Moeldoko: Lebih Mudah Jadi Panglima TNI
Sunday, July 22, 2018

Membicarakan segala sesuatu tentang presiden ke-7 kita Bapak Jokowi memang selalu menarik untuk di simak. Tidak heran jika yang berhubungan dengan beliau selalu menjadi viral di kalangan netizen tanah air. Termasuk soal isu simpang siur terkait siapa yang pantas untuk mendampinginya sebagai cawapres di periode kedua kepemimpinannya nanti.
Banyaknya nama-nama tokoh publik yang mengemuka tak ayal menimbulkan beragam spekulasi baik di kalangan pengamat, maupun rakyat biasa. Saya pun beberapa hari lalu sempat membaca majalah Gatra, dimana dalam edisi ke-38 tersebut membahas tentang Jenderal TNI (Purn.) Moeldoko yang santer digadang-gadang sebagai salah satu kandidat cawapres pendamping Jokowi.
Sungguh sebuah ulasan yang sangat menarik jika dilihat dari perspektif kedekatan Moeldoko dengan Jokowi yang mulai terlihat saat pesta pernikahan Kahiyang Ayu-Bobby Nasution, dimana saat itu Moeldoko di percaya memberi kata sambutan mewakili pihak keluarga Jokowi. Suatu pertanda yang luput saya maknai dari kacamata sebagai orang awam.
Namun Moeldoko kerap menampik kedekatannya dengan Jokowi hanyalah karena dirinya pernah menjadi bawahan presiden saat masih menjabat sebagai Panglima TNI. Walaupun kenyataannya berkata lain, tidak lama setelah prosesi pernikahan anak kedua Jokowi tersebut, dirinya pun dilantik mengemban tanggung jawab negara yang amat krusial sebagai Kepala Staf Kepresidenan.

Ketika di wawancarai oleh reporter Gatra tentang adanya penekanan khusus dari Presiden Jokowi saat mengangkatnya menjadi Kepala KSP. Moeldoko mengaku tidak memahami dasar pertimbangan Jokowi menunjuk dirinya. Ia hanya berusaha untuk menjalankan tugasnya dengan maksimal, termasuk memberi dukungan kepada presiden dan wakilnya dalam hal mengelola isu-isu strategis, membangun komunikasi politik, monitor dan evaluasi proyek-proyek strategis nasional.
Bahkan dirinya mengaku siap untuk menjadi bemper negara sebagai bagian dari sikap prajurit sejati yang setia serta mengedepankan loyalitas.
"Persoalan gizi buruk yang menimpa Asmat, serta permasalahan harga pangan terkait ekspor dan impor yang sempat ramai beberapa waktu belakangan merupakan satu diantara isu-isu strategis yang saya kelola di KSP, agar tidak menimbulkan kebingungan publik. Kemudian juga terkait anggapan negatif bahwa pemerintah hanya fokus membangun infrastruktur saja, itu kita sampaikan tidak benar, karena pembangunan infrastruktur dalam kontek konektivitas juga membangun peradaban manusia," ucap Moeldoko saat ditanya mengenai apa saja yang pernah ia lakukan selama di KSP.

Lebih lanjut Moeldoko mengatakan bahwa salah satu yang menjadi tupoksinya di KSP adalah mengakselerasi hambatan-hambatan yang terjadi di semua kementerian. Memonitor segala hal yang berkaitan dengan tugas seorang menteri, mengkomunikasikannya agar dapat kembali berjalan dengan baik, terutama menjelang pesta demokrasi yang sebentar lagi akan berlangsung.
Terkait dengan pesta demokrasi menjelang Pilpres 2019 Moeldoko mengatakan bahwa dirinya dan KSP selalu mengantisipasi segala sesuatu yang berkaitan dengan hal tersebut, terutama agar tidak membengkak menjadi sebuah isu yang tidak produktif.
"Secara teori, jika ada sebuah berita bohong (hoax) yang dikabarkan hingga berkali-kali maka masyarakat akan menganggapnya sebagai kebenaran. Itu yang kita tidak bisa biarkan terjadi. Kita harus bisa memberikan pendidikan yang benar kepada masyarakat agar tidak menjadi bingung. Yang kita counter adalah berita-berita yang tidak produktif agar masyarakat kita khususnya anak-anak muda menjadi optimis melihat pembangunan di segala sektor yang sudah membaik," sambung Moeldoko.

Saat ditanya terkait keterlibatan KSP dalam penjaringan cawapres Jokowi, dengan tegas Moeldoko menampik hal tersebut. Ia mengatakan bahwa KSP tidak melakukan tugas yang berkaitan dengan politik praktis. Lebih lanjut dirinya mengatakan tugas komunikasi politik yang ia lakukan bersama KSP lebih untuk menjaga stabilitas politik, ekonomi serta keamanan dalam negeri dapat berjalan dengan baik.
Mengenai tanggapannya saat ditanya terkait Jokowi yang memasukan namanya sebagai salah satu cawapres, Moeldoko pun menjawab dengan santai. Baginya, ia selalu memberikan jawaban yang sama, bahwa ia tetap setia dan fokus pada pekerjaan di KSP tanpa mau terganggu oleh situasi tersebut. Ia menyerahkan sepenuhnya kepada masyarakat yang banyak berspekulasi, namun sebagai mantan Panglima TNI ia terbiasa untuk menjalani sesuatu yang pasti ada di depan mata, serta bersungguh-sungguh menjalankan tupoksinya di KSP.
Walaupun Moeldoko tidak menampik bahwa ada dukungan dari sesama purnawirawan di TNI terkait pencalonan sebagai cawapres, namun ia menganggap hal tersebut sangatlah wajar apalagi jika menyangkut Esprit de corps (baca: eˌsprē də ˈkôr) atau perasaan bangga, persekutuan, dan loyalitas yang dimiliki oleh sesama anggota kelompok, dalam hal ini TNI.
Moeldoko pun kemudian ditanya oleh wartawan Gatra terkait mana yang lebih susah menjadi Panglima TNI atau Kepala KSP?
"Saya pikir lebih gampang menjadi Panglima TNI ya. Bukan apa-apa, karena Panglima TNI tidak memiliki tugas yang se-holistik ini. Menghadapi pertanyaan wartawan yang sangat teknis walaupun ada tugas menteri yang menangani. Tapi ini kenapa pada larinya ke KSP sih? Ya walaupun mungkin karena saya sendiri tidak pelit memberikan informasi kepada teman-teman media, sehingga akhirnya KSP menjadi sumber rujukan haha," jawab Moeldoko.
Memahami sosoknya secara sekilas melalui wawancara dengan majalah Gatra, kok malah membuat saya semakin yakin bahwa Moeldoko sebenarnya adalah figur yang tepat untuk mendampingi Jokowi sebagai cawapres. Semua kriteria yang diperlukan dalam sosok cawapres yang mampu mendampingi serta mengimbangi tugas seorang presiden ada dalam diri Moeldoko. Menurut Anda gimana?
Liputan lengkap wawancara ini dapat Anda lihat pada Majalah Gatra edisi 38, terbitan 19 – 25 Juli 2018. Atau bisa juga mengunjungi tautan berikut: https://www.gatra.com/rubrik/majalah...-Jadi-Panglima
Salam!