Moeldoko Sampaikan Pesan Dari Afganistan
Friday, July 6, 2018
Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko menghadiri Wisuda Periode IV Wilayah 2 Universitas Terbuka (UT) di Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (3/7).
Dalam Pidatonya, Moeldoko bercerita tentang pesan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani kepada Presiden Jokowi untuk bangsa Indonesia karena negara Indonesia relatif besar. Jika dibandingkan dengan Afghanistan negara yang relatif kecil, hanya 14 suku, tapi dari 14 itu 2 suku berkelahi sampai sekarang ini sudah 40 tahun belum jelas kapan pertikaian disana berakhir. (merdeka.com)
Perpecahan di Afganistan tersebut semakin menjadi karena satu suku yang bertikai membawa bala bantuan dari luar, begitu pun suku lawannya. Akibatnya perang antarsuku di negara tersebut tak kunjung usai hingga kini.
Bahkan saking mirisnya keadaan disana, Ibu Negara Afghanistan Rula Ghani juga 'curhat' soal kondisi negerinya. Betapa sedihnya saat sebelum ada perang, peradaban di sana cukup maju. Wanita bisa pergi ke mana saja dan menyetir mobilnya sendiri dengan aman.
Hal yang harus difikirkan, saat perang terjadi kaum wanita dan anak-anak adalah pihak yang paling menderita. Terutama anak-anak yang harusnya sekolah dan belajar dengan mudah seperti di Indonesia, tapi mereka harus merasakan kejamnya perang.
Presiden Afganistan kagum melihat Indonesia yang memiliki banyak suku, agama, dan bangsa namun tetap aman. Namun, di sisi lain, beliau berpesan kepada Jokowi untuk selalu menjaga keberagaman tersebut agar tidak bernasib seperti negaranya.
Tapi itu bukan hanya tugas Jokowi sebagai Presiden saja untuk menjaga kita namun, kita juga harus menjaganya, setiap pribadi yang hidup di Indonesia wajib menjaga keutuhan bangsa agar tidak bernasib seperti Afganistan atau yang lainnya yang berada dalam kondisi perang.
Moeldoko menyatakan semua masyarakat Indonesia adalah katalisator dan bagian dari kohesi bangsa ada di tangan kita. Untuk itulah pahamkan mereka, pengaruhilah lingkungan kita masing-masing menuju pada sebuah kondisi yang semakin baik dalam konteks kesatuan dan persatuan berbangsa dan Negara.
Selain itu, perbedaan ini hendaknya kita sikapi sebagai anugrah yang indah untuk saling memahami dan berbagi. Jangan ada lagi bicara soal perbedaan dan minoritas-mayoritas. Apalagi pertentangkan suku, agama, dan budaya.
Tidak bisa dipungkiri bahwa Indonesia itu negara yang sangat beruntung dengan adanya perbedaan suku, agama, ras, adat, bahkan budaya. Namun dibalik itu semua, jargon, Bhinneka Tunggal Ika harus selalu ada di hati dan itulah sumber kebahagiaan kita sebagai masyarakat yang hidup berdampingan. Karena bahagia itu kita yang ciptakan.