Meski Tak Mungkin, Tapi Ini Yang Terjadi Jika Prabowo Jadi Pendamping Jokowi
Wednesday, August 1, 2018
Selamat pagi, siang, sore, petang, dan malam kawan - kawan kaskuser semua yang baik hati. Bertemu kembali di thread sederhana ane.
:nyepi
Suasana politik jelang pemilihan umum yang akan berlangsung tahun depan, kini sudah mulai menghangat. Apalagi, tahun depan menjadi pemilu paling bersejarah di republik ini, untuk pertama kalinya pemilihan anggota legislatif bersamaan dengan pemilihan presiden. Hal ini terjadi akibat keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan pemilu harus di gelar serentak, salah satu maksudnya adalah untuk menghemat biaya.
Seperti yang kita ketahui, untuk sekali perhelatan pemilu, uang negara yang tersedot tentu tak sedikit. Jika pemilu di gelar 2 kali (pemilu legislatif dan presiden), maka biaya logistiknya pun akan 2 kali lipat jika di banding pemilu secara serentak. Namun di sisi lain, akibat keputusan MK ini penentuan pasangan capres cawapres pun berubah. Jika dulu pasangan capres bisa di tentukan dari hasil pemilu legislatif (pileg), yang kemudian dari hasil pileg tersebut para partai politik mengajukan capresnya masing - masing atau bisa juga dengan berkoalisi (syarat partai politik bisa mengajukan capres adalah minimum 20% dari perolehan kursi DPR), maka setelah akibat keputusan MK ini, penentuan syarat minimum pencalonan presiden di dasarkan pada pemilu sebelumnya (hasil pemilu 2014) sehingga hal ini sangat merugikan partai politik baru yang untuk pertama kalinya baru akan berkompetisi pada pemilu 2019 nanti.
Sudah barang tentu mereka tak bisa mencalonkan capres. Akibatnya, saat ini ada salah satu parpol yang mengajukan judicial review di MK agar syarat minimum pengajuan capres dapat di ubah menjadi 0%. Jika pengajuan ini di kabulkan, maka semua parpol dapat mengajukan sendiri capresnya dan bisa jadi tahun depan akan ada 14 pasang calon presiden.
Namun jika pengajuan ini di tolak, maka kemungkinan besar hanya akan ada 2 - 3 pasangan capres - cawapres saja yang akan bertarung. Yang jelas, saat ini sudah ada 2 kubu besar, seperti pilpres 2014 yang lalu, yaitu kubu Jokowi dan kubu Prabowo. Politik saat ini masih begitu dinamis. Selentingan yang mengatakan Prabowo akan menjadi cawapres Jokowi pun sayup - sayup terdengar. Lalu apa akibatnya jika ternyata hal ini benar terjadi?
Prabowo Jadi Presiden.
Dua kali sudah, Prabowo menjadi capres cawapres. Pertama kali saat dirinya menjadi calon wakil presiden mendampingi Megawati, satu lagi saat menjadi capres rival Jokowi tahun 2014 yang lalu. Jika pada 2019 ini Prabowo mau menjadi wapres Jokowi, maka kemungkinan besar 5 tahun yang akan datang (pemilu 2024) dia akan terpilih menjadi presiden. Alasannya, Jokowi sudah tak bisa mencalonkan diri lagi, dan seorang wapres biasanya memiliki elektabilitas tinggi.
Politik Lebih Sejuk.
Jika selama kurun waktu 2014 - 2018 ini politik kita selalu menghangat karena adanya dikotomi koalisi - oposisi, maka jika kubu Prabowo yang selama ini sering mengkritik kebijakan pemerintah mau bergabung ke kubu Jokowi, suhu politik akan bisa lebih sejuk. Setidaknya, tak akan ada lagi kubu nasbung dan nastak yang selama ini saling menghujat di media sosial.
Pasangan Jokowi - Prabowo Bisa Di Pastikan Menang.
Sudah tak di ragukan lagi, elektabilitas atau tingkat keterpilihan kedua sosok ini menurut survei adalah yang paling tertinggi di banding capres - capres lainnya. Jika saja mereka mau berduet di Pemilu 2019 ini, maka hampir bisa di pastikan pasangan ini akan bisa memenangkan pemilu tahun ini, siapapun lawannya.
Ada Matahari Kembar.
Namun jika keduanya benar - benar menjadi pasangan capres - cawapres, potensi akan adanya matahari kembar dalam kepemimpinan negeri ini juga besar. Agar tidak terjadi hal seperti ini, ada baiknya dari awal sudah di buat kesepakatan. Presiden dan wapres harus punya tanggung jawab dan tugas masing - masing agar tak saling berbenturan.
Jokowi dan Prabowo adalah sama - sama sosok besar yang mereprestasikan politik negeri ini. Jika saja mereka berdua dapat bersatu dan membawa kebaikan untuk negeri ini, alangkah baik dan indahnya. Sudah saatnya negeri ini bersaing dengan negara lain, bukan lagi sibuk bertarung antar elite politiknya. Jika memang kita semua punya semangat yang sama untuk maju, kenapa cuman mengkritik? Kenapa tidak sama - sama dalam pemerintahan saja, agar bisa benar - benar merubah negeri ini, sehingga tak hanya mengkritik tapi juga bisa sama - sama bertindak.
Disclaimer : Asli tulisan TS
Referensi : Opini Pribadi TS
Sumur Gambar : Om Google