Ketika Burung Jatuh Cinta, Oh Alangkah Romantisnya


Inmyroom.com

Dalam kitab ar-Risalah al-Qusyairiyah, Imam -Qusyairi an-Naisaburi rahimahullah mengutip sebuah cerita dari Abu Ali Mimsyad bin Said al-Ukbari yang mengisahkan tentang seekor burung yang sedang jatuh cinta:

Suatu hari, seekor burung yang sedang kasmaran, hinggap bertengger di atas kubah istana Nabi Sulaiman. Ia berusaha merayu dan menaklukkan hati burung betina yang menjadi pujaan hatinya yang juga bertengger di sana.
"Oh sayangku, maukah kau menerima cintaku?"
"Maaf, sungguh maaf, aku tak bisa menerima cintamu," sahut sang betina.
"Mengapa kamu menolak cintaku?" tanya si burung jantan dengan sedih.
Kemudian, burung jantan itu berkata lagi, "Andaikan kamu mau menerima cintaku, apapun keinginanmu pasti kulakukan, meski engkau memintaku untuk membalikkan kubah ini hingga menimpa Nabi Sulaiman."
Nabi Sulaiman yang diberi Tuhan kemampuan memahami bahasa binatang ternyata mendengar ucapan burung jantan tersebut. Lalu, beliau segera memanggilnya dan bertanya, "Mengapa kamu berani berkata seperti itu?"
"Wahai Rasulullah! Jnganlah engkau lantas marah dan menghukum saya. Sebab, seorang yang sedang jatuh cinta memiliki lidah (ucapan) yang hanya dimiliki orang gila. Dan saya tadi berbicara dengan bahasa cinta, bukan dengan bahasa ilmu dan akal, sehingga janganlah engkau menghukum saya karenanya."
Begitu mendengar penuturan logis dan filosofis burung jantan tersebut, Nabi Sulaiman pun tersenyum dan berkata, "Kamu benar! Aku takkan menghukummu karena ucapan itu."
*****
Dalam cerita lain, seekor burung jatuh cinta pada sekuntum bunga, yaitu mawar putih. Setelah menyampaikan berbagai rayuan, mawar putih menajwab, "Aku tidak akan pernah mencintaimu."

Burung itu tak putus asa. Ia terus berjuang mengejar cinta mawar putih, hingga akhirnya amwar putih mau menerima cintanya dengan sebuah syarat: "Aku mau menerima mencintaimu, jika kamu mampu mengubahku menjadi mawar merah."

Burung itu terdiam. Ia terus berpikir bagaimana caranya agar bisa mengubah mawar utih menjadi merah. Akhirnya dengan kekuatan cintanya, ia rela dan nekat melukai tubuhnya, dan menyiramkan cipratan darahnya ke mawar puitih itu. Bunga itu pun berubah menjadi merah darah. Dengan terpenuhinya syarat itu, mawar putih pun menerima cinta sang burung. Namun sayang sungguh sayang, burung itu telah tiada karena kehabisan darahnya.
***
Begitulah kekuatan cinta. Apapun yang ucapan dan tindakan yang keluar dari seorang pencinta, semuanya harus dilihat dari segi ketulusannya. Walaupun secara zahir terlihat menyalahi norma dan etika. (*)
Spoiler for Referensi:

Related Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel