Selamat siang gan sis dimanapun berada. Bila saat ini indonesia akan di sibukkan dengan acara Asia games yang bakal dilaksanakan di 2 kota Jakarta dan Palembang tanggal 18 Agustus Nanti maka sudah seharusnya kita lupakan sejenak kemerihan acara acara olahraga se-Asia tersebut. mari kita kembali ke masa lalu di saat indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaan yang baru saja di raih pada tanggal 17 Agustus 1945, dimana kemerdekaan yang baru saja di peroleh bisa hilang begitu saja karena pada waktu itu belanda akan datang kembali untuk menguasai indonesia. Tentu saja para pejuang indonesia tak tinggal diam. Mereka rela bejuang agar bisa mempertahankan kemerdekaan NKRI bahkan sampai titik darah penghabisan.
sayangnya banyak veteran di indonesia belum sepenuhnya diperhatikan oleh pemerintah. nasib merekapun kini tak menentu, memang pemerintah telah memberikan tunjangan kepada veteran setiap bulan, namun tunjangan yang diberikan tidak mencukupi buat kebutuhan sehari-hari, akibatnya banyak dari veteran di tanah air hidupnya berada di garis kemiskinan.
padahal pengorbanan mereka demi tegaknya NKRI tidak main-main bahkan sampai nyawa taruhannya, tentu saja jasa para veteran ini tidak di samakan dengan nilai uang dan ane yakin mereka berjuang di medan perang bukan semata-mata nilai materi tetapi kesadaran membela bangsa dan negara.
berikut ane jabarkan kisah miris veteran Indonesia dilansir dari berbagai sumber
Rohadi seorang veteran yang saat ini tinggal di Semarang sekarang malah harus sibuk mengayuh becak untuk bisa menghidupi keluarganya yang hidup serba sulit.
Mungkin di luar sana, tidak hanya Rohadi yang merasakan kehidupan yang berat di masa tuanya. Meskipun begitu, Rohadi mengaku ikhlas menjalani kehidupan seperti ini. Dia membela negara untuk bisa merasakan kemerdekaan yang kita rasakan saat ini, tanpa adanya ancaman dan bahaya dari para kaum penjajah yang bisa membuat kita hidup dalam ketakutan. Pria berumur 71 tahun ini adalah salah satu tentara Dwikora pada masa pergolakan kemerdekaan tahun 1962 silam. "Dulu saya ikut mempertahankan Kepulauan Tanjung Pinang di Sumatera saat Indonesia bersengketa dengan Malaysia," ujar Rohadi, di kenal sebagai pahlawan lantaran perannya sebagai prajurit untuk mempertahankan Kepulauan Tanjung Pinang di Sumatera saat Indonesia bersengketa dengan Malaysia.
Disaat warga lain merayakan HUT RI dengan suka cita, lelaki tua tersebut harus pontang-panting mengayuh becak demi mengais rezeki.
Setelah masa perjuangan kemerdekaan usai, roda nasib Rohadi berbalik 180 derajat. 38 Tahun berselang, dia kini harus menyambung hidup menjadi tukang becak. Dia mengaku jika dia tak mencari penghasilan tambahan, bantuan dari pemerintah, juga tak cukup memenuhi kebutuhan hidupnya.
Rohadi, seorang veteran pejuang tahun 1962 ini berharap, pemerintah lebih memperhatikan nasib pejuang veteran agar bisa hidup lebih layak. Sebab, untuk sekarang penghasilannya sebagai pengayuh becak tak menentu. Menurut pengakuannya, setiap eks pejuang, saat ini hanya mendapatkan tunjangan veteran yang diberikan pemerintah sekitar Rp 1,4 juta, tunjangan kehormatan Rp 250 ribu per bulan.
"Jumlah itu sangat tidak sepadan dengan upaya kita mempertaruhkan nyawa pada masa kemerdekaan. Bangsa kita kurang memperhatikan jasa perjuangan masa lampau. Kenapa tunjangan kehormatan hanya Rp 250 ribu saja? Padahal negara kita kaya," urainya.
Rohadi pun mengaku, saat ini masih banyak rekan seperjuangannya yang bernasib sama. Bantuan dari pemerintah, juga tak cukup memenuhi kebutuhan hidupnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Veteran Gedung Juang 45 Semarang, Suhartono. Menurut dia, banyak rekan seperjuangannya yang hidupnya sengsara dan miskin. Dari 1000 pejuang kemerdekaan di Kota Semarang, kini hanya tersisa 600 orang masih hidup.
"Dan mayoritas hidupnya susah. Banyak menjadi tukang parkir, tukang becak sampai hidupnya terkatung-katung," keluhnya.
veteran itu bernama Sulawi. Sebelum Indonesia merdeka, Sulawi pernah ikut perang melawan Belanda untuk merebut kemerdekaan.
Setelah Indonesia merdeka, ia bergabung dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan sempat mengharumkan nama institusi itu di beberapa kali kesempatan.
Namun kini setelah pensiun, Sulawi justru hidup memprihatinkan di sebuah bangunan sempit bekas toko.
Ia harus berdesak-desakan dengan tumpukan perkakas miliknya yang berantakan.
Uang pensiunan sebesar Rp 1,8 juta ternyata tak mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari, sehingga membuat Sulawi terlilit hutang. Setiap hari, Kakek Sulawi terpaksa harus tinggal di bekas toko yang sempit di ds.Kedungturi, kec.Gudo, kab.Jombang, Jawa Timur. Di dalam ruangan ini pula, Kakek Sulawi harus tidur di antara tumpukan perkakasnya yang berantakan. Namun, Kakek Sulawi tidak mempersoalkan hal itu karena saat gerilya dahulu ia sudah biasa tinggal di hutan.
Pada masa penjajahan Jepang, Kakek Sulawesi sudah ikut bertempur di berbagai kota dan melakukan gerilya. Setelah Indonesia merdeka, Sulawi muda bergabung ke dalam Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang kemudian berganti menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Kakek Sulawi bukanlah prajurit biasa. Dia merupakan salah satu prajurit berprestasi yang tergabung dalam pasukan khusus TNI Angkatan Laut (Korps Komando Operasi/KKO).
Kakek Sulawi juga pernah bergabung dalam Satuan KRI. Dewa Ruci yang fenomenal setelah sukses melakukan perjalanan keliling dunia dan mengharumkan nama Indonesia.
Berdasarkan artikel Suara Karya terbitan tahun 1971, Kakek Sulawi juga pernah mengharumkan nama TNI AL dengan keberhasilannya mendaki puncak Gunung Rinjani yang masih angker kala itu. Pada masa perebutan Kota Dili, Kopral (Purn) Sulawi memimpin 30 orang pasukan menyerang penjajah dan memerdekakan Timor Timur. Kakek Sulawi juga pernah menjadi prajurit terpilih yang dikirim Presiden Soekarno ke Amerika Serikat untuk belajar tentang inti komando dan strategi perang.
Meski memiliki segudang prestasi, kehidupan Kakek Sulawi saat ini sungguh memprihatinkan.
Selain tempat tinggalnya yang kumuh dan sempit, setelah istrinya meninggal dunia beberapa tahun lalu, Kakek Sulawi juga hanya bertahan hidup dengan uang pensiun yang diterimanya sebesar Rp1.800.000 per bulan.
Buat bayar utang dan tidak cukup untuk keseharian
Walau tidak pernah mendapat penghargaan dari pemerintah, berbagai benda pusaka dan bukti perjuangannya sampai kini masih disimpan rapi olehnya.
Foto-foto, potongan artikel koran tempo dulu yang menulis tentang dirinya, hingga bendera Merah Putih yang pernah ia bawa saat gerilya, masih disimpan rapi. Berbagai benda ini adalah saksi bisu dan bukti yang mungkin akan dikenang sendiri oleh Kakek Sulawi.
Dia pun berharap pemerintah tidak melupakan sejarah dan mau peduli terhadap nasib para veteran kemerdekaan yang hidupnya masih belum layak.