Jual Koran Sambil Minta Zakat, Hanya Untuk Beli Baju?



Beberapa waktu lalu, ketika berada di Lampu Merah pertigaan Jalan A.Yani - Antasari Banjarmasin, terlihat beberapa pedagang koran menghampiri setiap pengendara yang berhenti, untuk menawarkan berita dan informasi yang dijualnya.

Ada hal yang menggelitik hati Ane. Di atas tumpukan koran yang mereka bawa, ada tulisan dengan huruf kapital dengan jelas dapat terbaca, dan semua bunyinya sama: "MOHON ZAKATNYA UNTUK BELI BAJU BUAT ANAK ISTRI".

Aku tersenyum dan dalam hati bertanya, "Apakah semua uang zakat yang diterima (jika ada yang memberi), hanya digunakan untuk beli baju?"

Tiba-tiba aku teringat pada masa kecilku dulu. Rasanya tiada hari yang lebih membahagiakan selain memakai baju baru di hari raya. Walaupun pakaian yang mampu dibelikan orangtua hanyalah kain kasar dan murah, namun tetap tidak mengurangi keceriaan di hari lebaran.



Biasanya seminggu atau minimal 3 hari sebelum hari H, orangtua sudah membelikannya. Sejak itu pula, mata rasanya sulit terpejam karena selalu terbayang kemeriahan hari raya. Yah, pada intinya, kebahagiaan hari raya bagi anak-anak adalah ketika mempunyai baju baru.

Kaitannya dengan tulisan di atas, tampaknya para pedagang koran itu ingin memanfaatkan aspek Psikologi untuk meraih simpati. Sebagai orangtua yang pernah merasakan betapa sedihnya jika tak punya baju baru ketika hari raya, tentu tak ingin pula hal itu dirasakan oleh anak-anaknya, sehingga tergerak pula hatinya untuk membantu mereka.

Artinya, kalimat "UNTUK BELI BAJU BUAT ANAK ISTRI" itu sebagai "Kata Sakti" yang paling ampuh untuk menarik simpati. Andai ditulis "UNTUK BELI HP", mungkin takkan ada orang yang mau peduli. Tapi dengan menyebut hal yang sangat sensetif, yaitu "baju baru buat anak di Hari Raya", akan mudah membuat orang tergugah hati untuk memberikan infak, zakat atau sedekah kepada mereka.

Persoalannya sekarang, apakah nantinya uang pemberian itu semuanya akan digunakan hanya untuk beli baju? Ane pikir tentu saja tidak. Anak-anak sekarang lebih senang diberi uang ketimbang dibelikan pakaian. Lebih bersemangat dibelikan kuota ketimbang baju baru. Lebih PD dengan kantung tebal ketimbang pakaian baru tapi kere.

Lalu, salahkah pedagang koran yang menyebutkan bahwa uang zakat itu nantinya untuk beli baju? Secara bahasa sih ga salah. Ini namanya majaz Pars Pro Toto, yaitu menyebut sebagian objek tapi yang dimaksud adalah keseluruhan. Sebagian objek yang disebut itu adalah "BAJU", dan objek ini dipilih karena adanya unsur Psikologis seperti yang Ane jelaskan di atas. Padahal boleh jadi nantinya uang itu hanya sebagian kecil yang digunakan untuk beli pakaian, dan selebihnya untuk keperluan hidup sehari-hari.

Dengan kata lain, pedagang ini cukup cerdas dalam strategi marketing, dengan memanfaatkan aspek psikologis untuk menarik simpati, sebagaimana halnya pengemis misalnya memakai baju compang-camping untuk membuat orang merasa iba. (*)
Spoiler for Referensi:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel