Sedang Naksir Orang Jadi Suka Senyum-senyum Sendiri



"Senyum adalah hal sederhana yang mempunyai banyak manfaat."  Lo mungkin sudah sering mendengar kalimat itu dari televisi, radio, atau mungkin pernah membacanya di salah satu Thread KASKUS. Nggak cuma secara sains, tapi dalam Agama Islam pun senyum menjadi sebuah sedekah yang paling sederhana. Meski sederhana, tapi efeknya bisa luar biasa. Bayangin aja kalau dalam satu hari lo bertemu dengan 25 orang yang berbeda dan mereka semua menyambut lo dengan senyum. Gue sih yakin, seburuk apapun mood  lo hari itu kalau lo berada di sekitar orang-orang yang positif dan senyum terus, pasti akan kebawa-bawa bahagia juga pada akhirnya. Kan katanya kalau kita bergaul sama tukang ikan kita akan kebagian bau amis. Kalau kita bergaul dengan tukang parfum kita akan kebagian wangi. Masa iya kalau kita dikelilingi oleh orang yang murah senyum, kita nggak jadi ketularan buat ikutan senyum dan bahagia sih?

"Senyum bisa menular dan membuat hal-hal menjadi lebih bahagia bagi orang lain."  begitu yang gue kutip dari detikHealth  dalam artikel berjudul '10 Manfaat Senyum Bagi Kesehatan'  pagi ini. Sederet manfaat lainnya tentu seperti meredakan stres, meningkatkan kekebalan tubuh, menurunkan tekanan darah, menghilangkan rasa sakit dan membuat kita tetap positif pun ada dalam daftar itu. Terdengar sesederhana melakukannya kan? Walaupun gue yakin sih nggak semua orang bisa dengan mudah menampilkan semburat senyum cerah di wajah mereka setiap pagi.

Buat sebagian lain orang, senyum bisa jadi sebuah PR yang agak sulit diselesaikan. Apalagi kalau mereka selama beberapa bulan terakhir misalnya, berada dalam kondisi tertekan yang membuat mereka jadi kurang bahagia dan kurang senyum. Walaupun gue menilai diri gue sebagai orang yang ceria (wkwkwk), kadang-kadang gue pun sering terlihat merengut dan berdahi kusut. Setahun yang lalu waktu gue masih punya roommate, dia sering banget negur kalau ketika kita berangkat kantor bareng dan menangkap cemberut di wajah gue. "Paling nggak awali hari dengan senyum, lah!"  kata dia gitu. Ingin rasanya gue jambak rambutnya yang lurus dan tajem-tajem itu dan bilang ke dia "Memangnya senyum tanpa alasan itu gampang?!".

Memang nggak gampang.

Jujur aja.

Apalagi ketika beban-beban hidup (halah) datangnya kayak bertubi-tubi gitu. Kayak nggak ada istirahatnya. Jalan raya aja punya lampu lalu lintas dan ngasih kesempatan kendaraan untuk berhenti sejenak. Tapi kadang kan hidup sejahat itu memang. Suka terabas sana terabas sini nggak peduli sama kondisi hati yang menjalaninya. Eh, jadi keterusan curhat. My point is, memang nggak gampang untuk menemukan alasan buat tersenyum setiap pagi.

Tapi bukan berarti mustahil.



Scrolling timeline di media sosial bukan solusi, tapi dalam satu kasus bisa juga jadi solusi. 

Untuk orang yang punya rasa iri berlebihan (kayak gue) (gatau malu) (maafin), melihat update-an orang-orang di media sosial (terutama Instagram yang sangat visual) seringkali bikin perasaan gue jadi nggak tenang. Boro-boro bisa senyum. "Media sosial memicu lebih banyak kesedihan dan bikin nggak sejahtera."  begitu yang ditulis Forbes dalam sebuah artikel tentang efek negatif media sosial. Lebih lanjut lagi dalam artikel yang sama mereka menuliskan "Semakin sering kita menggunakan media sosia, semakin kita kelihatan nggak happy."  Ya ini memang hasil penelitian yang dilakukan terhadap sejumlah orang bukan berarti pukul rata ke semua manusia di muka bumi ini. Karena, ada kalanya media sosial pun berfungsi untuk memicu senyum. Nggak peduli mau sejelek apa foto yang dilihat di sana, mau sebutek apa muka orang yang fotonya muncul di sana, mau se-random apapun caption yang tertulis di sana, bahkan ketika mereka pamer sekalipun. Bodo amat. Kalau udah naksir, kita pasti jadi punya alasan untuk senyum.

"Memikirkan orang yang lo taksir akan membuat lo tersenyum. Senyum yang disebabkan oleh nostalgia tertentu terhadap sesuatu yang lo harap akan terjadi (antara kalian berdua) tapi sebenarnya nggak terjadi (sama sekali). Nostalgia yang seperti ini biasanya akan tahan lama." begitu yang ditulis Kovie Biakolo pada 5 Desember 2014 dalam situs thoughtcatalog.com.

Ketika kita naksir seseorang, sistem limbik di otak kita bekerja dengan sangat aktif. Dr Max Blumberg, dalam sebuah artikel yang dimuat Grazia Daily menjelaskan  bahwa sistem limbik yang ada di otak manusia mirip seperti yang ada di otak hewan. Sistem ini bertanggung jawab untuk fungsi-fungsi basic  dalam tubuh kita seperti mengatur detak jantung dan bernapas. "Makanan" dari sistem limbik ini adalah dopamin. Bisa dibilang mereka rakus banget sama dopamin karena akan membuatnya merasa nyaman dan enak yang lama-lama bikin kecanduan. Dopamine will make you happy, you know. Itulah kenapa dopamin ini bikin orang-orang jadi kecanduan. FYI, sistem limbik di otak ini juga yang akan diserang oleh narkoba sehingga membuat manusia kecanduan. Dan belakangan ini gue bisa merasakan hal itu: aktivitas sistem limbik yang berlebih di otak gue karena gue sedang naksir orang.

Ciye!

(Ciye-in diri sendiri)



Kita bisa naksir sama siapa aja dan aktivitas sistem limbik otak itu nggak bisa dikontrol (karena bagian yang mengontrolnya adalah bagian otak yang lain, yang bernama cortex. Dr Blumberg menjelaskan bahwa hasrat meletup-letup yang dimunculkan oleh sistem limbik dibuat kalem dengan pikiran-pikiran rasional dari bagian cortex otak kita, sehingga efeknya kita jadi lebih bisa menahan diri). Tapi untuk kondisi gue saat ini mungkin gue dengan senang hati mengizinkannya untuk mendominasi pikiran dan menciptakan banyak dopamin. Karena dengan begitu gue jadi punya alasan untuk senyum.

Haha!

Agak geli juga kalau dipikir-pikir. Soalnya gue sendiri tahu kalau gue nggak akan bisa melangkah lebih jauh dan ini hanya sebatas naksir. Berhenti sampai di situ. Nggak akan ada langkah lebih lanjut. Agak sucks dan menyedihkan. Lame and pathetic, gue tahu. Tapi selama efeknya positif yakni gue jadi bisa punya alasan untuk senyum setiap pagi setelah bangun tidur, dan tidak merasa hidup gue hanyalah sebatas sahabat missqueen  yang nggak ada apa-apanya dengan mereka yang hidupnya mewah-mewah tajir melintir di media sosial, gue ikhlas deh naksir terus.

"Paling nggak awali hari dengan senyum, lah!" suara mantan teman sekamar gue mendadak terngiang lagi di kuping. Dan sekarang gue bisa teriak kenceng-kenceng ke kuping dia dan dengan bangga bilang kalau, "GAUSAH NYOLOT. TAPI MAKASIH UDAH DIINGETIN. GUE UDAH PUNYA ALASAN BUAT SENYUM SSETIAP PAGI SEKARANG."

Have a great day ahead, people!

:goyang:goyang:goyang

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel