Kuliah Nggak Penting, Bikin Startup Aja?
Thursday, September 13, 2018

Kehidupan kampus (foto: Wikipedia)

Startup atau kuliah? (foto: Pexels)
Kesepakatan sudah nongol, dan kini dimulailah tahap perancangan produk. Adi bertugas merancang aplikasi yang mau ditawarkan, sementara Ari bertugas melakukan coding pemrograman. Mereka bertiga juga mengembangkan website untuk mendukung aplikasi kasir yang sedang dibangun. Setelah berjalan enam bulan, perlahan-lahan mereka bertiga mengalihkan fokus, dari bangku kuliah ke pengembangan bisnis. Singkat cerita, ketiganya lupa status mereka sebagai mahasiswa. Adi, misalnya, menghabiskan waktu lebih banyak di kantor coworking dibanding mengikuti sesi kuliah. Lebih dari delapan jam per hari dia ada di sana, sebagai orang yang bekerja keras - tapi tanpa gaji maupun penghasilan - mengembangkan startup yang dikelolanya bersama rekan-rekan.
Adi tampaknya yakin bahwa aplikasi kasir yang dia kembangkan akan berhasil. Karena itu dia rela mengabaikan kewajiban akademisnya.
Penting mana, kuliah atau startup?
Jaman sekarang sudah banyak cerita tentang startup sukses yang dibangun oleh founder berusia muda. Mark Zuckerberg adalah satu nama yang sering disebut. Mark pernah kuliah di Harvard, meski kemudian memilih mogol dari kampus demi mengembangkan proyek Facebook. Mark memang akhirnya mendapat gelar dari Harvard, setelah menerima honoris causa pada 2017.
Apa yang terlihat dari seorang Mark Zuckerberg bisa dibaca begini: tidak ada salahnya mengembangkan startup ketika masih duduk di bangku kuliah. Di zaman sekarang ada lebih banyak saran yang bilang bahwa masa-masa di kampus adalah saat yang paling tepat untuk membuat startup. Alasannya banyak, tapi yang biasanya disebut adalah karena mahasiswa dianggap punya insting pasar yang kuat.

Memulai startup? (foto: pxhere)
Tapi walau punya insting kuat, mungkin memang nggak perlu kali ya, sampai meninggalkan bangku kuliah demi membuat startup? Setiap orang punya jalan pikiran masing-masing, tentang bagaimana mereka mengelola cita-cita dan pendidikan. Entah itu Adi maupun Mark. Dua-duanya punya jalan pikiran berbeda. Mereka hanya punya satu kesamaan: ambisi membangun sesuatu ketika masih duduk di bangku kuliah.
Ambisi jadi sesuatu yang sah-sah saja, sebab semua orang memilikinya. Tapi membangun sebuah bisnis berarti mencoba untuk mandiri dan belajar mengelola banyak hal untuk mencapai tujuan (apalagi tujuan bisnis bila bukan untuk mencari keuntungan besar?) Perkaranya jadi rumit kalau bisnis sudah berbenturan dengan rutinitas sehari-hari yang menuntut orang untuk belajar dengan baik (kuliah, misalnya.) Bisakah kalian mengelola dan membagi waktu dengan baik supaya dua-duanya bisa sukses?
Kalau tidak bisa membagi waktu dan fokus, berarti ada yang mesti dikorbankan. Nah, pilih mana: membangun startup atau melanjutkan kuliah dengan baik?
:toast:rate5:toast:rate5:toast:rate5
Kunungi Thread yang Lain Yaa Gan :