yang anti PKI sudah mereka habisi dengan dibantainya para pimpinan tokoh agama (para kyai dan pimpinan ponpes). Dan mereka dapat menyebarkan paham komunisme dan menyebarkan propaganda sebagai pembenaran aksi-aksi sepihak PKI setelah berhasil menguasai media berita. Maka pada masa itu (menjelang gestok 1965) satu-satunya potensi ancaman terbesar bagi PKI adalah militer, yang sebagaimana kita ketahui kemudian mereka melemparkan isu dewan jendral yang dituduh hendak mengkudeta Sukarno. Tujuannya adalah untuk mendiskreditkan sekaligus untuk memalingkan muka Sukarno dari para jendral-jendral yang dituduh tidak loyal tersebut.


:hansip
Jas Merah (Jangan Sekali-Sekali Melupakan Sejarah
:hansip


Related Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel