Peran Guru dalam Bullying dan Dualitas
Monday, August 27, 2018
Opini : Peran Guru dalam Bullying dan Dualitas

Sore kemarin, di teras rumah. Saya duduk-duduk sambil menikmati secangkir kopi. Saat yang pas untuk sesekali membuka facebook yang semakin hari isinya semakin alay kalau kata anak jaman sekarang. Ketika saya scroll layar ke bawah, saya melihat sebuah video Bullying yang mengingatkan saya pada masa lalu. Video itu berisi tentang seorang guru yang menyemburkan air dari mulutnya kepada seorang murid laki-laki yang tertidur di kelas. Tentu saja hal itu mejadi sebuah hiburan bagi siswa lain dikelas itu. Hal itu di buktikan dengan tawa kompak dari seisi kelas seolah-olah itu adalah acara komedi televisi masa kini yang nggak ada faedahnya.
http://wow.tribunnews.com/2017/08/15...an-murid-tidur
Quote:
Kejadian Bullying di sekolah sebenarnya sudah ada sejak dulu. Hanya saja saat itu anak sekolah belum mempunyai barang elektronik, ataupun sosial media sehingga tidak pernah ada kasus Bullying yang menjadi viral seperti sekarang.
Bullying ternyata bukan hanya terjadi antara siswa dengan siswa loh. Guru juga bisa menjadi suatu penyebab di mulainya pembulian secara berkelanjutan. Seperti hal yang dialami beberapa teman SD saya disekolah.
Seorang teman laki-laki saya. Dibandingkan dengan teman saya yang lain dia memiliki kondisi fisik yang lebih besar, dengan ukuran kepala yang agak besar juga. Suatu hari dia melakukan hal iseng yang membuat guru saya kesal dan kemudian memanggilnya dengan sebutan "delu" dengan suara yang lantang didepan kelas. 'Delu' disini adalah akronim dari Gede Hulu dalam bahasa sunda. Artinya seorang anak yang memiliki kepala besar. Bukan hanya dia, beberapa teman saya yang lain juga mengalami hal sama. Seperti sebutan 'Ceuli Lember' (telinga jamur) karena telinga teman saya berbentuk seperti jamur kuping, mulut keong karena mulutnya (maaf) agak monyong dan beberapa teman lain dengan julukanya. Itu semua di mulai dari sang guru.
Ada istilah "guru itu digugu dan ditiru". Yap. Itu memang benar terjadi. Setelah bullying yang dilakukan oleh guru saya, maka anak yang lain juga menggugu dan meniru gurunya dengan ikut membully teman-teman saya itu. Akibatnya julukan itu melekat pada teman saya sampai sekarang. Padahal itu sudah terjadi belasan tahun yang lalu.
Semakin saya mengingat masa lalu, memori-memori lainpun ikut muncul membuat saya merenung dan menelusuri satu persatu ingatan dulu.
Quote:

Saya sendiri bukanlah orang yang bisa menikmati masa –masa kecil saya saat masih SD. Karena pada masa itu saya juga menjadi korban bully atau perisakkan oleh teman-teman saya khususnya anak laki-laki.
Bukan hanya perisakkan, di jaman dulu juga pelecehan seksual juga sudah ada. Saya ingat ketika saya kelas V, waktu itu payudara saya mulai tumbuh dan kelihatan. Saat saya sedang duduk di bangku, tiba-tiba seorang anak laki-laki meremas payudara saya dari belakang. Saya menangis. Bukanya saya tidak berani melawan, saya hanya tidak berdaya karena saya perempuan. Tidak mungkin saya bisa melawan anak laki-laki yang bergerombol.
Saat itu saya sangat malu, sehingga saya tidak berani bilang kepada orang tua saya. Selain itu jika orang tua saya datang ke sekolah dan berbicara dengan guru pun pasti pihak sekolah akan bilang, "selama berada di sekolah, murid-murid adalah anak kami. Kami yang menjaganya dan bertanggung jawab atas semua yang terjadi di sekolah" (mungkin intinya orang tua jangan ikut campur sama hal yang terjadi di Sekolah). Lalu dimana para guru ketika seorang anak menjadi korban Bullying? Akibatnya saya jadi jarang masuk sekolah karena memang tidak betah.
Mungkin bagi para pelaku bullying atau perisak berangkat sekolah adalah hal asik karena bisa bersenang-senang dengan mengganggu anak-anak lemah seperti saya. Tapi bagi saya dan anak lainya yang bernasib sama, berangkat sekolah adalah hal yang sangat menakutkan. Dimana ketika dikelas selalu ada rasa hawatir takut menjadi korban yang di ganggu. Dan selalu berharap agar sang guru selalu berada dikelas. Tidak keluyuran.
Sekilas terlihat sepele, ditambah lagi mungkin akan ada yang bilang namanya juga anak-anak. Itu memang masa-masanya. Bagi saya kenakalan anak-anak bukanlah sesuatu hal yang harus dimaklumi karena masa anak-anak adalah masa mendidik dimana si anak belajar berprilaku yang akan membentuk karakternya setelah dewasa nanti.
Ingatan saya terus bermuculan hingga ketika saya masuk MTs sekitar tahun 2006. Hal yang pernah saya alami saat SD kemudian terjadi kepada teman perempuan saya. Payudaranya diremas oleh si tukang bully di kelas. Selain itu kepala teman saya dipukul olehnya karena mencoba melawan. Saya memberanikan diri untuk melapor kepada wali kelas mengenai pelecehan dan pemukulan tersebut. Jujur saat itu saya merasa tidak puas, karena wali kelas saya hanya menasehatinya tentang kasus pemukulan saja. Semetara pelecehan karena meremas payudara tidak disinggung sama sekali. Entah karena sang guru menganggap hal itu tabu untuk di bicarakan dengan anak SMP, ataukah di anggap sepele, lumrah dan wajar? Patas saja pelecehan pelajar jaman sekarang semakin menjadi-jadi. Selain karena siswinya jarang ada yang berani melapor, respon guru juga yang kurang menanggapi hal seperti itu.
Terlepas dari semua itu, baru-baru ini saya juga mendengar teman saya curhat di sela-sela kesibukanya sebagai seorang guru "duh males banget kalo masuk ke kelas itu. anak nya nakal-nakal. Telat aja ah masuknya, biar nanti cepet beres jam belajarnya" . Saya hanya tersenyum. Saya berfikir mungkinkah guru SD saya dulu berfikir sepert itu makanya beliau jarang di kelas?
Quote:

Bukan hanya soal Bullying. Sikap dualitas atau pilih kasih dari guru kepada murid pun kadang terjadi baik secara sadar maupun tidak sadar. Dimana guru akan mendengar dan mengambil tindakan dari laporan salah satu murid yang di anggap paling menonjol misalnya karena ia adalah anak dari guru yang lain. Atau mungkin juga guru akan menspesialkan seorang murid yang les privat kepadanya, atau karena anak orang kaya dan mungkin juga banyak faktor dan contoh-contoh lainya.
Profesionalitas seorang guru pada kasus-kasus di atas sangat dipertanyakan. Jika seorang guru sudah tahu bahwa dikelasnya ada pembulian namun sang guru pura-pura buta dan tidak mengambil tindakan. Maka apa bedanya guru tersebut dengan murid pelaku bullying? Atau guru tidak menyamaratakan perlakuannya kepada setiap murid? Jika hal ini terus terjadi tidak menutup kemungkinan bahwa akan terjadi ketimpangan sosial di dalam kelas. Bahkan fenomena "Genk" di sekolah semakin menjadi.
Terlihat sederhana, namun faktanya begitu rumit. Karena akibat dari Bullying sangat banyak untuk psikologis seseorang. Mulai dari membuat siswa malas sekolah, menjadi pembangkang di lingkungan rumah, menjadi terlalu pendiam, takut sekolah, depresi, hingga kematian. Kebahagiaan masa-masa SD beberapa anak terenggut oleh hal yang di anggap sepele. . Seperti itulah mengapa bagi saya keberadaan guru di kelas sangat penting
Mungkin ada yang masih ingat tentang kasus seorang siswi yang meminum racun karena tidak tahan dengan Bullying di sekolahnya. Karena dengan mengutus ketua murid saja ternyata tidak ada pengaruhnya. Apa lagi ketika si ketua kelas ikut-ikutan membully.
Quote:
Kembali pada video yang saya saksikan. Tidak ada orang yang mampu menahan kantuk yang teramat. Karena baik guru maupun murid sama-sama mahluk biologis yang pasti pernah merasa ngantuk dimanapun. Bahkan saya sendiri pernah melihat guru saya tertidur ketika mengajar. Saya tidak membela murid maupun guru. Karena tertidur saat jam pelajaran memang bukanlah hal terpuji. Tapi tentu ada cara lain yang lebih baik utuk mengingatkan murid yang suka tertidur dikelas. Atau membantunya agar dia dapat menghilangkan rasa kantuknya. Bukan menyemburnya dengan air di dalam mulut.
Mungkin pembulian guru terhadap murid atau murid kepada murid sangat banyak terjadi dengan jenis yang berbeda-beda, hanya saja tidak banyak yang terekspos atau sang guru tidak menyadari tindakanya. Biasanya para guru melakukan Bullying kepada muridnya karena merasa berkuasa dikelas. Guru ingin menjadi seorang yang ditakuti para murid agar di hormati padahal esensinya seorang guru adalah pembimbing, pendidik dan pengganti orang tua disekolah. Tentu saja sebagai seorang pengganti orang tua, guru harus mampu untuk menjadi sandaran dan pusat berlindung bagi para muridnya yang terintimidasi.
Jadi terima kasih untuk videonya, mambuat saya jadi bisa sedikit bernostalgia.
Mungkin pembulian guru terhadap murid atau murid kepada murid sangat banyak terjadi dengan jenis yang berbeda-beda, hanya saja tidak banyak yang terekspos atau sang guru tidak menyadari tindakanya. Biasanya para guru melakukan Bullying kepada muridnya karena merasa berkuasa dikelas. Guru ingin menjadi seorang yang ditakuti para murid agar di hormati padahal esensinya seorang guru adalah pembimbing, pendidik dan pengganti orang tua disekolah. Tentu saja sebagai seorang pengganti orang tua, guru harus mampu untuk menjadi sandaran dan pusat berlindung bagi para muridnya yang terintimidasi.
Jadi terima kasih untuk videonya, mambuat saya jadi bisa sedikit bernostalgia.