BUKAN ROMIE-QOIS-ZAINUDIN

BUKAN ROMIE-QOIS-ZAINUDIN.
(Satire Cinta)



Pagi ini jari-jemari semacam tak menahan mengetik satu-persatu keypad di hape yang jadul. Merangkai narasi pendek sebagai santapan pada diksi-diksi yang tidak terlalu mengandung makna stililstika. Tapi aku ingin menulis sebagai teman antara rasa dan kata !!!

Ada cerita-cerita termasyur tentang kejadian yang termakbul atas perjuangan ter-akbar. Pernahkah kalian mendengar cerita Layla dan Qois ataukah Romie dan Juliet begitupun cerita nusantara yang mendalam berkisah tentang zainudin dan hayati, semacam paranoid panjang seumpama hantu dalam sebuah juang isyarat cinta.

Sungguh ironis juga, ketika masih terjadi di era milenial ini. Kalau perjuangan cinta seumpama yang dikorbankan seperti Mahatma Gandhi, tentunya siapa yang tak mau menjadi "a humanisme" pastilah kita berparipurna soal itu.

Bukan seperti Qois Majnun, Romie terbujur kaku atau zainudin yang sombong lalu menyesal. Pasti kita bersama sepakat soal defenisi fatamorgana "terlihat dari jauh tapi hampa jika dekat" tapi ini terbalik terlihat dekat tapi jauh dari kenyataan. Viiuee

Mengutip jejak-kata seorang Sastrawan Indonesia Tuan Guru Buya Hamka; "Cinta itu perang, yakni perang yang hebat dalam rohani manusia. Jika ia menang, akan didapati orang yang tulus ikhlas, luas pikiran, sabar dan tenang hati. Jika ia kalah, akan didapati orang yang putus asa, sesat, lemah hati, kecil perasaan dan bahkan kadang-kadang hilang kepercayaan pada diri sendiri"

Berperanglah disana ada menang dan kalah jika tidak memilih perang maka tentu obsi kalah itu adalah jawaban satu-satunya.
Bersiaplah menerima kelakar; Mbah Sujiwo Tejo "Kenapa tisu bermanfaat karena cinta tak pernah kering". Hahahaha !!!

Gelap itu terang sebab terang adalah gelap yang hilang; berterang-teranglah dalam gelap dan jangan bergelap-gelaplah dalam terang jika itu kehendak cinta, utarakan, berjuang, sebab cinta sejatinya kita memilih untuk merdeka dan hidup bukan seperti Romie-Qois-Zainudin dalam hikayat termasyurnya.

Mengakhiri tulisan ini, aku teringat sahabatku yang setengah edan melancong bertahun-tahun dengan sepeda mencari nilai hidup atas cinta yang hilang dan berjuang atas ilmu-ilmu yang bersemayam di bumi Nusantara, berbahagia Yudas "Achmad FH Fajar". Memang cinta itu membunuh semua aksara, semoga altar masih ada untuk kita.

________________________________
Terima Kasih, sudah membaca.
Bula, Kamis 07 Juni 2018.
________________________________
FATHUL KWAIRUMARATU

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel