Afrika Selatan Mengubah Tembakau Menjadi Bahan Bakar Pesawat.
Monday, July 2, 2018
Sumber gambar: AutoEvolution
Dua tahun lalu, sebuah pesawat Boeing 737 milik South African Airways lepas landas dari Bandar Udara Internasional Tambo di Johanessburg menuju Cape Town, Afrika Selatan, dengan bahan bakar yang tidak biasa, yaitu tembakau.
Afrika Selatan belum mengulang penerbangan itu lagi, tetapi dalam upayanya untuk memangkas emisi perubahan iklim dan mengkampanyekan energi yang lebih ramah lingkungan, peneliti negara itu mencari cara cara inovatif untuk memproduksi bahan bakar penerbangan dalam skala yang lebih besar.
Upaya itu merupakan bagian dari sebuah proyek baru bernama "Waste to Wing" yang bertujuan memproduksi bahan bakar pesawat secara siginifikan dari tanaman limbah, termasuk tanaman invasif.
Tjasa Bole-Rentel salah seorang ahli ekonomi energi dan kebijakan untuk World Wide Fund For Nature (WWF) mengatakan, "Afrika Selatan menghasilkan sejumlah besar limbah pertanian, juga limbah dari hutan produksi dan limbah biomasa dari program pembersihan vegetasi asing."
"Upaya ini merupakan sebuah bukti kecil dari proyek itu, seperti memproduksi jumlah bahan bakar yang cukup untuk satu kali penerbangan pesawat Boeing 737. Namun, jika teknologinya bekerja dengan baik, produksinya bisa ditingkatkan secara siginifikan hingga 15% dari jumlah seluruh bahan bakar jet yang digunakan di bandara Johanessbug", tambahnya.
Menemukan bahan bakar ramah lingkungan untuk pesawat, kapal laut dan transportasi lain yang sulit untuk dihubungkan ke jaringan energi bersih tetap menjadi salah satu tantangan terbesar untuk mengurangi emisi perubahan iklim. Meningkatkan produksi dan penggunaan biofuel jet serta membuat efektif dari sisi biaya tidak mudah memang.
Terlalu Mahal?
Petani dari Provinsi Limpopo, Afrika Selatan saat ini gencar menanam Solaris, sejenis tanaman tembakau tanpa nikotin yang menghasilkan minyak dan dimanfaatkan sebagai bahan baku biofuel penerbangan.
Spoiler for Solaris Farm:
Merel Laroy, Juru Bicara SkyNRG. Pemasok bahan bakar jet alternatif yang berbasis di Belanda mengatakan "di sana tidak tersedia kapasitas pengayaan dengan skala pertanian yang cukup yang dibutuhkan untuk skala ekonomi saat ini, kuncinya adalah memproduksi biofuel secara lokal."
"Ketika tidak ada kapasitas produksi lokal, maka bahan baku harus dikirim ke luar negeri dan dikirim kembali ke negara asal setelah penyulingan. Hal ini akan membuat biayanya menjadi sangat mahal," tambahnya lagi.
Proyek Waste to Wing, dengan dana US$1,4 juta dari Program Green Africa SWITCH Uni Eropa, memiliki tujuan memecahkan masalah itu dan memangkas biaya serta melindungi produksi pertanian dan hutan dengan menggunakan limbah untuk menghasilkan bahan bakar.
Upaya ini merupakan kemitraan oleh perusahaan sosial Afrika Selatan, Fetola, WWF, dan SkyNRG, yang bertujuan untuk menciptakan pasokan bahan bakar jet ramah lingkungan di Afrika Selatan, negara dengan sejarah panjang pengembangan dan penggunaan bahan bakar alternatif.
Sebagai bagian dari proyek ini, 25 usaha kecil akan mengumpulkan dan memasok materi tanaman yang diperlukan untuk membuat biofuel - upaya juga menciptakan lapangan kerja di negara dengan salah satu tingkat pengangguran terbesar di dunia. Seperti namanya, Waste to wing hanya akan fokus pada limbah biomasa, selama ini limbah pertanian yang dihasiklan di Afrika Selatan dibakar begitu saja.
Amanda Dinan, Manajer proyek Fetola, mengatakan "bisnis ini dapat menggunakan spesies tanaman invasif, yang dikumpulkan dalam proyek pemulihan lingkungan dan saat ini hanya disimpan atau ditinggalkan begitu saja, sebagai bahan baku untuk bahan bakar jet".
Penyimpanan tanaman kering ini dapat menimbulkan risiko kebakaran hutan di negara yang mengalami kekeringan, jadi, seringkali tanaman kering tersebut sengaja dibakar untuk menghindari risiko itu.
Spoiler for Tanaman Kering:
"Padahal, limbah tanaman ini dapat menyediakan lapangan pekerjaan pada saat pemanenan, pengumpulan, pra perawatan dan distribusi", katanya lagi.
Di beberapa daerah tanaman invasif yang dipanen sudah dimanfaatkan, namun, sebagian besar tidak digunakan dan hanya dibiarkan begitu saja. Tanaman limbah yang tidak digunakan inilah yang akan dimanfaatkan sebagai bahan baku bahan bakar.
Afrika Selatan memiliki banyak tanaman invasif dan asing untuk dibersihkan, rumput rumput liar menyebar lebih cepat daripada rumput yang dapat dipotong. Ini artinya, proyek bahan bakar jet alternatif dapat membantu mengatasi masalah ini dan tidak mungkin kehabisan stok bahan baku.
Satu tantangan besar dengan proyek semacam ini adalah biaya transportasi bahan baku, sehingga material perlu sedekat mungkin dengan tempat produksi.
Masih terlalu dini untuk memberikan gambaran nyata seberapa banyak kebutuhan penerbangan Afrika Selatan yang bisa dipenuhi dari proyek ini, namun, berdasarkan penelitian sebelumnya, secara teknis, kemungkinan ada ketersediaan yang cukup untuk memenuhi 100% kebutuhan bahan bakar jet di Afrika Selatan.
Untuk saat ini, biofuel masih perlu dicampur dengan bahan bakar jet konvensional, yang artinya teknologi tanaman limbah bisa memasok sebagian dari kebutuhan bahan bakar jet di Afrika Selatan.
Semoga kedepannya proyek ini semakin berkembang dan mendapat dukungan banyak pihak agar bisa menekan emisi gas buang dari industri penerbangan, menekan biaya operasional penerbangan, mengurangi limbah pertanian dan tanaman invasif, serta membuka lapangan perkerjaan baru.
* * *
Referensi:
1. Thompson Reuters Foundation
2. Project Solaris