Kolom agama di KTP ditanggapi beragam
Kolom agama di KTP ditanggapi beragam
Penghayat Ugamo Malim atau Parmalim di Indonesia berjumlah sekitar 500 KK
Mendagri menyebutkan Kolom agama di KTP dapat dikosongkan untuk penganut keyakinan atau kepercayaan diluar enam agama yang diakui pemerintah. Tetapi penganut enam agama yang resmi menurut pemerintah harus tetap mencantumkan agama mereka dikartu identitas.
Direktur Eksekutif Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Mohammad Monib menrespon positif pernyataan mendagri, karena selama ini masalah agama di KTP menimbulkan diskriminasi terhadap penganut kepercayaan asli Indonesia.
"Jadi saya rasa tawaran itu menarik, tawaran itu jalan keluar sebab selama ini mereka kejawen, sunda wiwitan, dan sebagainya itu terabaikan hampir dipaksa, dimobilisir untuk menuliskan apa yang tidak mereka pilih. Jadi saya setuju dengan pendapat menteri dalam negeri itu berbasai pada problem-problem hak warga negara yang terabaikan," jelas Monib.
Pernyataan Mendagri tentang kolom agama di KTP ini banyak mendapatkan respon di media sosial selama akhir pekan lalu. Bahkan ada yang menyebutkan bahwa kolom agama di KTP akan dihapuskan.
Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo dalam pesan pendek kepada BBC Indonesia kembali menekankan bahwa kolom agama di KTP tetap ada dan untuk para penganut keyakinan atau kepercayaan diluar enam agama yang diakui pemerintah dapat dikosongkan.
Diskriminasi
Penghayat Parmalim, kepercayaan asli masyarakat Batak, Mulo Sitorus menilai pengosongan kolom agama di KTP yang disampaikan oleh mendagri menunjukkan pemerintah belum mengakui penganut kepercayaan.
"Untuk orang kepercayaan jangan agama, ditulis disitu kepercayaan : Parmalim, atau Kepercayaan : Sapto Darmo, jadi kalau disitu ada kata-kata agama itu tidak nyambung juga, karena kan kita kepercayaan, kalau dikosongkan ya tetap saja kita tidak diakui," jelas Mulo.
Sementara, Engkus Ruswana organisasi penghayat kepercayaan Budi Daya, menjelaskan kolom agama di KTP para penghayat kepercayaan sudah dilaksanakan di sejumlah tempat.
"Ya sudah lama sebenarnya dilaksanakan, memang ada yang tidak mencantumkan karena mereka (petugas) tidak tahu, saya ga tahu kenapa diangkat lagi masalah ini jadi polemik, kalau saya sih berpendapat lebih baik dihapuskan saja karena pencantuman akan menimbulkan diskriminasi," jelas Engkus.
Dalam UU No 23 tahun 2006 tentang Administasi Kependudukan, pemerintah Indonesia hanya mengakui enam agama, yaitu Kristen, Katolik, Islam, Hindu, Budha, dan Khonghucu sebagai agama resmi.
Sementara Penghayat kepercayaan dalam administrasi kependudukan diatur dalam Pasal 61 ayat 2 UU Nomor 23 tahun 2006. Dalam pasal itu disebutkan, keterangan mengenai kolom agama bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database Kependudukan.
http://www.bbc.com/indonesia/berita_...109_kolomagama