MOB WARS (The Untouchable)
Saturday, September 15, 2018

Melihat sepak terjang lawan2 Jokowi jadi teringat sebuah film yg berjudul "The Untouchable". Film yg menceritakan tentang jatuh bangunnya sekelompok polisi baik (good cop) saat melawan mafia di Chicago AS yg sudah menguasai kota sedemikian parahnya. Dari mulai preman jalanan, perangkat hukum hingga pejabat2 dikuasai demi bisa melanggengkan kekuasaannya dalam meraih keuntungan usaha2 ilegal mereka.
Mafioso mempunyai arti yang demikian bagus, yaitu "pria terhormat". Istilah mafia kini telah melebar hingga dapat merujuk kepada kelompok besar apapun yang melakukan kejahatan terorganisir.
Bos Mafia dipanggil Capo, untuk penguasa sekelas God Father. Posisi yang paling ditakuti dan dihormati dikalangan Mafia dipanggil Capo Dei Capi, yaitu pimpinan tertinggi dan paling berkuasa dari beberapa pimpinan Mafia. Apakah di Indonesia ada organisasi seperti mafia?
Mafia tidak mendeklarasikan kelompoknya. Mereka bekerja dan berkelompok berdasarkan kesepakatan untuk meraih tujuan dan melindungi kepentingannya. Mafia2 ini berada disetiap level kehidupan masyarakat baik level mafia kelas jalanan seperti penguasaan lahan parkir, penjagaan lahan dan beking2 tempat2 hiburan. Untuk kelas atas, ada mafia tanah, mafia hukum bahkan mafia politik yg bertujuan menguasai daerah yg bisa dijadikan target melakukan kegiatan ilegal dalam koridor pemerintahan.
Disebut mafia sebab mereka memiliki jaringan yg kuat. Dari mulai eksekutor, beking penegak hukum, pengambil keputusan hingga ranah politik yg melibatkan pejabat2 negara. Jejaring seperti ini lah yang membuat mereka sulit diberantas dan menjadi penyakit di negeri ini.
Jika diperhatikan, sumber korupsi mencakup dua hal pokok yaitu "kekuasaan kelompok kepentingan dan hegemoni elit". Kekuasaan kelompok kepentingan cenderung lebih berwawasan politik, hegemoni elit lebih berkait dengan ketahanan ekonomi. Piranti korupsi umumnya menggunakan perlindungan politis dan penyalahgunaan kekuasaan.
Interaksi sumber dan piranti menimbulkan empat klasifikasi, Manipulasi & suap (interaksi antara penyalah gunaan kekuasaan dan hegemoni elit), Mafia dan Faksionalisme (golongan elit menyalahgunakan kekuasaan dan membentuk pengikut pribadi), Kolusi dan Nepotisme (elit mapan menjual akses politik dan menyediakan akses ekonomi kepada keluarga untuk memperkaya dirinya, keluarga dan kroni), korupsi terorganisir dan sistematik, melibatkan perlindungan politik dari kekuasaan kelompok kepentingan.
Dari hal tersebut terlihat bahwa kata Mafia yang dilengkapi dengan faksionalisme muncul hanya sebagai salah satu dari empat klasifikasi yang berkaitan dengan korupsi. Mafia disini hanyalah sebagian network yang melaksanakan korupsi.
Disini juga terlihat bahwa jaringan korupsi nampaknya sudah bukan hanya merupakan budaya lagi, tetapi sudah merupakan sebuah komoditas di negara ini. Jadi, pengertian Mafia disini adalah golongan elit yang menyalah gunakan kekuasaan dan membentuk pengikut pribadi untuk bersama2 melakukan korupsi. Dengan demikian maka Mafia bukan hanya berada di jajaran hukum saja, bisa diperkirakan juga berada di tataran lainnya.
Inilah yg akan diberantas Jokowi dan menjadi musuh2 sebenarnya. Dengan keterbatasannya beliau mencoba menyisir kutu2 mafia yg sudah berakar dinegeri ini. Dan sayangnya beliau masih meraba, siapa kawan seperjuangan dan siapa musuh dalam selimut. Jadi lumrah jika Jokowi seperti terlalu berhati2 melakukan langkah pembersihan itu. Terlalu frontal akan berakibat parah, terlalu lembut akan menjadi sasaran empuk mafia2 itu.
Jokowi perlu perlindungan diri, bukan hanya tekad membara untuk membasmi mafia2 tersebut. Antasari Ashar dapat dijadikan contoh bahwa tekad tanpa persiapan perlindungan diri bisa dimanfaatkan para mafioso untuk menyerang balik.
Sejak Antasari Ashar diangkat menjadi ketua KPK, sepak terjangnya sangat menggetarkan, kerabat orang No 1 di Indonesia pun jadi target operasinya. Namun kita tau, Antasari yg begitu gagah menghadapi para koruptor, tersandung kasus yg jauh dari perkiraan. Kasus wanita yg berakhir ke pembunuhan.
Apakah Antasari yang Jaksa tidak faham dengan ancaman hukuman berat apabila terlibat dalam pembunuhan?
Tidak ada jawaban pasti. Inilah permainan di wilayah abu-abu bak belitan gurita yang tak terasa tetapi mematikan.
Begitu juga kasus Basuki Tjahaja Purnama, ucapannya dipelintir menjadi sebuah kasus penistaan agama. Bahkan gelombang demo dan protes bergerak kearah penurunan Jokowi dari tampuk RI 1. Ini bukan demo biasa, ini bukan gerakan politik biasa tapi gerakan mafia yg sudah blingsatan dengan tindakan2 orang2 jujur seperti Jokowi, Ahok dan Antasari.
Diperparah lagi kelompok mafia ini juga memanfaat kelompok agama yg juga berminat untuk menguasai negeri ini. Saat ini mereka bersatu tapi, suatu saat nanti mereka akan saling menyerang untuk membuktikan siapa yg patut berkuasa di negeri ini.
Jokowi harus benar2 siap menghadapi gempuran mafioso ini. Tidak cukup hanya tekad dan keberanian saja dalam berperang di wilayah abu-abu ini. Jokowi membutuhkan tenaga2 spesialis "counter" agar tidak runtuh seperti kisah pilu Antasari dan Ahok.
Menghadapi pria-pria terhormat itu jelas sulit dan berbahaya, terlebih lagi apabila Capo Dei Capi menjadi marah.
DANIEL SAPUTRO
INDONESIA NKRI.