Hapus DMO Batubara, Demi ‘Abang’ dan ‘Kawan’?



Waduh, impor minyak dan gas bumi (migas) lagi-lagi jadi biang kerok penyebab defisitnya neraca perdagangan Indonesia nih. Badan Pusat Statistik (BPS) bahkan mencatat nilai impor migas pada Juli 2018 naik 22,2% dibandingkan Juni 2018, menjadi US$ 2,61 miliar atau setara dengan Rp 38,18 triliun.

Belum selesai dengan urusan tersebut, beberapa waktu lalu, tersiar kabar bahwa Pemerintah berencana menghapus aturan kewajiban memasok batu bara untuk kebutuhan dalam negeri bagi pembangkit listrik yang dioperasikan PT PLN (Persero), atau biasa disebut Domestic Market Obligation (DMO) batu bara.

Pemerintah tuh tau gak sih, kalau DMO di cabut itu akan berdampak pada tingginya biaya produksi listrik. Ujung-ujungnya harga listrik akan melonjak tinggi, beberapa daerah bahkan akan terancam oleh pemadaman listrik lho gaes!

Kendati dianggap bisa mendongkrak penerimaan devisa negara (yang tidak terlalu signifikan) karena harga batu bara sedang tinggi, namun kebijakan untuk menghapus DMO batu bara diprediksi justru bakal menambah beban keuangan PLN. Ini aneh, pangkal permasalahannya di migas, tapi kenapa malah cari solusi penghapusan DMO batu bara?

Hal inipun menimbulkan pertanyaan, mengapa Kementerian BUMN seolah 'mengamini' penghapusan DMO batubara tersebut? Padahal, PLN (perusahaan listrik nasional dibawah Kementerian BUMN) sebagai pembeli batubara akan terbebani karena harus membeli batubara di Harga Spot jika DMO dihapus?

Ya mungkin wajar sih, karena bisnis si 'Abang' di Migas kan gak boleh diganggu gugat, jadi lebih baik cari 'korban' lain saja. PLN mah cincai.

Kalau belum pada tau, impor migas Indonesia itu harus dilakukan melalui Integrated Supply Chain (ISC), sebuah perusahaan berbasis di Singapura yang dikendalikan oleh Ari Soemarno, yang notabene adalah abang kandung dari Menteri BUMN Rini Soemarno.

Selain itu, penghapusan DMO batubara pastinya akan menguntungkan teman-teman Rini para kartel batubara di Indonesia, seperti Bumi Resources (Bakrie), Adaro (Sandiaga Uno) dan Haji Sjam (Taipan Lokal Batubara di Kalsel) yang notabene orang dekatnya JK. Makin keliatan deh modusnya.

Para kartel batu bara tersebut tentunya akan sangat mendukung solusi menutupi defisit perdagangan Migas dengan menghapus DMO Batubara. Secara politik, bahkan salah satu pemilik Adaro, Sandiaga Uno, sedang melenggang menjadi Cawapres 2019. Keuntungan di sektor batu bara ini tentu akan dapat menjadi tambahan modal yang signifikan untuk kampanye toh?

Hmm, benar-benar model bisnis yang saling menjaga. Di satu sisi kepentingan sang menteri BUMN terhadap bisnis abangnya Ari Soemarno akan saling di jaga oleh kepentingan kartel batu bara, dilain pihak, para kartel tersebut akan meraup keuntungan yang jauh lebih besar dari sebelumnya.

Ini ibaratnya 'aliran air mengecil karena ada masalah di pipa airnya, yang dibenerin justru malah kerannya, bukan pipanya'.


Lalu, apakah penghapusan DMO nantinya tak akan menjadi bumerang bagi industri migas kita, dan juga, bagi Kementerian BUMN?

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel