Pada Perang Dunia I (1914-1918), merupakan teater sebuah perang statis berupa perang parit. Para prajurit bertahan di parit-parit pertahanan dan berusaha merebut parit lawannya. Untuk merebut parit lawan para prajurit harus melintasi "tanah tak bertuan" dan saat itulah mereka menjadi sasaran empuk senapan mesin lawan. Korban yang jatuh bisa mencapai ribuan orang dalam sekali gelombang serangan.
Pengalamannya di Perang Dunia Pertama yang membuat Guderian sang Pencetus mempunyai ide Blitzkrierg. Dalam perang yang dikenal sebagai "Perang Parit" ini, Guderian menyesalkan strategi perang statis. Pasukan dari kedua belah pihak seringkali terpaku berbulan-bulan lamanya dalam parit-parit perlingungan sampai akhirnya semangat tempur kedua pasukan menurun secara perlahan.
Untuk itulah Guderian mati-matian mengupayakan idenya kepada militer Nazi Jerman agar membuat mesin perang yang dinamis dan punya kekuatan yang sama bagusnya. Ide awal Guderian sebenarnya sederhana, ia menginginkan militer punya divisi sendiri yang berisikan kendaraan lapis baja. Tentu saja, saat pertama kali mengusulkan ide ini—pangkatnya masih Mayor Jenderal saat itu—kepada Kolonel von Fritsch, banyak petinggi militer Nazi Jerman yang bertanya-tanya dan menganggap ide ini adalah ide gila.
Quote:
Nah, 1 September 1939, Jerman memamerkan taktik perang yang sama sekali baru yang disebut Blitzkrieg atau Perang Kilat. Kata blitzkrieg berasal dari dua kata
Blitz yang berarti kilat, dan
Krieg yang berarti
perang. Kedua kata tersebut berasal dari Bahasa Jerman Nah, 1 September 1939, Jerman memamerkan taktik perang yang sama sekali baru yang disebut Blitzkrieg atau Perang Kilat.
Dalam blitzkrieg, tidak dikenal adanya pertahanan statis berupa parit atau benteng. Pertahanan terbaik dalam strategi ini adalah gabungan pasukan yang terus bergerak saat melakukan serangan.
Tentu saja serangan seperti ini membutuhkan mesin-mesin perang yang terus bergerak, pesawat tempur yang menguasai udara serta pasukan infantri besar yang terus bermanuver. Serangan semacam ini akan membuat musuh terkejut, kesulitan berkordinasi sehingga mudah dipojokkan. Inilah yang membuat pasukan Jerman saat itu dengan mudah menggilas Polandia. Sukses menggilas Polandia, dengan taktik yang sama Jerman menghancurkan Belgia, Belanda dan Perancis pada 1940. Blitzkrieg juga digunakan jenderal legendaris Erwin Rommel saat berperang di Afrika. Heinz Guderian Jerman mulai mengembangkan taktik perang kilat ini antara 1938-1939 demi menghindari kebuntuan seperti yang terjadi pada Perang Dunia I Strategi blitzkrieg ini sangat tergantung keberaan unit-unit tank ringan yang didukung pesawat tempur dan infantri. Dasar taktiknya adalah doktrin "Schlieffen Plan" yang diuraikan Panglima Militer Kekaisaran Jerman Alfred von Schliefen, yang intinya adalah taktik perang yang bertujuan mencapai kemenangan dengan cepat.
Doktrin ini kemudian dikembangkan oleh seorang perwira angkatan darat Jerman, Heinz Guderian yang yakin teknologi modern seperti pesawat pengebom dan tank akan meningkatkan kemampuan manuver militer Jerman. Seperti sudah disinggung di atas, taktik blitzkrieg Jerman ini memang sangat mengejutkan. Setelah menghancurkan Polandia. Jerman mengalihkan pasukannya ke Eropa barat.
Pada 10 Mei 1940, Jerman mengalihkan pasukannya ke Perancis, Belgia dan Belanda. Perancis saat itu tak hanya didukung militer yang cukup kuat namun juga memiliki jaringan benteng Maginot Line sepanjang perbatasannya dengan Jerman. Namun, sekali lagi Jerman dengan taktik blitzkriegnya bisa menerobos Maginot Line, yang sebelumnya diklaim tak bisa ditembus, dan langsung merangsek ke wilayah Perancis.
Dan hanya dalam waktu satu bulan tepatnya 14 Juni 1940 pasukan Jerman sudah menduduki Paris yang disusul perjanjian gencatan senjata antara Perancis dan Jerman pada 22 Juni 1940. Nasib Belgia dan Belanda tak jauh berbeda dengan Perancis. Kedua negara ini tak kuasa menahan laju blitzkrieg Jerman. Perancis, Belanda dan Belgia menjadi jajahan Jerman hingga dibebaskan sekutu pada 1944.
Quote:
Konsep blitzkrieg
Ada beberapa konsep di dalam strategi blitzkrieg atau perang kilat ini, yaitu:
1. Angkatan udara menyerang garis depan dan posisi samping musuh, jalan utama, bandar udara dan pusat komunikasi. Pada waktu yang bersamaan infantri menyerang seluruh garis pertahanan (atau setidaknya pada tempat-tempat penting) dan juga menyerang musuh. 2. Memusatkan unit-unit tank untuk menghancurkan garis-garis pertahanan utama sekaligus mendorong masuk tank-tank jauh kedalam wilayah musuh, sementara unit yang sudah di mekanisasi melakukan pengejaran dan pertempuran dengan pihak musuh yang bertahan sebelum mereka sempat membuat posisi pertahanan. Infantri turut serta bertempur dengan musuh agar pihak musuh tertipu dan menjaga kekuatan musuh untuk tidak menarik diri dari pertempuran agar nantinya menghindari pihak musuh untuk membentuk pertahanan yang efektif. 3. Infantri dan unit pendukung lainnya menyerang sisi musuh dalam rangka melengkapi hubungan dengan kelompok lainnya sekaligus mengepung musuh dan atau menguasai posisi strategis. 4. Kelompok yang sudah dimekanisasi (seperti tank) mempelopori masuk lebih dalam ke wilayah musuh untuk mengepung posisi musuh dan memparalelkan dengan sisi musuh untuk mencegah penarikan pasukan dan pihak bertahan musuh untuk mendirikan posisi bertahan yang efektif. 5. Pasukan utama bergabung dengan pasukan yang sudah mengepung posisi musuh untuk selanjutnya menghancurkan pertahanan musuh. Jarang dalam sejarah pemikiran militer, struktur penafsiran yang rumit semacam itu dibangun di atas fondasi yang lebih terbatas. Istilah blitzkrieg sebenarnya tidak pernah digunakan dalam judul manual militer Jerman atau buku pegangan. Juga tidak banyak ditemukan dalam memoar atau korespondensi jenderal Jerman. Kata itu digunakan di Wehrmacht selama Perang Dunia II namun umumnya dianggap berasal dari luar negeri. Penggunaan kata blitzkrieg pertama yang diketahui dalam sebuah publikasi bahasa Inggris di sebuah artikel di majalah Time pada tanggal 25 September 1939, membahas kampanye militer Polandia.
Quote:
Akhir dari blitzkrieg
Sayangnya, sesempurna apapun sebuah strategi pasti terdapat kelemahan. Dan kelemahan blitzkrieg tak diketahui hingga Jerman mencanangkan perang melawan Uni Soviet. Pada 1941,
Jerman menggelar Operasi Barbarossa untuk menginvasi Uni Soviet. Pada awalnya strategi blitzkrieg sukses dan nyaris menghancurkan angkatan bersenjata Beruang Merah.
Pesawat-pesawat bom tukik Stuka menghancurkan pangkalan-pangkaan udara Uni Soviet. Sementara pasukan tank Jerman yang dahsyat dengan mudah mengepung dan menghancurkan divisi-divisi tank Uni Soviet. Dalam hari ke-17 Operasi Barbarossa, Jerman menawan 300.000 prajurit Rusia, sementara 2.500 tank, 1.400 senjata artileri dan 250 pesawat terbang hancur atau dirampas.
Di mata banyak orang Rusia sudah di ambang kekalahan dan Moskwa nampaknya ditakdirkan jatuh ke tangan Jerman. Sayangnya, di tengah gerak maju itu pemimpin Nazi Adolf Hitler memiliki pemikiran lain.
Dia memerintahkan Divisi Panser Tengah yang dipimpin Heinz Guderian bergerak untuk merebut Kiev. Guderian yang sebenarnya marah atas perintah Hitler ini, tak kuasa menolak dan sebagai seorang prajurit profesional dia menjalankan perintah atasannya.
Namun, terbukti perintah Hitler itu menjadi sebuah blunder. Pertempuran ternyata tak berakhir cepat dan masih berlangsung hingga musim dingin Rusia yang kejam datang. Mesin-mesin perang Jerman terjebak dalam lumpur musim dingin Rusia, sementara akibat terlalu yakin bisa memenangkan perang dengan cepat, pasukan Jerman tak dibekali pakaian musim dingin yang layak.
Source:
hariansejarah.id/2017/04/strategi-blitzkrieg
http://bit.ly/2N6Yt8G