Mengenal Magot, Si Pengolah Sampah Organik yang Andal

 trubus.id Pengolahan sampah sampai hari ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi warga, utamanya di kota-kota besar. Padahal setiap harinya, volume sampah terus bertambah. Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2015 menyebutkan, timbunan sampah di seluruh Indonesia mencapai 175 ribu ton setiap harinya.
Kebanyakan sampah rumah tangga berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Selebihnya hanya dikubur untuk dijadikan kompos, didaur ulang atau dibakar. Untuk mengolah sampah sendiri memang perlu teknologi yang mahal dan dengan cara yang agak rumit.
Namun tenang saja, kini telah tejadi perubahan metode mengolah sampah organik dengan cara yang lebih sederhana dan dengan biaya murah. Hebatnya, cara memproses sampah ini tidak butuh teknologi mahal. Yang dibutuhkan hanyalah serangga.
Pemanfaatan Magot Sebagai Pengolah Sampah Organik
Yah, saat ini cara memproses sampah berbasis serangga memang tengah dikembangkan. Dengan program biokonversi, kandungan nutrien yang ada di dalam sampah organik dapat dikonversi menjadi nutrien bentuk lain yaitu biomassa magot. 
Biokonversi ini mampu mengolah sampah organik dalam waktu yang lebih cepat dan biaya murah. Selain itu program ini mudah diterapkan oleh siapa saja dari berbagai kalangan. Dan yang lebih penting, produk yang dihasilkan mempunyai nilai ekonomi.

Informasi seputar pemanfaatan magot ini lebih detail dan lengkapnya bisa dipelajari dari buku yang ditulis seorang peneliti di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Melta Rini Fahmi. Dalam buku yang diberi judul: 'Magot, pakan ikan protein tinggi dan Biomesin Pengolah Sampah Organik' ini, perempuan yang tinggal di Depok ini memaparkan pengalamannya memanfaatkan magot sejak tahun 2004 silam.
Dalam buku yang diterbitkan oleh Penebar Swadaya ini juga Rini menguraikan bagaimana cara memproses sampah organik yang memanfaatkan larva Black Soldier Fly (BSF). Larva jenis ini sangat aktif memakan berbagai bahan organik seperti buah-buahan, sayuran, sampah pasar, sampah dapur, limbah ikan, serta kotoran hewan ternak. 
Namun tidak perlu khawatir, lalat BSF ini tidak teridentifikasi sebagai vektor penyakit, baik saat masih dalam bentuk larva maupun ketika sudah dewasa. Buktinya, pemanfaatan magot sebagai pengurai sampah yang efektif dan handal telah dilakukan juga oleh negara-negara berkembang lainnya. Dan kini, di Indonesia pun sudah mulai diterapkan juga.

Sejak 4 Tahun Lalu Depok Mengolah Sampah Organik Pakai Magot
Pemanfaatan magot atau belatung dari lalat hitam atau Black Soldier Fly sudah cukup lama dilakoni oleh Pemerintah Kota Depok, dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK). Heriyanto, salah satu pengelola sampah organik dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) kota Depok mengungkapkan, sudah 4 tahun Pemkot Depok memanfaatkan magot ini untuk mengolah sampah organik.
Kepada Trubus.id, Haryanto juga memaparkan bagaimana binatang yang punya citra buruk karena dianggap bisa menyebarkan penyakit ini bisa menjadi sangat bermanfaat. Dia bercerita, sampah-sampah yang telah sampai di Unit Pengolahan Sampah (UPS) awalnya dipilah berdasarkan kategorinya masing-masing.
Ia melanjutkan, sampah organik yang telah dipisahkan ini kemudian dijadikan makanan magot. Magot sangat rakus dalam memangsa sampah organik ini. Apapun dimakan tanpa sisa, mulai dari sampah buah sampai tulang ayam.

"Satu gram telur lalat hitam, perlu sekitar satu kilogram sampah organik," katanya ketika ditemui di Pekan Lingkungan Hidup yang digelar di JCC, Jakarta Pusat, Sabtu (21/7) lalu.
Heriyanto selama ini mengaku telah melakukan pelatihan bagaimana cara mengelola sampah dengan memanfaatkan magot. Selain warga biasa, banyak juga peternak yang belajar kepada dirinya. Namun ia mengaku lebih suka jika ada orang yang tertarik budidaya magot untuk datang ke tempat pengelolaan sampah langsung.
Menurutnya, dengan datang langsung ke tempat budidaya magot, orang akan mengetahui lebih detail prakteknya seperti apa. Banyak orang yang awalnya geli atau jijik melihat magot, apalagi memegangnya.
"Orang-orang yang punya tekad kuat akan bisa mengalahkan semua itu," katanya.
Sampai saat ini ia terus mengajak masyarakat untuk mengolah sampah dengan cara unik ini. Namun sampai sekarang skala-nya masih termasuk kecil. Setiap hari baru mampu mengurai sampah organik 300 sampai 400 kilo. 
5 Keuntungan Mengelola Sampah Organik Pakai Magot
Sampah, khususnya sampah organik jika dikelola dengan baik akan menghasilkan nilai ekonomis. Namun sayangnya, masih banyak orang yang enggan melakukannya. Padahal ada cara mudah untuk melakukan hal itu. Dengan memanfaatkan magot atau belatung lalat Black Soldier Flies contohnya.
Heriyanto, seorang pembudidaya magot di Unit Pengelolaan Sampah (UPS) Merdeka Depok mengatakan, magot memiliki banyak manfaat. Karena itu, laki-laki yang bekerja di Dinas Lingkungan Hidup Kota Depok ini mulai melakukan budi daya magot sejak 4 tahun lalu. Namun demikian ia mengaku, usaha yang dirintisnya masih dalam skala kecil.

Tetapi meski demikian, Hariyanto mengaku sudah bisa merasakan keuntungan mengurai sampah dengan bantuan magot hasil budidayanya. Berikut beberapa kelebihan memanfaatkan magot dalam mengelola sampah menurut Hariyanto.
1. Pengurai sampah
Magot atau larva atau belatung yang dihasilkan dari telur lalat hitam (BSF) sangat aktif memakan sampah organik. Sampah rumah tangga seperti sayur, buah dan lainnya bisa sangat cepat diurai menjadi pupuk.
2. Tidak Berbau
Sampah organik yang membusuk akan menimbulkan bau yang tidak sedap. Apalagi jika sampah tersebut jumlahnya banyak. Untuk mencegahnya kita bisa meminta pertolongan magot. Setelah sampah rumah tangga kita pilah, sampah organik bisa langsung kita berikan kepada magot-magot yang rakus. Dan hebatnya, sampah organik yang langsung dimakan magot tersebut tidak sempat menimbulkan bau tidak sedap.
3. Menghasilkan Pupuk
Magot yang makan sampah organik tersebut akan mengeluarkan kotoran. Nah kotoran ini sangat baik untuk dijadikan pupuk alami. Pupuk yang dihasilkan para magot ini bisa bernilai ekonomis tinggi.
4. Magot sebagai alternatif pakan ternak
Di tengah tingginya pakan ternak, magot adalah salah satu alternatif pakan ternak yang cukup murah. Magot mengandung protein yang cukup tinggi. Magot yang berwana kuning pucat itu bisa dipakai untuk pakan ikan.
5. Biaya Murah
Dibanding dengan mengolah sampah organik dengan teknologi, mengolah sampah dengan bantuan magot sangat murah. Kita hanya menyediakan kandang lalat hitam yang berasal dari kayu dan kain hitam, juga bak-bak untuk memelihara magot sehingga mereka mampu mengolah sampah menjadi pupuk organik.
Magot Sebagai Pakan Alternatif
Di balik bentuknya yang untuk sebagian orang menjijikan, magot ternyata punya banyak manfaat. Selain berjasa dalam membantu mengolah sampah organik, magot juga bisa dijadikan pakan alternatif untuk ikan maupun unggas yang mampu menggenjot perikanan budidaya setelah terjadi penurunan angka penangkapan ikan di alam.
Menurut Melta Rini Fahmi dalam buku "MAGOT, Pakan Ikan Protein Tinggi dan Biomesin Pengolah Sampah Organik" yang diterbitkan Penebar Swadaya, pemanfaatan magot sebagai pakan ikan, baik untuk ikan hias maupun ikan konsumsi. Dalam bentuk tepung, magot bisa meningkatkan daya tahan tubuh Ikan, mempercepat pertumbuhan, mempercepat kematangan gonad dan memperbaiki kualitas warna ikan.

"Keunggulan magot hidup terletak pada nutrientnya tidak berkurang atau rusak, ikan menjadi cenderung lebih akatif dan memiliki performa lebih baik. Sedangkan keuntungan magot kering ada pada masa simpan dan masa pemakaian lebih lama, kandungan nutrient tetap terjaga, dapat diberikan pada ikan dengan berbagai ukuran bukaan mulut dan magot kering dapat dimanfatkan sebagai pakan induk koi dan beberapa jenis ikan predator," jelas Melta dalam bukunya itu. 
Aplikasi magot sebagai pakan ikan terlihat pada analisis selama tiga bulan. Pemberian suplemen magot kecil memberikan respon yang baik terhadap kesehatan ikan. Hal ini ditandai dengan tingginya angka kelangsungan hidup (survival rate). 
Pada ikan yang diberi suplemen magot kecil, survival rate mencapai 94%, sedangkan yang tidak menggunakan suplemen hanya mencapai 64%. Tingginya kelangsungan hidup ikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan daya tahan tubuh ikan (self defense). Hasil uji coba ini juga memperlihatkan gambaran darah ikan yang diberi suplemen memiliki sistem pertahanan tubuh yang baik. 
Sedangkan penelitian selanjutnya, magot hidup diberikan sebagai pakan alternatif ikan nila dengan komparasi pelet. Dalam ujicoba selama 40 hari selama masa penelitian tersebut, dilakukan pengamatan terhadap kandungan nutrient ikan yaitu protein, lemak, asam lemak, asam amino dan karbohidrat.
Ikan yang diberikan pelet komersial rataan bobot tubuh setelah 40 hari kira kira 5,7g dengan panjang 26 kurang lebih 0,7cm. Adapun nilai yang diberi pakan mogot 100% berbobot kurang lebih 4,7g dan panjang 25 kurang lebih 0,2cm. Hasil pengukuran dan penimbangan bobot ikan tersebut menunjukan nila yang diberi magot 100% lebih besar dan ukurannya lebih seragam dibandingkan nila yang diberi pelet. 
Penelitian selanjutnya, adalah pemakaian pelet alternatif berbasis magot untuk pakan ikan nila dan ikan mas. Uji coba dilakukan di kecamatan Singkut Kabupaten Sorolangun, Provinsi Jambi terhadap minyak inti sawit yang menghasilkan bungkil kelapa sawit.
Magot yang diproduksi di wilayah tersebut dikumpulkan dalam satu pabrik pakan yang memproduksi pakan ikan dengan basis bahan baku lokal dengan sumber protein 100 persen dari magot. Formulasi yang dibuat cukup sederhana yaitu dedek halus, magot, vitamin mix dan binder. 

Ujicoba diberikan dengan membandingkan ikan yang diberi pelet komersial berkadar protein yang hampir sama. Yang didapatkan yakni produksi ikan nila dan ikan mas untuk kedua jenis ikan tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Artinya, pelet komersial dapat digantikan dengan pelet alternatif berbasis mogot yang memliliki harga yang lebih rendah.

sumber

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel