Celoteh Para Pembohong
Monday, July 30, 2018
Di sebuah forum bersama dengan SBY, Prabowo berkata bahwa BUMN kita belakangan ini makin merugi. Pernyataan itu berbeda dengan kenyataan. Justru pada pemerinrahan sekaranf jumlah BUMN yang rugi berkurang jauh.
Pada 2013, di masa pemerintahan SBY ada 30 BUMN yang tercatat masih rugi dengan total kerugian Rp 34,68 triliun. Sementara pada 2017 kemarin tinggal 12 BUMN yang rugi, dengan angka kerugian tinggal Rp 5,2 triliun.
Artinya ada penurunan angka kerugian sampai 86%. Itu tandanya BUMN kita tidak semakin merugi.
Dari total 118 BUMN, pada 2013 tercatat keuntungan total Rp 150 triliun. Nah, pada 2017 keuntungan BUMN meningkat menjadi Rp186 triliun. Artinya ada peningkatan keuntungan sampai 25%.
Jadi omongan Prabowo bahwa BUMN kita makin rugi itu bohong.
Terus isu BUMN dijual? Tidak ada satu BUMN pun yang diprivatisasi di jaman Jokowi. Padahal di jaman SBY ada 30 BUMN yang diprivatisasi atau dijual sahamnya.
Pada kesempatan lain, Prabowo bilang bahwa angka kemiskinan di Indonesia dalam lima tahun terakhir meningkat mencapai 50%.
Padahal BPS baru saja mengeluarkan data, bahwa angka kemiskinan kita kini jauh lebih baik sekarang. Pada periode Jokowi angka kemiskinan hanya tinggal 1 digit, yaitu 9,8%. Bandingkan dengan Presiden sebelumnya dimana angka kemiskinan bertengget di kisaran 11%.
Kenapa angka kemiskinan bisa menurun? Salah satunya dari konsentrasi Jokowi untuk menjaga inflasi atau kenaikan harga. Saat ini inflasi kita terjaga di level 3% - 4% sementara pada jaman SBY inflasi kita ada di level 6% sampai 8%. Artinya kenaikan harga-harga di jaman SBY jauh lebih tinggi dibanding di jaman Jokowi.
"Saya ingin inflasi kita bisa ditekan lagi sampai 1-2%," ujar Presiden Jokowi di depan Kepala Daerah dari seluruh Indonesia. Itu sama saja Presiden ingin menjaga agar harga-harga jangan sampai naik.
Di jaman Jokowi harga barang-barang relatif tidak ada kenaikan signifikan. Dan karena inflasi yang rendah itulah, salah satunya, angka kemiskinan bisa menurun.
Jadi kalau ada yang bilang bahwa di jaman ini harga-harga naik dan orang miskin bertambah, itu jelas kebohongan.
Ada yang berdalih, standar miskin Bank Dunia apabila pengeluaran seseorang itu 1,9 dilar sehari. Sementara standar miskin menurut BPS pengeluaran orant Indonesia Rp 20 ribu sehari. Harusnya, jika mengikuti standar BD, angka kemiskinan bertambah karena 1,9 dolar setara Rp 28 ribu, bukan Rp 20 ribu.
Mereka menuding Menkue berbohong ketika mengumumkan angka kemiskinan kita menurun. Karena mereka beranggapan standar 1,9 dolar BD itu sama dengan angka kurs. Padahal yang dimaksud BD adalah kemampuan daya beli atau PPP. Dalam hitungan PPP 1 dolar tidak sama dengan Rp 14.000.
Begini deh, contohnya. Di Indonesia kita bisa makan satu Cheese Burger McD Rp 30 ribuan (2,1 dolar AS). Sementara kalau kamu makan Cheese Burger di McD Orlando harganya US 6 dolar AS. Artinya dari hitungan daya beli (PPP) burger, angka 2,1 dolar di Indonesia setara dengan 6 dolar di AS.
Berapa standar PPP 1 dolar di Indonesia? Sekitar Rp 5000. Jadi orang disebut miskin ekstrim di Indonesia apabila pengeluarannya 1,9 dolar PPP atau setara Rp 9.500 sehari.
Sedangkan BPS menetapkan angka miskin kita setara pengeluaran Rp 20 ribu sehari. Atau setara 2,6 dolar PPP. Nah, standar kemiskinan di Indonesia justru jauh lebih tinggi dibanding standar kemiskinan ekstrim BD.
Sorry saya bicara agak ruwet. Intinya saya cuma ingin menggambarkan betapa Prabowo dan SBY sedang berbohong ketika bicara bahwa BUMN kita tambah rugi dan angka kemiskinan kita meningkat.
Kenapa mereka gemar berbohong untuk menjatuhkan lawan politiknya? Karena mereka anggap rakyat Indonesia bodoh. Mudah dikibuli dan ditipu.
Wajar sih. Penduduk Jakarta saja mudah dikibuli kok. Padahal Jakarta adalah ibukota.
Akibatnya sekarang. Ada Gubernur yang lagi sibuk mencari di mana letak ketiak kali item. Mau diolesi deodorant. Biar gak bau lagi.
"Semoga nanti kita gak punya Presiden yang sibuk mencari di mana letak kelamin Kuda Lumping, mas," ujar Bambang Kusnadi.
"Kelamin kuda lumping, ya, di punggung dong, Mbang," jawab Abu Kumkum.
www.ekokuntadhi.com