Sekolah Digembok Warga, Ada Apa Dengan Pendidikan Sekarang?


Akhir-akhir ini, dunia pendidikan di tanah air banyak diwarnai oleh-hal-hal yang semestinya tidak layak terjadi pada lembaga yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa tersebut.

Mulai dari tawuran pelajar, pelecehan, penganiayaan yang dilakukan guru terhadap siswa, siwa terhadap guru, bahkan ada yang sampai berakhir dengan kematian. Ironis memang, ketika lembaga yang berusaha mencetak generasi bangsa yang beradab ini harus dinodai oleh hal-hal yang tidak etis.

Peristiwa terkini yang terjadi pada lembaga pendidikan adalah digemboknya sebuah Sekolah Menengah Atas (SMA) oleh warga setempat. Pasalnya cukup sederhana. Hanya karena sang anak tidak lolos/diterima saat seleksi siswa baru, orang tua siswa jadi marah dan melakukan penggembokan terhadap sekolah tersebut.
***
Seperti diwartakan oleh TribunBali,com (5/7), sebuah sekolah yaitu SMA Negeri 6 Denpasar digembok warga pada kamis 5 Juli 2018 lalu. Pelakunya adalah dua orangtua siswa yang tinggal tidak jauh dari sekolah tersebut. Alasannya, anak mereka tidak diterima di sekolah tersebut, padahal anaknya cerdas dan dapat nilai yang tinggi dari sekolah asalnya.

Kedua orangtua itu protes, mengapa anak mereka yang tinggal dekat dengan sekolah, dan menurut peraturan, anak yang dekat sekolah lebih mendapat priorits, tapi kenyataannya tidak diterima?

Untungnya aksi penggemboklan itu tidak berlangsung lama, yaitu dari sekitar jam 9.30 hingga jam 10.00, atau hanya sekitar setengah jam.(*)
***
Menurut Ane, di sini orangtua siswa salah persepsi atau salah paham. Memang benar, setiap siswa yang tinggal dekat sekolah adalah mendapat prioritas. Sebagai contoh, sebuah SMA di dekat rumah Ane dalam pengumuman penerimaan siswa baru menyatakan bahwa prioritas siswa yang diterima adalah: 60% dari siswa yang tinggal satu kecamatan dengan sekolah, 30% dari siswa yang tinggal di kecamatan lain yang masih satu kabupaten, dan 10% lagi dari siswa yang berasal dari luar daerah.

Ketetapan ini bersifat Nasional yang diatur dalam Standar Nasional Pendidikan. Jika demikian, mengapa kedua anak di Denpasar Bali itu tidak diterima? Jawabannya, mungkin saja kedua anak itu nilainya yang paling rendah dari semua calon siswa lain yang mendaftar di sekolah itu. Sebab sekolah menetapkan kelolosan adalah berdasarkan rangking nilai dari semua siswa yang mendaftar. Boleh jadi kedua anak itu adalah yang tertinggi nilainya di sekolahnya, namun akan menjadi yang terendah jika dibanding dengan siswa dari berbagai sekolah lain.

Lalu mengapa mereka tidak diprioritaskan, sedangkan mereka tinggal dekat dengan sekolah? Ya, karena kuota untuk siswa yang dekat sekolah sudah penuh bahkan lebih, sehingga harus diseleksi lagi siapa yang nilainya paling rendah.

Contoh, anggap saja SMA 6 Denpasar itu menerima siswa baru sebanyak 100 orang. Maka jatah siswa yang tinggal dekat sekolah adalah 60% berarti 60 orang. Ternyata siswa yang tinggal dekat sekolah yang mendaftar sebanyak 70 orang, maka harus ada 10 siswa yang digugurkan/tidak diterima, dengan memilih sepuluh siswa yang nilainya terendah, walaupun selisih nilai hanya 0,1.

Di SMA anak Ane sekolah misalnya, selisih nilai antara siswa rangking 1 dan rangking 20 cuma 0,04. Jadi, andai dicari 10 siswa yang lolos, maka jelas anak Ane tidak lolos, padahal nilainya cukup tinggi, di atas rata-rata 8.

Karena itu, jangan terburu protes jika merasa anak pintar dan dekat sekolah tapi tak diterima.(**)Ditulis sendiri setelah baca berita dari TribunBali.com

Quote:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel