Mengenal Wiji Thukul, Mimpi Buruk Pemerintah Orde Baru
Monday, August 20, 2018
"Hanya ada satu kata : LAWAN!"
Sepenggal kalimat dari puisi berjudul "Peringatan" ini begitu familiar bagi masyarakat Indonesia, terutama ketika momen nasionalisme. Namun tahukah siapa orang dibalik kata - kata yang membakar semangat perlawanan tersebut?
Widji Widodo atau yang kita kenal sebagai Wiji Thukul adalah orang dibalik puisi - puisi perlawanan untuk pemerintah saat itu.
Wiji Thukul lahir di Surakarta, 26 Agustus 1963. Dikenal sebagai sastrawan dan aktivis hak asasi manusia di Indonesia yang melawan rezim orde baru dengan puisi - puisi yang membakar semangat masyarakat untuk melakukan perlawanan.
Thukul (Sapaan akrabnya) mulai menulis puisi sejak SD dan mulai memasuki dunia teater sejak duduk dibangku SMP. Ia pun sering melakukan ngamen puisi dari kampung ke kampung untuk menyalurkan bakatnya.
Ia berasal dari keluarga dengan keadaan ekonomi sederhana, ayahnya hanya seorang tukang becak dan ibunya kadang berjualan ayam bumbu untuk membantu perekonomian keluarganya.
Sebagai anak pertama, Thukul sering membantu perekonomian keluarga dengan berjualan koran, jadi calo karcis bioskop dan menjadi tukang pelitur disebuah perusahaan mebel.
Thukul bukanlah sosok yang berpendidikan, ia tak menamatkan sekolahnya saat SMP dan membantu keluarganya mencari nafkah agar adik-adiknya bisa melanjutkan sekolah.
Thukul mulai menulis puisi setelah temannya mengenalkan kepada Cempe Lawu Warta, anggota Bengkel Teater yang diasuh penyair W.S Rendra.
Dari sanalah nama Wiji Thukul tercipta dari guru yang membimbing Thukul dalam teater. Thukul memiliki arti tumbuh dan Wiji berarti biji. Wiji Thukul, Biji yang tumbuh.
Sosok Wiji Thukul mulai muncul kepermukaan di masa orde baru, dimana ia banyak menyuarakan puisi - puisi yang menggertak pemerintahan pada saat itu.
Penyair cadel ini banyak menentang kesewenang-wenangan penguasa melalui puisinya yang dianggap menghasut para aktivis untuk melawan Orde Baru. Alhasil, dirinya pun diburu jenderal-jenderal di Jakarta yang marah akan apa yang telah ia lakukan.
"Thukul, hati-hati memilih kalau sudah di politik praktis ada kemungkinan kamu ditangkap, dibunuh, dibuang dan dikejar-kejar," pesan Lawu, Sang Guru.
Meskipun sang guru Lawu sudah memperingatkan, namun Thukul tetap bersikeras bahwa sastra adalah salah satu alat perjuangan. Seperti untuk permasalahan politik yang dianggap alat paling cepat mengubah keadaan.
Berbagai aksi pun tak lekang oleh kehadiran Thukul, seperti Kedunggomba, Sritex dan lain-lain.
Disetiap demonstrasi, Thukul selalu berada dibarisan paling depan. Membakar semangat perlawanan dengan bait-bait puisinya. Tak jarang Thukul habis dipukuli dan disiksa oleh aparat hingga tuli dan nyaris buta serta meninggalkan cacat dimata kanannya.
Peristiwa Mei 1998 adalah puncak perlawanan Wiji Thukul sekaligus perlawanan terakhir sebelum dirinya dinyatakan hilang hingga detik ini.
Peristiwa ini dilatar belakangi keruntuhan ekonomi krisis finansial Asia 1997, lalu muncul kritik terhadap pemerintahan order baru yang saat itu dipimpin oleh Presiden Suharto.
Disisi lain juga dipicu dengan tragedi Trisakti dimana empat mahasiswa Universitas Trisakti terbunuh pada unjuk rasa 12 mei 1998 karena aksinya yang ingin menurunkan kepemimpinan Suharto yang dianggap sudah terlalu lama memimpin Indonesia dan perlu diadakan pergantian Presiden.
Kejadian tersebut membuat massa semakin mengamuk dan semakin panas untuk menurunkan kepemimpinan Suharto.
Wiji Thukul pun ikut dalam aksi tersebut, tentunya dengan dengan serangkai puisinya yang membakar semangat perlawanan.
Salah satu puisinya yang dianggap subversif oleh pemerintah Orde Baru adalah puisi berjudul "Peringatan"
Wiji Thukul merupakan salah satu aktivis yang hilang pada Mei 1998. Sampai saat ini, Wiji Thukul belum diketahui keberadaannya. Diduga kuat Wiji Thukul sengaja dihilangkan oleh rezim Orde Baru (Orba) karena sebagai penyair, puisi-puisi pemberontakkan Wiji Thukul dapat menjadi ancaman laten bagi status quo kekuasaan yang korup. Salah satu puisinya yang dianggap subversif oleh pemerintah Orba adalah puisinya yang berjudul PERINGATAN yang dibacakannya pada saat deklarasi berdirinya Partai Persatuan Rakyat Demokratik (PRD), partai yang kemudian terlarang karena dianggap wajah lain dari komunisme (PKI).
Spoiler for PERINGATAN:
Puisi lainnya yang semakin membuat mimpi buruk bagi Pemerintah adalah Para Jenderal Marah - Marah, Aku Diburu Pemerintahku Sendiri, Wani Bapakmu Harus Pergi.
Hingga akhirnya melihat kondisi aktivis yang semakin menggalak, beberapa petinggi aparat diperintahkan untuk mengamankan 23 aktivis yang dianggap sebagai api dari perlawanan tersebut.
Leonardus Gilang, satu dari 23 Aktivis yang diculik ditemukan meninggal. Lalu 9 diantaranya dilepaskan dan 13 lainnya masih hilang hingga hari ini. Diantaranya adalah :
Suyat, hilang pada 12 Februari 1998.
Yani Afri, hilang pada 26 April 1997.
Sonny, hilang pada 26 April 1997.
Dedi Hamdun, hilang pada 29 Mei 1997.
Noval Al Katiri, Hilang pada 29 Mei 1997.
Ismail, Hilang pada 29 Mei 1997.
Beberapa yang hilang di Jakarta saat kerusuhan Mei 98 :
Ucok Mundandar Siahaan, Hilang pada 14 Mei 1998.
Petrus Bima Anugrah, hilang pada 30 maret 1998.
Herman Hendrawan, hilang pada 12 Maret 1998.
Hendra Hambali, Hilang pada 15 Mei 1998.
Yadin Muhidin, Hilang pada 14 Mei 1998.
Abdun Nasser, Hilang pada 14 Mei 1998.
dan Wiji Thukul, Hilang pada 10 Januari 1998.
Hingga kini keberadaan mereka masih menjadi tanda tanya yang terus dilontarkan oleh pihak keluarga yang kehilangan. Aksi Kamisan sampai saat ini terus digelar SETIAP KAMIS didepan Istana Presiden oleh para keluarga terutama ibu dari siswa dan mahasiswa yang hilang yang terus menanyakan "Dimana anak saya?"
Meskipun sosoknya menghilang sejak 10 tahun yang lalu, perlawanan Wiji Thukul terus berlipat ganda hingga saat ini.
Kehilangan Wiji Thukul bukan sebagai tanda padamnya perlawanan namun dianggap sebagai besarnya api perlawanan.
Salah satu puisi Wiji Thukul favorit ane nih gan.
Spoiler for Ujung Rambut Ujung Kuku:
sumber
sumber
sumber
Jangan lupa cendol nya gan sist
:cendolbig:cendolbig:cendolbig