Batik, Sebuah Pengantar Untuk Mengenalinya
Tuesday, November 13, 2018
Sembilan tahun lalu, tepatnya 2 Oktober 2009 UNESCO menetapkan batik sebagi warisan kemanusiaan bagi budaya lisan dan nonbendawi. Pengakuan ini dilaksanakan secara resmi pada sidang UNECO di Abu Dhabi, dan dikuatkan dengan adanya Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 2009, tentang Hari Batik Nasional.
Sejarah akan batik lekat kaitannya dengan kerajaan Majapahit dan perkembangan Islam di Indonesia. Dan beberapa jejak mencatat bahwa perkembangan batik juga terjadi disaat kerajaan Mataram, kemudian berlanjut pada masa kerajaan di Solo dan Yogyakarta. Sejarah mencatat bahwa meluasnya batik di Indonesia setelah abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX.
Kesenian batik merupakan kesenian lukis di atas kain dan kerap dipakai oleh para raja-raja terdahulu di Indonesia. Mulanya, batik dikerjakan dilingkup kerajaan saja karena batik hanya untuk para pemangku tahta, keluarga kerajaan dan para pengikutnya. Seturut berkembangnya masa, batik mulai ditiru oleh rakyat dan menyebar diseluruh negeri.
Rakyat begitu menyukai batik dan tak jarang diwaktu luang, mereka membuat batik untuk dikenakan oleh mereka sendiri. Sedang dalam pembuatannya, mereka menggunakan bahan-bahan pewarna yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, dan beberapa alat-alat disekitar mereka seperti: soga, nila, pohon mengkudu, tinggi, abu, dan tanah lumpur. Singkatnya, batik adalah kegemaran rakyat.
Setiap batik yang dibuat, memiliki pemaknaan yang berbeda-beda, terdapat filosofi yang mendalam di setiap coretan batik pada lembar kain yang ada. Misalnya, pemaknaan pada motif batik Mega Mendung. Motif batik ini berasal dari Cirebon yang mengadaptasi dari bentuk awan yang bergelung. Mega Mendung mengandung makna berkepala dingin, kesabaran, dan tidak mudah marah dalam menghadapi masalah.
Artikel selengkapnya ada di aslo.co