SETELAH MENINGGALKAN JOGJA,BERSIAPLAH MERAPIKAN KENANGAN
Sunday, July 29, 2018
Rasanya baru beberapa hari kemarin kamu menginjakkan kaki di kota ini, memasuki sebuah tempat yang ternyata menyebalkan yang selalu diimpikan oleh remaja-remaja tanggung setelah lulus SMA.
Dan dalam beberapa waktu ke depan, kamu harus bersiap-siap merapikan kenangan, memunguti setiap ingatan yang tercecer di setiap tempatnya. Itu tandanya kamu harus segera mengikhlaskan segala hal dan mulai berdamai dengan ingatan tentang segala hal yang terjadi di kota ini. Tentang segala yang datang dan pergi, tentang waktu yang kian berputar dan kemudian semakin kamu sadari bahwa satu-persatu manusia yang pernah kamu kenal pergi mencari asa pada tujuannya masing-masing.
Musim wisuda segera segera tiba, itu berarti kamu harus berat hati mengucapkan selamat tinggal untuk sebuah perpisahan yang menunggu di depan mata. Namun kali ini mungkin terasa berbeda, sebab kamu lagi-lagi harus diuji. Dan barangkali, Tuhan kali ini sedang jahat-jahatnya sekaligus menunjukkan sisi baiknya, Ia menjawab segala keluh kesahmu tentang skripsi yang tak kunjung kelar, namun setelah itu kamu harus berpisah dengan segalanya. Dan yang lebih menyedihkan adalah waktu perpisahan di tengah musim hujan di sebuah kota yang tak pernah mengijinkanmu berdamai dengan ingatan.
Tak apa, Tuhan tak pernah menciptakan awal tanpa akhir. Ia tak pernah menciptakan pertemuan tanpa perpisahan. Pulanglah, nanti sesampainya di rumah, kamu peluk dan cium kening ibumu, kemudian peluk ayahmu dengan bangga, bawalah kabar dan ceritakan kepada adik-adikmu, bahwa kamu bertemu orang-orang hebat di sini, orang-orang yang nyaris tak pernah megenal waktu 24 jam di sini, tapi kota ini melebihi segalanya, ia memberi 25 jam setiap harinya, sehingga membuatmu kesusahan mengingat setiap hal yang berlalu. Ceritakan kepada keluargamu bagaimana sesaknya Jogja namun tak pernah kehabisan manusia untuk selalu tersenyum. Ceritakan kepada mereka bagaimana kamu harus mati-matian menahan nafas dan menutup hidung saat melalui hutan biologi UGM atau fakultas kehutanannya ketika musim penghujan tiba.
Bagaimana riuhnya luxury, warung internet yang berada di tepian jakal yang setiap malamnya berjasa menampung ribuan mahasiswa yang tak kuasa menahan kantuk sebab bergulat dengan revisian sepanjang hari. Kamu bisa bercerita kepada adik-adikmu, perihal bagaimana brengseknya program kuliah yang bernama KKN, dimana kamu harus melihat berita tentang ratusan atau bahkan ribuan pasang mata para mahasiswa yang harus rela kehilangan kekasihnya karena terlibat cinta lokasi dengan dengan teman sekelompoknya. Atau mungkin tentang bagimana kurang ajarnya teman kosmu ketika bilang kepada ibu kos kalau kakak perempuannya mau menginap, padahal dia mau menginapkan pacar orang, kemudian pagi harinya temanmu itu tidak masuk kuliah karena alasan lelah. Akuilah, saat itu mungkin kamu berpikir bahwa temanmu itu pasti telah melalui malam yang begitu berat.
Aku tahu, jika akhir bulan tiba dan kamu ingin terlihat tetap agak mentereng walaupun makan di warung indomie, aku berani bertaruh kamu selalu datang ke palem kuning, warung makan indomie yang terletak di gang belakang dunkin donuts Jalan Kaliurang, di sana kamu selalu memesan indomie rebus atau nasi telur, segelas es teh, dan mungkin sebatang rokok. Kemudian duduk berlama lama di kursi pojokan itu sambil sesekali curi-curi pandang kepada mahasiswi yang berlalu lalang keluar masuk.
Kini, tinggal menghitung mundur dan kamu harus kembali menginjakkan kaki tepat di mana kamu pertama kali dulu menginjakkan kakimu di kota ini. Di sebuah tempat yang paling dibenci sekaligus paling dinanti-nanti jutaan pasang mata, sebuah jalan panjang dan gerbong-gerbong yang akan membawa tubuhmu beserta ingatan-ingatanmu pulang ke rumah. Pulanglah ke pelukan ibu dan haru ayahmu, serta gelak tawa adik-adikmu.
Kembalilah, Jogja tak pernah keberatan untuk menampung ingatan setiap orang.