Divestasi Saham Freeport Bukan Pembohongan Publik
Sunday, October 21, 2018
Masalah divestasi PT Freeport Indonesia kembali mencuat, salah satunya mengenai potensi kerugian lingkungan senilai Rp 185 triliun, yang disinyalir telah ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Masalah ini bergulir di Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR pada 17 Oktober lalu, di mana Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu, yang juga politikus Gerindra itu mengatakan, PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum), yang memiliki saham 51 persen Freeport, bisa menanggung kerugian negara.
Sementara anggota Komisi VII dari Fraksi Demokrat Muhammad Nasir menyebut, divestasi saham Freeport sebagai pembohongan publik.
Terkait hal ini, Sekretaris Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Hasto Kristiyanto, menyesalkan ada parpol non koalisi yang belum sepenuhnya memahami amanat konstitusi terkait divestasi Freeport.
Dia juga menilai, pernyataan soal divestasi sebagai pembohongan publik adalah bukti ada upaya penghadangan proses divestasi saham Freeport secara politik.
Dia pun meminta seluruh pihak untuk mendukung sepenuhnya pelaksanaan konstitusi tanpa melihat kepentingan yang lebih kecil.
Hasto menegaskan, penandatanganan head of agreement adalah basis legalitas divestasi Freeport. Di dalamnya ada persyaratan dan berbagai tahapan, termasuk bagaimana penyelesaian tanggung jawab para pihak.
Sekjen PDIP itu kembali menegaskan, bahwa divestasi saham Freeport, bukan kebohongan. Bahkan ada target agar seluruh divestasi selesai Desember 2018, sebagaimana telah diumumkan pemerintan. Artinya proses memang belum selesai, tetapi legalitas sudah ditandatangani, dan ini yang seharusnya dilihat.
Dia mengungkapkan, proses negosiasi untuk divestasi tak mudah dan berlangsung lama. Bahkan saat Menteri ESDM dijabat Sudirman Said, hiruk pikuk terjadi. Titik terang mulai muncul saat Jonan menggantikan Sudirman Said. Pendekatan komprehensif terjadi hingga Head of Agreement disepakati sebagai legalitas divestasi Freeport.
Pemerintah, lanjutnya, dipastikan mempertimbangkan berbagai hal. Termasuk hasil audit BPK soal kewajiban dana lingkungan, yang diindikasikan bukan sebagai kerugian negara.

Masalah ini bergulir di Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR pada 17 Oktober lalu, di mana Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu, yang juga politikus Gerindra itu mengatakan, PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum), yang memiliki saham 51 persen Freeport, bisa menanggung kerugian negara.
Sementara anggota Komisi VII dari Fraksi Demokrat Muhammad Nasir menyebut, divestasi saham Freeport sebagai pembohongan publik.
Terkait hal ini, Sekretaris Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Hasto Kristiyanto, menyesalkan ada parpol non koalisi yang belum sepenuhnya memahami amanat konstitusi terkait divestasi Freeport.
Dia juga menilai, pernyataan soal divestasi sebagai pembohongan publik adalah bukti ada upaya penghadangan proses divestasi saham Freeport secara politik.
Quote:
Dia pun meminta seluruh pihak untuk mendukung sepenuhnya pelaksanaan konstitusi tanpa melihat kepentingan yang lebih kecil.
Hasto menegaskan, penandatanganan head of agreement adalah basis legalitas divestasi Freeport. Di dalamnya ada persyaratan dan berbagai tahapan, termasuk bagaimana penyelesaian tanggung jawab para pihak.
Sekjen PDIP itu kembali menegaskan, bahwa divestasi saham Freeport, bukan kebohongan. Bahkan ada target agar seluruh divestasi selesai Desember 2018, sebagaimana telah diumumkan pemerintan. Artinya proses memang belum selesai, tetapi legalitas sudah ditandatangani, dan ini yang seharusnya dilihat.
Quote:
Dia mengungkapkan, proses negosiasi untuk divestasi tak mudah dan berlangsung lama. Bahkan saat Menteri ESDM dijabat Sudirman Said, hiruk pikuk terjadi. Titik terang mulai muncul saat Jonan menggantikan Sudirman Said. Pendekatan komprehensif terjadi hingga Head of Agreement disepakati sebagai legalitas divestasi Freeport.
Pemerintah, lanjutnya, dipastikan mempertimbangkan berbagai hal. Termasuk hasil audit BPK soal kewajiban dana lingkungan, yang diindikasikan bukan sebagai kerugian negara.
Quote:
Spoiler for Sumber: