Ndesolah Agar Dirimu Indonesia
Thursday, July 5, 2018
Quote:
Indonesia adalah bagian dari DESA saya
BUKAN Quotez dari seorang Lembu gantengz
BUKAN Quotez dari seorang Lembu gantengz
Halo agan sista kembali lagi ke thread ane,LEMBU GANTENG'S THREAD HEHEHEHE :2thumbupCEKIBROOTZZZ
Quote:
Halo gan, ketemu lagi ama om lEmboe yg GantenKZnya ngaudzubillahimindzalik.
Apa kabar gan? Oke gan, setelah agak bingung kenapa thread gue yang gue bikin secara malas2an malah jadi HT. Thread tentang hukum newton, akhirnya gue bikin thread yang agak serius nih, namun semoga ga terlalu berat. Kadar2nya aku pilah sedemikian rupa sehingga nilai2nya tetep ringan, adem dan inti sari dari thread ini tetap bisa dinikmati dan diterima oleh fans2 dari om lembu Yang guentengks ini heuheueh :D.
Okee langsung saja cekibroutz
Quote:
Selama ini kita sering mendengar istilah tentang ndeso atau ndeshit. Bisa di TV, Y*tube, medsos, atau kehidupan sehari2. Atau mungkin dari agan/sista sendiri mengucapkan istilah itu pada orang lain. Hmm, cuma terkadang aku sbg orang desa bingung gan, apakah gue harus merasa terpuji atau merasa tersinggung? Bingung sumpah ... :sorry
Quote:
Tetapi dari sebagian rasa bingung gue itu, kadang gue berpikir bahwa kata "ndeso/ndesit" itu bernuansa negatif. Kata ndeso seperti merujuk kepada olokan untuk seseorang yang kurang mampu melakukan sesuatu, tidak update, ketinggalan zaman, dan yang paling parah adalah merujuk pada keterbelakangan seseorang. Dan tentu saja stigma ndeso/ndeshit seperti itu sangat merugikan orang desa semacam gue gan. Orang desa akan merasa malu, rendah diri dan tidak yakin pada sendiri untuk menjadi orang desa. Sehingga orang desa akan menjadi orang lain (meninggalkan jati dirinya) agar dia diterima di suatu lingkungan tertentu.
Quote:
Oke lanjut dari kerugian stigma tersebut. Stigma tersebut memaksa orang desa untuk menerima nilai bahwa untuk menjadi manusia yang bener, baik dan pantas adalah menjadi seperti orang kota. Tak heran jika ada program-program suatu badan (dan sejenisnya) dengan awalan2 seperti "mencerdaskan", "memajukan" dan dengan akhiran "desa tertinggal", "desa terbelakang" dan sebagainya. Sedangkan orang kota sendiri diartikan sebagai manusia yang layak, yang pintar, yang modern, yang maju, kekinian dan modern.
Bukannya aku memojokan orang kota? Cuma kenapa harus stigma ketidakmampuan harus ditujukan kepada orang desa (ndeso/ndesit)? Kenanya kok orang desa gitu loh. Orang desa salah apa gitu ?
Baik biar enak batasan masalahnya aku buat pertanyaan2 saja wes. Scroll ke bawah.
Quote:
Sebagai orang desa, yang aku tanyakan adalah "Apakah hidup orang kota lebih bahagia dari orang kota?". Dan yang kedua adalah "Apakah orang kota lebih manusia(bersifat manusia) dari pada orang desa?". Jika ke-2 pertanyaan tadi berjawabkan YA, maka gue terima gan kalau stigma ndeso/ndesit itu. Aku legowo, aku ikhlas.
Spoiler for menepatkan kata ndeso ke dalam titik koordinat peradaban yang tepat:
Quote:
1. Apakah hidup orang kota lebih bahagia dari orang desa?
Okey, aku ingin menanyakan bagaimana si hidup di kota gan? Tentrem yaah, macam apa aja ada. Hmm oke that's good.
Okey karena aku bukan orang kota jadi aku ga bisa menjelaskan tentang seluk beluk kota. Yang aku jelasken adalah tentang desa, dan agan/sista bisa membandingkannya sendiri nanti
Sebelumnya mungkin ane akan menjelasken bahwa kesejahteraan dapat dibagi menjadi dua. Yaitu jasmani dan rohani. Nah, kebahagiaan orang desa itu lebih menitik beratkan pada kebahagiaan jiwa/rohani. Bukan berarti di desa melupakan kebahagiaan jasmani / materiil yaah, namun sekali lagi di desa lebih menjunjung tinggi kebahagian hati. Kebagiaan jiwa ini muncul karena faktor2 batin seperti dinamika sosial, filosofi, adat/budaya, dll (uakeh pokoknya)
Oke mungkin dari dinamika sosial.
Di desa dinamika sosial masih menjunjung tinggi yang namanya nilai-nilai sosial gan. Kami masih peduli dan meng'AKU'kan adat dan budaya.
Mungkin agan/sista akan bertanya, kenapa to harus pakai bahasa krama ke orang yang lebih Tua, bikin capek otak aja harus nambah kosa kata? Mungkin seperti itu. Tapi ketahuilah agan/sista bagi kami warga desa puncak kebenaran adalah bukan pada bentuk kebenaran. Namun puncak kebenaran adalah suatu wujud dimensi sosial yang lain yaitu ESTETIKA (keindahan).
Jadi jangan ditanya, boros energi atau bagaimana? Pertanyaannya harusnya pantas apa enggak? Jadi intelektual orang desa memprediksi bahwa ESTETIKA dalam beretika adalah kunci stabilnya dinamika sosial. Ingat yang dipakai menjadi nilai ESTETIKA ATAU KEINDAHAN BUKAN nilai kebenaran lagi.
Jadi gan, misal agan punya suatu dalil/statement yang mengacu pada NILAI SUATU KEBENARAN. Terus agan ingin menyampaikan statement itu? Jangan serta merta kebenaran itu disampaikan. Harus dilihat dulu kemaslahatannya bagaimana. harus dilihat dahulu estetikanya bagaimana? Sehingga di desa jarang sekali terjadi konflik2 sosial. Seperti rekaman konflik yang sering kita lihat di faceb**k. Sangat jarang.
Itu dari segi etika,
Ada lagi dari segi sapa, gotong royong dll. Itu sumber2 kebahagiaan rohani gan.
Contoh gambar :
sebelum ane menjelasken mgkin temen2 bisa memberi tanggapan yg membangun
Okey, aku ingin menanyakan bagaimana si hidup di kota gan? Tentrem yaah, macam apa aja ada. Hmm oke that's good.
Okey karena aku bukan orang kota jadi aku ga bisa menjelaskan tentang seluk beluk kota. Yang aku jelasken adalah tentang desa, dan agan/sista bisa membandingkannya sendiri nanti
Sebelumnya mungkin ane akan menjelasken bahwa kesejahteraan dapat dibagi menjadi dua. Yaitu jasmani dan rohani. Nah, kebahagiaan orang desa itu lebih menitik beratkan pada kebahagiaan jiwa/rohani. Bukan berarti di desa melupakan kebahagiaan jasmani / materiil yaah, namun sekali lagi di desa lebih menjunjung tinggi kebahagian hati. Kebagiaan jiwa ini muncul karena faktor2 batin seperti dinamika sosial, filosofi, adat/budaya, dll (uakeh pokoknya)
Oke mungkin dari dinamika sosial.
Di desa dinamika sosial masih menjunjung tinggi yang namanya nilai-nilai sosial gan. Kami masih peduli dan meng'AKU'kan adat dan budaya.
Mungkin agan/sista akan bertanya, kenapa to harus pakai bahasa krama ke orang yang lebih Tua, bikin capek otak aja harus nambah kosa kata? Mungkin seperti itu. Tapi ketahuilah agan/sista bagi kami warga desa puncak kebenaran adalah bukan pada bentuk kebenaran. Namun puncak kebenaran adalah suatu wujud dimensi sosial yang lain yaitu ESTETIKA (keindahan).
Jadi jangan ditanya, boros energi atau bagaimana? Pertanyaannya harusnya pantas apa enggak? Jadi intelektual orang desa memprediksi bahwa ESTETIKA dalam beretika adalah kunci stabilnya dinamika sosial. Ingat yang dipakai menjadi nilai ESTETIKA ATAU KEINDAHAN BUKAN nilai kebenaran lagi.
Jadi gan, misal agan punya suatu dalil/statement yang mengacu pada NILAI SUATU KEBENARAN. Terus agan ingin menyampaikan statement itu? Jangan serta merta kebenaran itu disampaikan. Harus dilihat dulu kemaslahatannya bagaimana. harus dilihat dahulu estetikanya bagaimana? Sehingga di desa jarang sekali terjadi konflik2 sosial. Seperti rekaman konflik yang sering kita lihat di faceb**k. Sangat jarang.
Itu dari segi etika,
Ada lagi dari segi sapa, gotong royong dll. Itu sumber2 kebahagiaan rohani gan.
Contoh gambar :
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
2. Apakah orang kota lebih manusia(bersifat manusia) dari pada orang desa?
sebelum ane menjelasken mgkin temen2 bisa memberi tanggapan yg membangun
Spoiler for Kesimpulan:
Quote:
bentar gan ane keluar dulu, tulisan belum selesai nih heuheuheu
Quote:
Oke, sekian yaah gan, terima kasih. Dan semoga thread ini bermanfaat walaupun sebenarnya enggak bgt :nohope:
Jangan lupa ya gan : :rate5 dan :cendolbig dan :sup: asal jangan :batabig
Spoiler for sumber:
Quote:
Reportase pembukaan festival lima gunung, 28 Juli 2017