Wiji Thukul dan puisi yang tak mati-mati


Quote:




Quote:




Puisi di atas yang berjudul Wani, bapakmu harus pergi, adalah puisi milik Wiji Thukul yang ditujukan kepada Fitri nganti wani, anak pertamanya. Puisi yang di perkirakan di tulis dalam masa pelariannya dari kejaran rezim orde baru sekitar tahun 1996-1998 ini sebenarnya tidak berjudul.
Mungkin di antara kita, masih ada yang bertanya-tanya, siapakah Wiji Thukul? Kenapa ia menjadi buruan rezim orde baru yang berkuasa saat itu? Dan atas dasar apa rezim orde baru mau sampai repot-repot memburu seorang lelaki kusam, kurus, dan pelo yang bernama asli Wiji Widodo ini? Jawabannya, tak lain dan tak bukan adalah karena puisi-puisinya yang di anggap berbahaya oleh rezim Soeharto kala itu.


Quote:




Wiji Thukul lahir di Surakarta, jawa tengah, 26 agustus 1963. Ia adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Thukul, begitu ia biasa disapa, berasal dari keluarga katolik dengan keadaan ekonmi yang sederhana. ayahnya adalah seorang penarik becak, sementara ibunya terkadang menjual ayam bumbu untuk membantu perekonomian keluarga. Karena alasan ekonomi itulah, Thukul yang pernah bersekolah di SMP Negeri 8 solo dan melanjutkan hingga kelas dua di sekolah menengah karawitan indonesia jurusan tari, memutuskan untuk berhenti bersekolah. Tak lain dan tak bukan supaya adik-adiknya bisa tetap melanjutkan pendidikan mereka.

Thukul yang sudah mulai menulis puisi sejak di bangku sekolah dasar itupun melanjutkan hidupnya. Ia pernah ngamen bersama kelompok teater jagat keluar masuk kampung dan kota. Ia juga sempat menyambung hidupnya dengan berjualan koran, menjadi calo karcis bioskop dan menjadi tukang pelitur di sebuah perusahaan mebel.

Berangkat dari situasi itulah, barangkali Wiji Thukul menemukan ritme dan nafas untuk ia curahkan kepada puisi-puisinya. Apa yang ia tuliskan bukanlah kata-kata penuh metafora dan bernuansa romansa. Namun yang ia tuliskan adalah sesuatu yang begitu dekat dengan dirinya, yaitu kemiskinan, penindasaan dan perlakuan sewenang-wenang dari penguasa.



Quote:



Thukul, ia adalah penyair yang tidak pernah mampu mengucapkan huruf "R" dengan sempurna namun dianggap berbahaya. Perawakannya kurus. Rambutnya kusut masai. Pakaian yang ia kenakan selalu tampak kumal dan lusuh seperti tidak pernah mengenal sabun dan setrika. Ia bukanlah penyair yang mempesona pandangan mata. Namun, jika penyair ini membacakan puisinya di tengah buruh dan mahasiswa, aparat melebelinya sebagai seorang agitator, seorang penghasut.

Dari puisi-puisi yang ia tulis dan bacakan itulah, rezim orde baru merasakan kengerian yang mencekam. Sehingga ia diburu, dibungkam, dilenyapkan. Dan barangkali di antara kita akan bertanya-tanya, puisi macam apa yang membuat sebuah rezim merasa gerah dan harus mengerahkan segala upaya untuk memburu dan membungkam penulisnya?.

Di thread ini, mari kita membaca lagi apa yang sudah Wiji Thukul tuliskan. sebab, yang ia tuliskan adalah sebuah penanda, pengingat, bahwa di negeri yang katanya gemah ripah loh jinawi ini, pernah ada seorang penyair yang begitu lantang melawan kedzaliman para penguasa. Penyair itu adalah WIJI THUKUL, yang hilang atau dihilangkan secara paksa sejak mei 1998 hingga saat ini.



Quote:


Quote:





Itulah beberapa puisi Wiji Thukul yang bisa gw hadirkan ke thread ini. Puisi-puisi yang beberapa diantaranya bahkan masih relevan dengan keadaan sebagian besar rakyat di negeri ini.

sudah lebih dari 20 tahun Wiji Thukul menghilang, atau dihilangkan secara paksa. Sudah lebih dari 20 tahun keluarga dan orang-orang terdekat menanti kabar tentang keberadaanya. Apakah ia masih hidup dan tinggal disuatu tempat, ataukah ia sudah tiada? Dan tentu, masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang terbesit dalam kepala, pertanyaan-pertanyaan yang menjadi belantara di kerdil kehidupan kita.

Pasca runtuhnya orde baru, bukan hanya Wiji Thukul yang hilang dan tak pernah kembali. Ada belasan aktivis yang diculik dan hingga kini keberadaanya tak pernah diketahui.

Yani afri, Sonny, Deddy hamdun, Noval alkatiri, ismail, Suyat, Herman hendrawan, Petrus bima anugrah, Ucok munandar siahaan, Yadin muhidin, Hendra hambali, dan Abdun nasser. Meraka adalah para aktivis yang berdiri dalam satu barisan bersama Wiji Thukul dalam memerangi tirani kekuasaan orde baru. Namun setelah orde yang mereka lawan lengser, mereka hilang dan tak pernah di temukan sampai sekarang. Menjadikan mereka pemenang yang tak membawa pialanya ke rumah. Kemenangan yang mereka dapatkan, harus dibayar dengan sebuah pengorbanan yang pahit.

Hilangnya Wiji Thukul dan belasan aktivis yang lain, bukan hanya sebuah pelanggaran berat yang dilakukan oleh rezim yang kala itu berkuasa. Namun juga hilangnya hak seorang warga negara atas dirinya sendiri.

Oke, sebelum omongan gw ngelantur kemana-mana dan gw ikut tercyduk juga, ada baiknya gw akhiri thread ini. Namun, biarkan gw mengucapkan sepatah dua patah kata lagi.

Wiji Thukul mungkin mati, namun kata-katanya selamanya abadi dan semangatnya akan terus ada dan berlipat ganda.

Cukup sekian dari gw. Namun sebelum kita berpisah, mari luangkan sedikit waktu kita untuk mendoakan Wiji Thukul dan belasan aktivis lainnya yang dihilangkan secara paksa.
....
....





Terimakasih banyak sudah mampir di thread ini agan n rosist. semoga thread ini bisa mengisi waktu luang kalian semua. Sekali lagi gw ucapkan terimaksih sebanyak-banyaknya. Sampai bertemu lagi.



Quote:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel