Pancasila, Bung Karno dan Kota Ende
Friday, June 1, 2018
KOTA Ende, ibu kota Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur terbilang tenang dan damai. Kota ini menyimpan sejarah panjang perihal sepak terjang Ir Soekarno atau Bung Karno selama empat tahun (14 Januari 1934 hingga 18 Oktober 1938) menjalani pengasingan.
Quote:
Rumah pengasingan Bung Karno di Jalan Perwira, Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur
Pemerintah kolonial Hindia Belanda saat itu sangat ketat membatasi pergaulan Bung Karno dengan masyarakat setempat, khususnya masyarakat kalangan atas.
Setiap hari Soekarno harus melapor ke pos militer Belanda di Ende Utara yang kini menjadi Kantor Detasemen Polisi Militer IX/I. Namun, semakin langkahnya diawasi dan dikontrol pemerintah kolonial Hindia Belanda, Soekarno yang semula merasa depresi mulai bangkit melawan pengawasan kaku tersebut.
Dia rajin mendatangi kampung-kampung di Ende, menyapa warga dan mengunjungi Danau Kelimutu sehingga lahirlah naskah drama "Rahasia Kelimutu".
Selain itu Bung Karno bergaul dengan siapa saja dari berbagai agama. Selama masa pembuangan di Ende, Soekarno memiliki waktu senggang dengan banyak membaca dan berdialog dengan para misionaris, terutama Pastor Paroki Ende, Gerardus Huijtink.
Quote:
"Berpuluh-puluh tahun sudah saya pikirkan dia ialah dasar-dasarnya Indonesia Merdeka, weltanschauung kita. Dua dasar yang pertama, kebangsaan dan internasionalisme, kebangsaan dan perikemanusiaan, saya peras menjadi satu. Itulah sosio-nasionalisme. Dan demokrasi yang bukan demokrasi Barat, tapi politiek economische demokratie, yaitu politieke demokratic dengan sociale rechtvaardigheid, demokrasi dengan kesejahteraan, saya peraskan pula menjadi satu: inilah yang dulu saya namakan sosio-demokrasi," tutur Sukarno di hadapan anggota BPUPKI tahun 1945.
Kemudian dia mendapat ilham tentang dasar negara yang menjadi pamungkas, yakni ketuhanan, pada saat diasingkan ke Ende, Flores. Dia menyadari bahwa alam semesta, termasuk Indonesia, adalah ciptaan dari Tuhan Yang Maha Esa.
"Tempat aku menyendiri yang kusenangi itu di bawah pohon sukun yang menghadap ke laut. Aku duduk dan memandang pohon itu. Revolusi kami, seperti juga lautan, adalah hasil ciptaan Tuhan, satu-satunya Maha Penyebab dan Maha Pencipta. Dan aku tahu... aku harus tahu... bahwa semua ciptaan dari Yang Maha Esa, termasuk diriku sendiri dan tanah airku, berada di bawah hukum dari Yang Maha Ada," kata Sukarno di buku 'Penyambung Lidah Rakyat Indonesia; di bab Pembuangan.
Quote:
Kamar tidur di rumah pengasingan Bung Karno di Jalan Perwira, Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur
"Di Pulau Flores yang sepi, di mana aku tidak memiliki kawan, aku telah menghabiskan waktu berjam-jam lamanya di bawah sebatang pohon di halaman rumahku, merenungkan ilham yang diturunkan oleh Tuhan, yang kemudian dikenal sebagai Pancasila. Aku tidak mengatakan aku yang menciptakan Pancasila. Apa yang kukerjakan hanyalah menggali jauh ke dalam bumi kami tradisi-tradisi kami sendiri dan aku menemukan lima butir mutiara yang indah," kata Sukarno di buku 'Penyambung Lidah Rakyat Indonesia' di bab Awal dari Akhir.
"Hatiku akan berpesta raya jikalau Saudara-saudara menyetujui bahwa negara Indonesia Merdeka berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa," kata Sukarno dalam sidang BPUPKI.
Quote:
Patung Bung Karno di samping pohon sukun di kompleks Pelabuhan Bung Karno, Ende, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur
Di kota Ende inilah, selama masa pengasingan, Bung Karno merenungkan Pancasila yang menjadi dasar kehidupan bernegara Indonesia. Kini di Ende berdiri Taman Perenungan Bung Karno di Kelurahan Rukun Lima. Patung Bung Karno duduk merenung terlihat kokoh di bawah pohon sukun bercabang lima sambil menatap ke arah laut.
:shakehand2 Trimakasih buat yang udah mampir :shakehand2
Spoiler for sumber: