Salahkah Aku Transgender ?
Wednesday, June 20, 2018

Sebelum masuk ke topik pembahasan, Simak terlebih dahulu cerita nyata dibawah ini gan sist!
Quote:
Aku anak ke-2 dari 3 bersaudara yang kesemuanya laki-laki. Aku tinggal di Kota M di Pulau S. Sejak kecil, boleh dibilang aku ini anak yang lemah dan cengeng, dikit-dikit nangis. Saat anak kecil seumuruanku main bola dan layang-layangan, aku lebih suka main boneka dan masak-masakan.
Orangtua dan saudara-saudaraku menyadari kecenderunganku yang mirip perempuan ini. Awalnya mereka hanya sekedar melarang, namun kemudian Papa dan abangku mulai memperlakukanku dengan keras.
Kalau sudah begitu, aku hanya bisa menangis dan mengadu pada mama, hanya mama yang masih memedulikanku. Beliau sebenarnya juga menasehatiku, namun dengan lemah-lembut, tidak seperti Papa dan abangku. Aku sering membantu Mama memasak di rumah, dan juga pekerjaan rumah yang lain.
Adikku (yang hanya terpaut 1 tahun usianya dariku) ,meminta agar aku bersikap seperti layaknya laki-laki saat di sekolah, mungkin malu dengan teman-temannya melihat aku bersikap seperti perempuan.
Saat berkumpul bersama teman laki-laki, aku kerap dijadikan bahan bullyan. Bahkan mereka perbah memelorotkan celanaku untuk membuktikan apa aku laki-laki beneran atau bukan. Walau itu hanya bercanda, tetap saja bikin aku sakit hati.
Jika aku melakukan kesalahan, langsung main tampar. Itu dilakukannya dengan dalih agar aku bisa bersikap laiknya laki-laki. Aku dengar juga Mama sering memarahi Papa jika ia bersikap begitu. Kalau sudah begitu, aku hanya bisa menangis dan megurung diri di kamar, karena jika diketahui Papa atau diadukan oleh abangku, aku akan langsung dipukul olehnya.
Masalahku makin ruwet karena aku merasa tertarik pada laki-laki. Ada getar aneh jika berdekatan dengan mereka, terutama dengan teman yang ganteng. Meski demikian aku berusaha menahan diri untuk merangkul atau menciumnya, meski terkadang keinginan itu timbul.
Ternyata sikapku yang feminin ini diketahui oleh abangku dan dilaporkannya ke Papa. Kontan aku langsung dipukul dan dimarahi habis-habisan oleh Papa. Aku juga dikurung di kamar saat libur sekolah, tidak diizinkan pergi kemanapun.
Akhirnya, setamat SMU aku memutuskan untuk menjadi transgender. Aku berdandan layaknya perempuan, menggunakan lipstik dan perona pipi, juga mengenakan gaun. Aku berdandan di tiolet mal saat sedang sepi.
Hal ini lama-kelamaan diketahui juga oleh Papa dan abangku. Papa begitu murka sehingga mengusirku dari rumah dengan melontarkan sumpah serapah. Beliau bahkan bersumpah tak mau melihat mukaku lagi seumur hidupnya. Hanya Mama yang menangis melepas kepergianku, begitu juga adikku.
Kalau sudah begitu, aku hanya bisa menangis dan mengadu pada mama, hanya mama yang masih memedulikanku. Beliau sebenarnya juga menasehatiku, namun dengan lemah-lembut, tidak seperti Papa dan abangku. Aku sering membantu Mama memasak di rumah, dan juga pekerjaan rumah yang lain.
Adikku (yang hanya terpaut 1 tahun usianya dariku) ,meminta agar aku bersikap seperti layaknya laki-laki saat di sekolah, mungkin malu dengan teman-temannya melihat aku bersikap seperti perempuan.
Saat berkumpul bersama teman laki-laki, aku kerap dijadikan bahan bullyan. Bahkan mereka perbah memelorotkan celanaku untuk membuktikan apa aku laki-laki beneran atau bukan. Walau itu hanya bercanda, tetap saja bikin aku sakit hati.
Jika aku melakukan kesalahan, langsung main tampar. Itu dilakukannya dengan dalih agar aku bisa bersikap laiknya laki-laki. Aku dengar juga Mama sering memarahi Papa jika ia bersikap begitu. Kalau sudah begitu, aku hanya bisa menangis dan megurung diri di kamar, karena jika diketahui Papa atau diadukan oleh abangku, aku akan langsung dipukul olehnya.
Masalahku makin ruwet karena aku merasa tertarik pada laki-laki. Ada getar aneh jika berdekatan dengan mereka, terutama dengan teman yang ganteng. Meski demikian aku berusaha menahan diri untuk merangkul atau menciumnya, meski terkadang keinginan itu timbul.
Ternyata sikapku yang feminin ini diketahui oleh abangku dan dilaporkannya ke Papa. Kontan aku langsung dipukul dan dimarahi habis-habisan oleh Papa. Aku juga dikurung di kamar saat libur sekolah, tidak diizinkan pergi kemanapun.
Akhirnya, setamat SMU aku memutuskan untuk menjadi transgender. Aku berdandan layaknya perempuan, menggunakan lipstik dan perona pipi, juga mengenakan gaun. Aku berdandan di tiolet mal saat sedang sepi.
Hal ini lama-kelamaan diketahui juga oleh Papa dan abangku. Papa begitu murka sehingga mengusirku dari rumah dengan melontarkan sumpah serapah. Beliau bahkan bersumpah tak mau melihat mukaku lagi seumur hidupnya. Hanya Mama yang menangis melepas kepergianku, begitu juga adikku.
Spoiler for Mulustrasi:

Apa Penyebab Seseorang Memutuskan Untuk Menjadi Transgender?
Hal inilah yang mengusik rasa penasaran ane.
Jikalau ditelaah dari permasalahan diatas, maka dapat ane simpulkan sebagai berikut :
1. Penanganan yang Salah
Quote:
Quote:

Seperti yang dialami agan diatas, sejak kecil ia sudah dididik dan dipaksa untuk menjadi laki-laki dengan keras oleh ayahnya, bahkan dengan pukulan, tamparan, dan hukuman lainnya. Menurut ane itu sudah kelewatan. Cara pendekatan dan pola asuh yang diterapkannya sangat keras, sehingga menimbulkan rasa sakit hati yang mendalam sebagai seorang anak.
Peran orangtua disini sangat penting dalam mengedukasi anaknya. Jika sang ayah dapat lebih berhati-hati dalam memberitahu anaknya bahwa apa yang dilakukannya itu salah dan benar-benar sudah menyimpang dari kodrat yang dikaruniai Tuhan, maka mungkin saja jalan ceritanya akan berbeda.
2. Peran Orangtua Sangat Penting
Quote:
Quote:

Hal ini kemungkinan dapat terjadi karena sang ayah pun sebenarnya tidak tahu harus berbuat apa melihat tingkah laku sang anak yang semakin feminim. Mungkin sang ayah merasa malu akan gunjingan orang lain, bingung harus berbuat apa, dan sekaligus marah karena anaknya yang bersikap seperti itu.
Untuk itulah, para orangtua pun harus mendapat edukasi yang baik tentang masalah-masaah seperti ini, apalagi di zaman sekarang yang pergaulan bebasnya sudah tidak karuan, bahkan di negara kita sekalipun. Para orangtua harus mengiktui perkembangan zaman, dan mengedukasi diri sendiri, misalnya dengan berkumpul bersama komunnitas orangtua dan membahas persoalan ini bersama-sama para ahlinya, misalkan dengan psikolog.
3. Peran Lingkungan yang Besar
Quote:
Quote:

Lingkungan jelas berpengaruh, terutama saat berada di sekolah dengan teman-teman sebaya. Apa ayang dialamai agan pada cerita diatas ini adalah bukti bahwa kita masih suka mengolok-olok orang yang memiliki perbedaan dengan kita. Jika teman-temannya bersikap biasa ataupun kalau bisa menasehati dan membimbingnya, bukannya membullynya, maka kemungkinan akan lain lagi jalan ceritanya.
Begitulah isi uneg-uneg TS. Jika ada agan dan sista yang ingin mengutarakan pendapatnya, silahkan komen di bagian bawah.
Selama anda mau berusaha untuk mengubah diri anda, anda akan selalu mendapatkan apa yang anda mau. - "Jim Rohn"
Quote:
Referensi : Majalah Kartini no. 2474 Hal. 65-66
Sumber Gambar : Google
Sumber Gambar : Google