Ini nih yang memicu laki-laki melakukan pelecehan seksual
Tuesday, July 17, 2018
Ente pernah ngalamin yang namanya pelecehan gak gan? Entah itu pelecehan seksual pas ente masih kecil misalnya, atau malah pas udah dewasa. Etapi pelecehan gak selamanya tentang seks lho ya. Misal kayak direndahin gitu, di caci maki, di bully, itu termasuk pelecehan. Eh ternyata yang gemar melakukan pelecehan seks kek gitu emang kaum laki lho gan. Dan semua itu gak terjadi gitu aja karena emang hobi dia. Mana ada hobi melakukan pelecehan seksual :ngakak
Hobi mah renang, maen game, maen bola. Karena itu pelecehan gak boleh kita lakukan, hal yang gak boleh kita lakukan selain melecehkan ialah nyelengkat nenek-nenek lagi nyapu.
Nah apasih yang bikin para pria jadi melecehkan orang lain? Nih artikel sekut di bawah bakal menjawab semuanya.
Quote:
Ilustrasi pelecehan. | KPG Payless2 /Shutterstock
Penelitian baru menunjukkan, pelecehan seksual berhubungan dengan rasa insecure, kegelisahan, dan keinginan seseorang untuk mempertahankan status sosialnya.
Jadi, pelaku pelecehan mungkin tidak sekadar memanfaatkan kuasa mereka. Sebaliknya, perilaku mereka justru berkaitan dengan rasa tidak percaya diri dan perasaan bahwa orang lain menganggap mereka tidak layak berada di posisi dominan.
Penelitian yang baru dipublikasikan dengan judulFeeling Powerful but Incompetent: Fear of Negative Evaluation Predicts Men's Sexual Harassment of Subordinates relevan dengan kampanye #MeToo yang dimulai sembilan bulan lalu, dan masih terus mendapat perhatian hingga kini.
Gerakan #MeToo dipicu ulah produser film kesohor Harvey Weinstein. Weinstein memanfaatkan kerapuhan para aktris baru yang berharap untuk memacu karier mereka di Hollywood, industri yang didominasi laki-laki.
Korban-korban Weinstein melaporkan bahwa ia menggunakan otoritasnya sebagai produser kesohor untuk melakukan pelecehan seksual.
Apakah ciri-ciri kepribadian tertentu dapat menunjukkan kemungkinan pelecehan seksual pada laki-laki dan perempuan? Sebuah tulisan di Washington Post membahas karya psikolog John Pryor dari University of Illinois yang menciptakan skala Likelihood to Sexually Harass.
Pryor dan rekan-rekannya menemukan, faktor lingkungan, kurangnya empati, dan keyakinan kuat dalam peran gender tradisional adalah karakteristik khas yang dimiliki oleh banyak pelaku pelecehan.
Psikolog David Ley mengatakan kepada CNBC, status dan hak istimewa yang diberikan pada posisi punya kuasa dapat menciptakan rasa tak terkalahkan semu pada laki-laki. Ini dapat menyebabkan tindakan pelecehan dan intimidasi.
"Ada masalah intens hak dan kekuasaan dan kontrol yang tidak terkendali mengarah ke situasi di mana laki-laki merasa terlibat dalam perilaku semacam ini adalah hal wajar," kata Ley.
Sekarang, sebuah penelitian baru menemukan bahwa laki-laki yang berkuasa secara seksual melecehkan orang lain karena rasa insecure, mereka takut dianggap tidak kompeten.
"Takut orang lain akan menganggap Anda tidak kompeten adalah prediktor pelecehan seksual yang lebih baik daripada ketidakmampuan yang Anda rasakan sendiri," ujar Leah Halper, penulis utama studi tersebut kepada Daily Mail.
Para ilmuwan dari Ohio University pun melakukan tiga eksperimen terpisah, dan menyatukan kesimpulan masing-masing. Hasilnya diterbitkan di Sex Roles: A Journal of Research.
Dalam percobaan pertama, para peneliti bertanya kepada para peserta laki-laki. Seberapa besar kemungkinan mereka akan mendukung seorang bawahan perempuan secara seksual jika mereka memiliki kuasa atas perempuan tersebut dalam situasi hipotetis yang berbeda.
Kemudian para laki-laki mengambil peran mewawancarai perempuan untuk suatu pekerjaan potensial.
Sebagai contoh, dalam satu skenario, responden laki-laki diminta untuk membayangkan bahwa dia adalah seorang eksekutif di sebuah perusahaan besar. Berusia 42 tahun, dan berkarier mulus.
Responden laki-laki juga diminta untuk membayangkan mereka mewawancarai kandidat, dan seorang pelamar bernama Michelle S. mengatakan bahwa dia sangat membutuhkan pekerjaan itu. Dalam skenario ini, dikatakan juga bahwa responden laki-laki tertarik pada Michelle S.
Pertanyaan yang menilai pelecehan seksual dalam skenario ini adalah: "Dengan anggapan karier Anda cukup baik sehingga tidak ada pembalasan yang mungkin terjadi, akankah Anda menawarkannya pekerjaan dengan aktivitas seksual sebagai bayarannya?"
Dengan nilai dalam skala dari 1 (sama sekali tidak mungkin) hingga 5 (sangat mungkin). Pertanyaan serupa digunakan untuk mengukur pelecehan seksual pada masing-masing skenario lain.
"Temuan ini menunjukkan bahwa pelecehan seksual tidak hanya dipicu oleh rasa berkuasa, tetapi juga dari rasa insecurity," tulis para peneliti dari studi pertama.
Studi kedua tidak berfokus pada pelecehan seksual tetapi pada sesuatu yang lebih halus, yakni perilaku pelecehan seksual, atau pelecehan gender. "Suatu bentuk pelecehan lingkungan yang tidak bersahabat, mengacu pada perilaku verbal yang menunjukkan permusuhan atau merendahkan individu di tempat kerja, seperti lelucon berbau seksual atau seksis."
Dalam skenario ini, peserta diminta untuk mengirimkan artikel tentang seksualitas atau artikel tanpa konten seksual kepada perempuan. Kesimpulannya sama seperti pada studi pertama, laki-laki terlibat dalam perilaku melecehkan ketika mereka takut dianggap tidak kompeten.
Studi ketiga mirip dengan yang pertama tetapi pesertanya tidak hanya laki-laki. Ada juga perempuan.
Perempuan cenderung tidak melecehkan bawahan secara seksual ketika dalam posisi punya kuasa. Beda dengan laki-laki. Dalam studi ketiga ini juga, persepsi ketidakmampuan mengindikasikan tingginya kemungkinan laki-laki untuk terlibat dalam perilaku pelecehan seksual.
Singkatnya, para penulis mencatat,
"Hasil menunjukkan bahwa kekhawatiran dianggap tidak kompeten (misal, nilai Ketakutan akan Skor Evaluasi Negatif) secara positif memprediksi pelecehan seksual oleh laki-laki terhadap bawahan perempuan. Di antara perempuan, skor Takut akan Evaluasi Negatif tidak berhubungan dengan pelecehan seksual terhadap bawahan laki-laki."
Lebih jauh lagi, hubungan ini mengendalikan narsisisme, harga diri, dan skor Generalized Self-Efficacy. Ini menunjukkan rasa takut bahwa orang lain akan memandang seseorang tidak kompeten adalah prediktor pelecehan seksual yang lebih baik daripada ketidakmampuan yang dirasakan diri sendiri.
Nah buat kaum Adam, jangan sampe dah kek gitu. Menggunakan kekuasaan buat hal yang bikin orang lain rugi. Kan kasian orang mau bener-bener kerja eh malah dimanfaatin.
Mending ternak lebah aja yuk !
"Jangan bersedih jika kamu tidak di hargai, Tapi bersedihlah jika kamu tidak berharga lagi" - Kang Jati 1990
Quote:
:hn Buat liat informasi menarik lainnya seperti artikel di atas bisa liat di sini :cystg Jangan lupa rate bintang 5, tinggalin komentar dan bersedekah sedikit cendol buat ane dan ane doain agan makin ganteng dan cantik deh :cendolgan SUMUR : Beritagar.id
Jangan lupa kunjungi thread ane yang lain gan:thumbup:thumbup:excited