Tak pamer kebahagiaan di media sosial kunci pernikahan langgeng
Monday, November 26, 2018

Pamer kemesraan di media sosial seakan menggambarkan kebahagian yang terjalin dalam hubungan seseorang.
:malu
Tapi ternyata penelitian berkata lain, justru orang yang sering pamer kemesraan di media sosial dianggep kurang percaya ama hubungan yang lagi mereka jalin. Kenapa bisa begitu? simak aja langsung penjelasannya
:cystg
Quote:

Ilustrasi pasangan bahagia | Roman Samborskyi /Shutterstock
Semua yang terlihat sempurna di ranah media sosial tidak selalu sama di dunia nyata. Teori ini juga berlaku pada kualitas pernikahan pada era modern.
Berbagi informasi soal kehidupan lewat media sosial sudah bukan hal yang dianggap aneh, meskipun tak semua orang yang menjadi teman di media sosial adalah teman dekat atau keluarga Anda.
Sekarang, tidak memiliki akun media sosial atau tidak menggunakannya dengan rutin dan mengunggah semua hal tentang kehidupan Anda yang justru dianggap tidak lazim.
Pengaruh perkembangan daring di dunia telah menyentuh semua aspek kehidupan manusia, tak terkecuali pernikahan.
Bahkan, menurut sebuah studi, media sosial telah memberikan dampak signifikan pada pernikahan modern.
Hasil studi yang dirangkum oleh Northwestern University membeberkan bahwa pasangan yang terlalu sering pamer kebahagiaan di ranah media sosial, sebenarnya mereka tengah menutupi rasa kesepian dan ketidakseimbangan yang terjadi dalam pernikahan.
Peneliti melakukan survei pada 100 pasangan. Mayoritas responden yang sering mengunggah kebersamaan yang terlihat sempurna justru memiliki hubungan yang bermasalah.
Kesimpulan serupa juga dirilis oleh periset dari Albrigth College.
Tim peneliti mengatakan bahwa alasan pasangan yang sering pamer kebahagiaan di media sosial karena tidak percaya diri pada hubungan tersebut.
Kondisi yang demikian disebut dengan sindrom Relationship Contingent Self-Esteem (RCSE).
Peneliti menguraikan RCSE sebagai kondisi hubungan asmara atau pernikahan yang tidak sehat dan orang yang menjalaninya mengalami rasa tidak percaya diri pada kekuatan hubungan tersebut.
Alhasil, mereka semakin rajin mengunggah foto-foto yang memperlihatkan kebahagiaan.
Sebenarnya cara tersebut mereka lakukan untuk meyakinkan diri sendiri lewat pujian-pujian akan kebahagiaan yang dituliskan orang lain sebagai komentar.
"Hasil dari studi ini memperlihatkan bahwa pasangan yang mengalami RCSE butuh untuk memamerkan kebahagiaan dengan pasangan untuk meyakinkan diri sendiri bahwa hubungan mereka baik-baik saja," jelas Gwendolyn Seidmen, Ph.D, seorang asisten profesor jurusan psikolog.
Nikki Goldstein, Sexolog, juga memiliki pendapat yang sama.
"Seringnya orang-orang selalu memperlihatkan kebahagiaan sempurna dengan pasangan di media sosial, sebenarnya mereka mencari validasi dari orang lain," ujar Goldstein.
Komentar sarat sanjungan dari teman di dunia maya, kata dia, dianggap bisa menyembunyikan masalah yang sebenarnya dalam hubungan.
Selanjutnya, dia juga menambahkan, pasangan yang benar-benar bahagia, kebanyakan tidak memiliki waktu atau tidak terpikirkan untuk menciptakan momen terbaik demi foto Instagram.
Sebaliknya, pasangan yang benar-benar harmonis itu cenderung lebih sibuk menikmati waktu dan kejadian yang membahagiakan hati dengan pasangan.
Hal menarik lainnya yang perlu Anda ketahui adalah pemakaian dan penggunaan media sosial ternyata juga bisa mencederai hubungan asmara atau pernikahan Anda.
Berdasarkan studi yang dipublikasikan oleh Computers in Human Behaviour menemukan, hubungan antara pemakaian media sosial terhadap penurunan kualitas pernikahan.
Peneliti mengungkapkan, peningkatan penggunaan Facebook sebanyak 20 persen terhubung dengan kenaikan angka perceraian sebanyak 2,18 persen sampai dengan 4,32 persen.
Menariknya, studi juga menuliskan bahwa pasangan suami istri yang tidak menggunakan media sosial secara reguler ditemukan 11 persen lebih bahagia dalam menjalani pernikahannya dibanding mereka yang rutin berbagi informasi kehidupan lewat Facebook, Twitter, dan Instagram.
Kemudian, pada studi lain juga menyimpulkan adanya hubungan antara tingkat perceraian dengan durasi penggunaan jejaring sosial.
Penggunaan jejaring sosial, menurut studi tersebut, memperlihatkan korelasi negatif berupa peningkatan konflik dalam hubungan sampai dengan niat untuk bercerai.
Peneliti mendapatkan kesimpulan ini dengan mempelajari latar belakang responden yang beragam, mulai dari variabel ekonomi, demografi dan psikologis.
Berbagi informasi soal kehidupan lewat media sosial sudah bukan hal yang dianggap aneh, meskipun tak semua orang yang menjadi teman di media sosial adalah teman dekat atau keluarga Anda.
Sekarang, tidak memiliki akun media sosial atau tidak menggunakannya dengan rutin dan mengunggah semua hal tentang kehidupan Anda yang justru dianggap tidak lazim.
Pengaruh perkembangan daring di dunia telah menyentuh semua aspek kehidupan manusia, tak terkecuali pernikahan.
Bahkan, menurut sebuah studi, media sosial telah memberikan dampak signifikan pada pernikahan modern.
Hasil studi yang dirangkum oleh Northwestern University membeberkan bahwa pasangan yang terlalu sering pamer kebahagiaan di ranah media sosial, sebenarnya mereka tengah menutupi rasa kesepian dan ketidakseimbangan yang terjadi dalam pernikahan.
Peneliti melakukan survei pada 100 pasangan. Mayoritas responden yang sering mengunggah kebersamaan yang terlihat sempurna justru memiliki hubungan yang bermasalah.
Kesimpulan serupa juga dirilis oleh periset dari Albrigth College.
Tim peneliti mengatakan bahwa alasan pasangan yang sering pamer kebahagiaan di media sosial karena tidak percaya diri pada hubungan tersebut.
Kondisi yang demikian disebut dengan sindrom Relationship Contingent Self-Esteem (RCSE).
Peneliti menguraikan RCSE sebagai kondisi hubungan asmara atau pernikahan yang tidak sehat dan orang yang menjalaninya mengalami rasa tidak percaya diri pada kekuatan hubungan tersebut.
Alhasil, mereka semakin rajin mengunggah foto-foto yang memperlihatkan kebahagiaan.
Sebenarnya cara tersebut mereka lakukan untuk meyakinkan diri sendiri lewat pujian-pujian akan kebahagiaan yang dituliskan orang lain sebagai komentar.
"Hasil dari studi ini memperlihatkan bahwa pasangan yang mengalami RCSE butuh untuk memamerkan kebahagiaan dengan pasangan untuk meyakinkan diri sendiri bahwa hubungan mereka baik-baik saja," jelas Gwendolyn Seidmen, Ph.D, seorang asisten profesor jurusan psikolog.
Nikki Goldstein, Sexolog, juga memiliki pendapat yang sama.
"Seringnya orang-orang selalu memperlihatkan kebahagiaan sempurna dengan pasangan di media sosial, sebenarnya mereka mencari validasi dari orang lain," ujar Goldstein.
Komentar sarat sanjungan dari teman di dunia maya, kata dia, dianggap bisa menyembunyikan masalah yang sebenarnya dalam hubungan.
Selanjutnya, dia juga menambahkan, pasangan yang benar-benar bahagia, kebanyakan tidak memiliki waktu atau tidak terpikirkan untuk menciptakan momen terbaik demi foto Instagram.
Sebaliknya, pasangan yang benar-benar harmonis itu cenderung lebih sibuk menikmati waktu dan kejadian yang membahagiakan hati dengan pasangan.
Hal menarik lainnya yang perlu Anda ketahui adalah pemakaian dan penggunaan media sosial ternyata juga bisa mencederai hubungan asmara atau pernikahan Anda.
Berdasarkan studi yang dipublikasikan oleh Computers in Human Behaviour menemukan, hubungan antara pemakaian media sosial terhadap penurunan kualitas pernikahan.
Peneliti mengungkapkan, peningkatan penggunaan Facebook sebanyak 20 persen terhubung dengan kenaikan angka perceraian sebanyak 2,18 persen sampai dengan 4,32 persen.
Menariknya, studi juga menuliskan bahwa pasangan suami istri yang tidak menggunakan media sosial secara reguler ditemukan 11 persen lebih bahagia dalam menjalani pernikahannya dibanding mereka yang rutin berbagi informasi kehidupan lewat Facebook, Twitter, dan Instagram.
Kemudian, pada studi lain juga menyimpulkan adanya hubungan antara tingkat perceraian dengan durasi penggunaan jejaring sosial.
Penggunaan jejaring sosial, menurut studi tersebut, memperlihatkan korelasi negatif berupa peningkatan konflik dalam hubungan sampai dengan niat untuk bercerai.
Peneliti mendapatkan kesimpulan ini dengan mempelajari latar belakang responden yang beragam, mulai dari variabel ekonomi, demografi dan psikologis.
Gimana ? agan setuju gak ama artiken di atas?
Kalo ane sih kalo sekedar share foto kemesraan sesekali masih wajar, soalnya emang itu juga perlu.
:ngakak
Tapi kalo buat yang sering itu tuh, kayaknya emang kaya gak percaya ama hubunganya percis kaya yang artikel ini bilang
:cd
Quote:
:hn Buat liat informasi menarik lainnya seperti artikel di atas bisa liat di sini :cystg
Jangan lupa rate bintang 5, tinggalin komentar dan bersedekah sedikit cendol buat ane dan ane doain agan makin ganteng dan cantik deh :cendolgan
SUMUR :
Beritagar.id
Jangan lupa rate bintang 5, tinggalin komentar dan bersedekah sedikit cendol buat ane dan ane doain agan makin ganteng dan cantik deh :cendolgan
SUMUR :
Beritagar.id
Quote:
Jangan lupa kunjungi thread ane yang lain gan :thumbup:thumbup
Perempuan semakin pintar semakin sulit cari pasangan
Tahun 536 adalah era terburuk manusia, kok bisa? Apa Yonglek sudah ada di jaman itu?
Suzzanna berpotensi kalahkan Pengabdi Setan
Kenapa orang bule cepet kelihatan lebih tua?
Klaim baru dugaan lokasi Atlantis
Pernah merasa terjebak dalam mimpi? Ternyata ini loh penyebabnya
8 Tipe cinta menurut orang Yunani kuno. Agan masuk tipe yang mana?
PUBG hadir di PS4 bulan Desember, tertarik mencoba?
Kenapa komodo hanya ada di Indonesia
Serial Game of Thrones bakalan segera berakhir
Perempuan semakin pintar semakin sulit cari pasangan
Tahun 536 adalah era terburuk manusia, kok bisa? Apa Yonglek sudah ada di jaman itu?
Suzzanna berpotensi kalahkan Pengabdi Setan
Kenapa orang bule cepet kelihatan lebih tua?
Klaim baru dugaan lokasi Atlantis
Pernah merasa terjebak dalam mimpi? Ternyata ini loh penyebabnya
8 Tipe cinta menurut orang Yunani kuno. Agan masuk tipe yang mana?
PUBG hadir di PS4 bulan Desember, tertarik mencoba?
Kenapa komodo hanya ada di Indonesia
Serial Game of Thrones bakalan segera berakhir
