Belajar Menghargai Raport Anak Dari Ayah yang Satu ini
Wednesday, July 18, 2018
Bicara tentang rapor maka bicara tentang nilai-nilai yang ada pada atau didapatkan oleh seseorang dari pencapaiannya. Semakin tinggi nilainya, maka semakin baik kredibilitas yang dimilikinya dan sebaliknya.
Quote:
Dalam thread kali ini TS mau mengambil tema tentang sikap seseorang dalam mengapresiasi sebuah nilai yang diperoleh oleh adik atau anaknya dalam proses belajar dan pertumbuhannya.
Dimana TS menulis thread ini karena terinspirasi oleh cerita seorang ayah yang punya cara lain dalam menyikapi hasil rapor si anaknya.
Sebelum lanjut ke pembahasan, ane cerita dulu sedikit tentang sosok ayah yang ane maksud tadi.
Nah pada umumnya, orang tua akan bangga dan senang terhadap anak ketika buah hatinya mendapatkan nilai rapor yang bagus dan tinggi, misal rata-rata nilai pelajarannya A atau minimal B lah (disini kita pake nilai "huruf" aja ya gan, tinggalin dulu nilai-nilai angkanya).
Akan tetapi beda cerita apabila si anak malah mendapatkan nilai rata-rata C apalagi D. TS yakin selain si orang tuanya menanggung rasa malu, si anak juga bakal nangis karena sudah merasa mengecewakan dan memalukan orang tuanya. Namun berbeda dengan salah satu sosok ayah yang berikut ini, Namanya Shane Jackson. Ketika menerima dan melihat isi rapor anaknya, Shopie. Dia menyadari bahwa nilai anaknya kurang memuaskan dan banyak nilai D yang menghiasi rapor tersebut.
Tapi hal itu tidak membuat Shane memberikan sikap yang dingin atau kesal terhadap Shopie. Dia malah melakukan pendekatan yang berbeda kepada buah hatinya tersebut, yaitu dengan cara membuat rapor sendiri dan memberikan penilaian sendiri terhadap kategori-kategori lain yang dicapai oleh Shopie.
Pada rapor yang dibikin oleh ayahnya itu, tercantum beberapa kategori yang berhasil diraih Shopie dengan nilai tinggi. Di antaranya Lucu, penyuka hewan (dog), punya imajinasi yang luas dan anak ayah terbaik. Dimana semua kategori itu mendapatkan nilai A dari ayahnya.
Dari cerita singkat di atas, itu mengilustrasikan jika seorang ayah tetap mengapresiasi dan menjaga perasaan serta semangat anaknya agar tidak jatuh dan merasa minder, walaupun ada sisi lain yang tidak sesuai dengan harapannya.
Berkaca dari romansa tersebut, maka cukup berbeda jika kita sandingkan dengan apa yang sering terjadi di masyarakat kita khalayaknya. Walaupun ane yakin tetap ada Shane-Shane yang lainnya disini.
Namun apabila kita cermati ke tempo dulu atau bahkan sekarang, masih banyak orang tua yang menekan kepada anaknya supaya bisa mendapatkan nilai yang prestise dalam rapor belajarnya disekolah. Hal ini terlihat dari cara orang tua yang keras dan egois dalam memotivasi anaknya supaya tidak mendapatkan nilai yang anjlok pada rapor sekolahnya.
Hal demikian sah-sah saja dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya, selama itu tidak mempengaruhi perkembangan psikologisnya. Namun yang menjadi warning, adalah ketika seorang ayah atau ibu lebih fokus kepada punishment (sanksinya) dibandingkan reward terhadap anaknya ketika si anak tersebut mendapatkan hasil rapor yang kurang memuaskan menurut orang tuanya.
Contoh kecilnya, kalau kita kondisikan dengan kenyataan beberapa tahun belakangan atau sekarang, orang tua lebih banyak ngomel-ngomel apabila ada anaknya yang mendapatkan nilai rapor jelek. Hal ini lantaran si orang tua merasa malu dan kecewa apabila si anak tidak berprestasi dalam belajarnya.
Refeleksinya, apakah nilai dan kualitas seorang anak hanya digantungkan dengan nilai hasil belajarnya di sekolah ? TS yakin, jika semua anak yang ada di bumi ini semuanya adalah anak-anak yang pintar, anak-anak yang berbakat dan anak-anak yang berkualitas. Hanya saja standar nilai sekolah bukanlah satu-satunya baromater yang bisa dijadikan patokan bahwa seorang anak itu pintar, berbakat atau berkualitas.
Artinya, ada sisi lain dari seorang anak yang patut di apresiasi. Seorang anak barangkali pintar dalam pelajaran, tapi belum tentu dia memiliki skill tertentu diluar pelajaran. Seorang anak barangkali mempunyai skill yang wah dalam bidang tertentu, namun belum tentu dia baik dalam aspek moral. Jadi ada dimensi-dimensi lain yang tetap layak dihargai dan tak serta merta di abaikan hanya karena fokus pada hasil rapor sekolahnya.
Dan kesimpulan dari thread adalah simpulkan masing-masing menurut hasil pemikiran kalian sendiri. Karena TS gak mau memposisikam diri sebagai penasehat. Sebab Thread maker yang satu ini juga masih perlu bimbingan dari paha suhu lainnya.
Demikian, sampai jumpa di Thread yang lain, terimakasih sudah mampir ngopi disini Gan - Sis sekalian.
Spoiler for sumur: