DEMO IBU-IBU TUNTUT SEMBAKO TURUN.



Nenek dari ibu saya hanyalah ibu rumah tangga, kakek saya seorang mantri kesehatan di Blora. Dengan adanya 8 anak, nenek saya harus memutar otak agar tetap bisa memberi makan anak anaknya walaupun hanya sehari sekali. Sekalipun kakek saya mantri kesehatan, tapi pada tahun 40-an mantri desa hanya dibayar dengan hasil tanam warga. Kadang sehari makan nasi, kadang makan ubi atau pisang. Makan satu telor dibagi 8 anak, makan ayam bisa setahun sekali. Nenek saya harus menanam pisang, ubi memelihara ayam demi untuk menyambung hidup. 

Nenek dari bapak saya adalah seorang pedagang di pasar, kakek saya bekerja sebagai pegawai di kereta api. Dengan 9 anak nenek saya juga harus ulet mengatur ekonomi keluarga. Setiap pagi dan sore anak anaknya saling bergantian mengantar dan menjemput nenek saya. Kata bapak saya, karena saking kerasnya nenek berjualan sampai tidak tahu anaknya naik kelas atau tidak. 

Inang mertua saya juga seorang pedagang baju di pasar di suatu kampung di Sumatera Utara. Amang mertua saya adalah seorang pekerja di perkebunan teh. Mungkin kalau hanya untuk makan seadanya saja cukup dengan gaji, tapi amang mertua selalu menyempatkan berladang sepulang kantor untuk menanam sayuran, cabe, kopi dll yang bisa menghasilkan uang. Mereka bekerja giat menabung supaya tidak saja bisa memberi makan bergizi, tapi terlebih supaya bisa menyekolahkan anak anaknya keluar kota bahkan keluar pulau. Dan 5 dari 6 anaknya kini bergelar sarjana 

Ibu saya hanya lulusan SMA, kakek saya meninggal ketika ibu saya SD. Setelah itu ibu saya ikut kakaknya yg sudah kerja di Jakarta dan melanjutkan sekolah sampai SMA. Kemudian diterima kerja di Migas. Sekalipun kelihatannya hidupnya enak, pegawai negeri dapat gaji bulanan tapi ada masa masa ketika kami jatuh. Ketika ibu saya dirawat di Jogja karena kanker, maka otomatis bapak saya harus bolak balik Cepu-Jogja. Saya kurang tahu pembiayaan ibu saat itu, yg jelas saat itu keuangan kami pelan pelan drop. Tapi bapak ibu saya gak pernah mengeluh di hadapan kami. 

Saya sendiri pernah mengalami masa masa drop dalam hidup, pernah suatu waktu hanya untuk memeriksakan anak saya harus pinjam 50.000 ke adik saya. Karena memang tidak ada uang yg lebih di tangan, hanya cukup untuk makan seadanya. 

Beruntung saya dibesarkan disekitar perempuan perempuan tangguh, yang memberi contoh untuk tidak pernah menyerah menghadapi kesulitan, yang bertanggung jawab penuh pada hidupnya dan tidak mudah menyalahkan keadaan. .

Related Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel