7 Film Ini Menghancurkan Karir Sutradara nya. Kenapa Ya
Tuesday, June 5, 2018
Welcome to thread lampu dunia
???? ???? :kiss:kiss:kiss ???? ????
Quote:
"Nila setitik, rusak susu sebelanga". Pepatah itu layak disematkan kepada karir 7 sutradara di bawah ini, yang mendadak jatuh ke titik nadir hanya karena satu film.
Batman & Robin (1997) - Joel Schumacher
Referensi pihak ketiga
St. Elmo's Fire (1985), The Lost Boys (1987), hingga Flatliners (1990) membuktikan bahwa Schumacher berhasil memantapkan namanya di akhir 80an hingga awal 90an. Tapi pasca Batman & Robin yang cuma menghasilkan $238 juta di seluruh dunia dari bujet $125 juta (sekitar $250 juta kalau ditambah biaya promosi) serta dicerca baik oleh fans maupun kritikus, karirnya jatuh. Sempat menemukan harapan lewat Phone Booth (2003) dan The Phantom of the Opera (2004), The Number 23 (2007) mematikan karirnya (dan Jim Carrey).
Gigli (2003) - Martin Brest
Referensi pihak ketiga
Dibuat untuk memanfaatkan popularitas Ben Affleck dan Jennifer Lopez yang tengah berpacaran dan mengisi headline seluruh media, film ini juga menampilkan Al Pacino. Hasilnya hancur lebur. Cuma menghasilkan tidak sampai 10% dari bujetnya yang mencapai $75 juta plus dianggap sebagai salah satu film terburuk sepanjang masa, Gigli turut meremukkan karir Martin Brest yang sebelumnya adalah sutradara kelas satu berkat judul-judul macam Scent of Woman (1992), Beverly Hills Cop (1984), dan Meet Joe Black (1998). Pasca Gigli, Brest tak pernah lagi menyutradarai film.
Jupiter Ascending (2015) - The Wachowskis
Referensi pihak ketiga
Pasca trilogi The Matrix usai, kakak-beradik transgender ini tiga kali diberi kesempatan menggarap film dengan bujet besar, sayangnya tiga kali pula mereka mengalami rugi bandar. Speed Racer (2008) jadi awal. Meski Cloud Atlas (2012) mendapat ulasan cukup positif, perolehan $130 juta gagal menutupi bujet raksasa yang mencapai $128 juta (sekitar $250 juta ditambah biaya promosi). Barulah tiga tahun kemudian, film fiksi-ilmiah Jupiter Ascending, yang mana juga film termahal keduanya ($176 juta) dirilis, hanya untuk memperoleh pendapatan $184 juta. Tiga tahun berlalu tak ada tanda keduanya bakal menyutradarai film lagi.
Heaven's Gate (1980) - Michael Cimino
Referensi pihak ketiga
Sebelum menyutradarai Heaven's Gate, Cimino tengah dianggap sebagai sutradara muda berbakat pasca memenangkan Oscar lewat The Deer Hunter (1978). Seperti belum siap melompat ke film besar, Cimino kewalahan menangani film epik satu ini, yang mengalami pembengkakan bujet menjadi $44 juta dan menerima banyak pemberitaan negatif termasuk kekerasan terhadap hewan. Akhirnya, film ini cuma membawa pulang $3,5 juta, membuat studio United Artists bangkrut, dan karir sang sutradara hancur.
Rollerball (2002) - John Mc Tierman
Referensi pihak ketiga
Die Hard (1988), Die Hard with a Vengeance (1995), Predator (1987), The Hunt for Red October (1990), hingga Last Action Hero (1993) merupakan bukti betapa Mc Tierman adalah sutradara berpengaruh di kancah film aksi Hollywood. Ketika The 13th Warrior (1999) mengalami flop, publik masih percaya Mc Tierman bisa bangkit lewat Rollerball, yang merupakan remake film berjudul sama. Namun sebaliknya, Rollerball cuma memperoleh $25 juta dari bujet $70 juta, dan hanya mendapat skor 3% dari para kritikus di Rotten Tomatoes. Basic setahun kemudian adalah film terakhir sang sutradara.
Miami Vice (2006) - Michael Mann
Referensi pihak ketiga
Sejak 80an, 90an, sampai pertengahan 2000an, nama Michael Mann selalu konsisten sebagai sutradara papan atas Hollywood. Saat ia mengadaptasi serial televisi Miami Vice yang populer pada 80an, publik pun antusias. Sayang, hasilnya mengecewakan. Baik secara kualitas maupun finansial. Berhasil meraup $163 juta, film ini tetap merugi akibat bujet produksi raksasa yang mencapai $135 juta. Setelahnya, selama 12 tahun, Mann cuma membuat Public Enemies (2009) dan Blackhat (2015) yang juga tak begitu sukses. Padahal sebelumnya, selama lima tahun Mann bisa melahirkan 2-3 film.
Pinocchio (2002) - Roberto Benigni
Referensi pihak ketiga
Life Is Beautiful (1997) membawa Benigni meraih popularitas internasional, baik sebagai aktor maupun sutradara. Popularitas ini tak bertahan lama, karena lima tahun kemudian, Benigni membuat dan memerankan Pinocchio yang memperoleh skor 0% di Rotten Tomatoes dan memberi Benigni enam nominasi Razzie. Setelahnya hingga sekarang, Benigni cuma menyutradarai The Tiger and the Snow (2005) yang juga tak terlampau sukses meski bukan bencana besar.
Batman & Robin (1997) - Joel Schumacher
Referensi pihak ketiga
St. Elmo's Fire (1985), The Lost Boys (1987), hingga Flatliners (1990) membuktikan bahwa Schumacher berhasil memantapkan namanya di akhir 80an hingga awal 90an. Tapi pasca Batman & Robin yang cuma menghasilkan $238 juta di seluruh dunia dari bujet $125 juta (sekitar $250 juta kalau ditambah biaya promosi) serta dicerca baik oleh fans maupun kritikus, karirnya jatuh. Sempat menemukan harapan lewat Phone Booth (2003) dan The Phantom of the Opera (2004), The Number 23 (2007) mematikan karirnya (dan Jim Carrey).
Gigli (2003) - Martin Brest
Referensi pihak ketiga
Dibuat untuk memanfaatkan popularitas Ben Affleck dan Jennifer Lopez yang tengah berpacaran dan mengisi headline seluruh media, film ini juga menampilkan Al Pacino. Hasilnya hancur lebur. Cuma menghasilkan tidak sampai 10% dari bujetnya yang mencapai $75 juta plus dianggap sebagai salah satu film terburuk sepanjang masa, Gigli turut meremukkan karir Martin Brest yang sebelumnya adalah sutradara kelas satu berkat judul-judul macam Scent of Woman (1992), Beverly Hills Cop (1984), dan Meet Joe Black (1998). Pasca Gigli, Brest tak pernah lagi menyutradarai film.
Jupiter Ascending (2015) - The Wachowskis
Referensi pihak ketiga
Pasca trilogi The Matrix usai, kakak-beradik transgender ini tiga kali diberi kesempatan menggarap film dengan bujet besar, sayangnya tiga kali pula mereka mengalami rugi bandar. Speed Racer (2008) jadi awal. Meski Cloud Atlas (2012) mendapat ulasan cukup positif, perolehan $130 juta gagal menutupi bujet raksasa yang mencapai $128 juta (sekitar $250 juta ditambah biaya promosi). Barulah tiga tahun kemudian, film fiksi-ilmiah Jupiter Ascending, yang mana juga film termahal keduanya ($176 juta) dirilis, hanya untuk memperoleh pendapatan $184 juta. Tiga tahun berlalu tak ada tanda keduanya bakal menyutradarai film lagi.
Heaven's Gate (1980) - Michael Cimino
Referensi pihak ketiga
Sebelum menyutradarai Heaven's Gate, Cimino tengah dianggap sebagai sutradara muda berbakat pasca memenangkan Oscar lewat The Deer Hunter (1978). Seperti belum siap melompat ke film besar, Cimino kewalahan menangani film epik satu ini, yang mengalami pembengkakan bujet menjadi $44 juta dan menerima banyak pemberitaan negatif termasuk kekerasan terhadap hewan. Akhirnya, film ini cuma membawa pulang $3,5 juta, membuat studio United Artists bangkrut, dan karir sang sutradara hancur.
Rollerball (2002) - John Mc Tierman
Referensi pihak ketiga
Die Hard (1988), Die Hard with a Vengeance (1995), Predator (1987), The Hunt for Red October (1990), hingga Last Action Hero (1993) merupakan bukti betapa Mc Tierman adalah sutradara berpengaruh di kancah film aksi Hollywood. Ketika The 13th Warrior (1999) mengalami flop, publik masih percaya Mc Tierman bisa bangkit lewat Rollerball, yang merupakan remake film berjudul sama. Namun sebaliknya, Rollerball cuma memperoleh $25 juta dari bujet $70 juta, dan hanya mendapat skor 3% dari para kritikus di Rotten Tomatoes. Basic setahun kemudian adalah film terakhir sang sutradara.
Miami Vice (2006) - Michael Mann
Referensi pihak ketiga
Sejak 80an, 90an, sampai pertengahan 2000an, nama Michael Mann selalu konsisten sebagai sutradara papan atas Hollywood. Saat ia mengadaptasi serial televisi Miami Vice yang populer pada 80an, publik pun antusias. Sayang, hasilnya mengecewakan. Baik secara kualitas maupun finansial. Berhasil meraup $163 juta, film ini tetap merugi akibat bujet produksi raksasa yang mencapai $135 juta. Setelahnya, selama 12 tahun, Mann cuma membuat Public Enemies (2009) dan Blackhat (2015) yang juga tak begitu sukses. Padahal sebelumnya, selama lima tahun Mann bisa melahirkan 2-3 film.
Pinocchio (2002) - Roberto Benigni
Referensi pihak ketiga
Life Is Beautiful (1997) membawa Benigni meraih popularitas internasional, baik sebagai aktor maupun sutradara. Popularitas ini tak bertahan lama, karena lima tahun kemudian, Benigni membuat dan memerankan Pinocchio yang memperoleh skor 0% di Rotten Tomatoes dan memberi Benigni enam nominasi Razzie. Setelahnya hingga sekarang, Benigni cuma menyutradarai The Tiger and the Snow (2005) yang juga tak terlampau sukses meski bukan bencana besar.