Logis Dalam Berkomunikasi Dengan Anak



Bismillah...


Suatu hari, ketika saya pergi ke sebuah mall di bilangan Jakarta, saya melihat seorang ibu sedang berbicara dengan anaknya. Lebih tepatnya membujuk.
Rupanya sang anak tidak mau makan siang.
Berbagai cara dilakukan oleh sang ibu. Dari mulai membuat suara2 seperti kapal terbang agar anaknya mau membuka mulut dan memakan makanannya. Memberikan makanan yang disukai anaknya. Sampai akhirnya keluarlah kalimat: "kalau ga mau makan, mama tinggal di sini kamu! Mau?!"

Masyaallah... Yakin, bu?

Ada lagi, di sebuah kesempatan. Saat sedang mengantar Ernst imunisasi. Ada seorang ayah yang sedang mengawasi anak tertuanya (berumur sekitar 5-6 thn), sedangkan istrinya sedang menjaga anak keduanya di dalam ruang tunggu.
Saat itu sang anak pertama tidak mau berhenti bermain seluncuran/perosotan di playground rumah sakit. Sedangkan sang ayah sedang sibuk dengan i-pad-nya.
Mungkin maksud sang ayah, ia ingin agar anaknya berhenti bermain agar ia bisa lebih leluasa atau lebih tenang agar ia bisa lebih fokus dengan i-padnya.
Namun sang anak yang sedang asyik bermain tidak mau berhenti sesuai dengan perintah ayahnya.
Akhirnya ayahnya berkata, "ya udah, kalau kamu nggak mau berhenti bermain, nanti kamu ikut masuk sama ade, biar disuntik sama dokter!"

Ya ampun, yakin, Pak, dokter mau nyuntik anak bapak begitu saja. Tanpa alasan. Dan sedang tidak sakit? Hm...

Teringat akan dua buku dan juga sebuah pelatihan bagi orang tua dan guru, saya hanya cukup menggelengkan kepala mendengarnya.

Mengapa?

Karena menurut saya, kalimat2 bernada ancaman yang terlontar dari para orang tua itu bukanlah kalimat yang baik yang bisa diserap oleh anak. Dan yang lebih buruknya: kalimat mereka TIDAK LOGIS!

Mengapa kita harus logis dalam berbicara dengan anak, bahkan ketika kita kesal kepada mereka karena tidak menuruti perkataan kita?

Ada beberapa hal yang harus diketahui oleh kita sebagai orang tua.

1. Setiap anak adalah anak yang cerdas dan mudah mengingat namun sulit melupakan.
Lalu bagaimana lah jika saat kita berkata-kata tak logis ('mengancam' akan meninggalkan anak di suatu tempat, misalnya) lalu kita sebagai orang tua tidak membuktikannya karena hal itu tak logis, maka anak akan menganggap orang tuanya sebagai PEMBOHONG!
Coba saja, siapa yang tega meninggalkan anaknya di mall meskipun anaknya sangat bandel? (Kecuali orang tua yang berhati iblis)
Bayangkan, ketika anak diberitahu bahwa orang tuanya akan meninggalkannya di mall ketika tidak mau makan, lalu ternyata anaknya tetap tidak mau makan. Apa yang harus orang tua lakukan? Benar-benar meninggalkannya di mall, demi konsistensi kata2nya, agar tidak dibilang berbohong pada anak?
Kalimat itu justru akan menjadi simalakama bagi orang tua tersebut. Jika direalisasikan, maka dia akan kehilangan anaknya. Jika tidak direalisasikan, ia akan dianggap sebagai orang tua pembohong. Dan dampaknya akan merembet pada hal lain yaitu meremehkan kata2 orang tuanya. Biar saja saya tidak usah menuruti perkataan ibu, toh ibu tak akan merealisasikan 'ancamannya'.
Nah lho, kalau sudah begini, bagaimana?

2. Kata-kata orang tua, adalah sebuah prasasti bagi anak.
Yup, orang tua adalah dunianya anak-anak. Dari orang tua lah anak pertama kali belajar tentang semua hal, tentang lingkungannya, tentang dirinya.
Entah benar, entah bohong, anak akan percaya pada orang tuanya.
Lantas, bagaimana jika orang tua mengeluarkan kalimat2 tidak logis hanya karena tidak mau repot untuk berbicara panjang lebar agar anak percaya dan lebih cerdas? Dampaknya, anak akan menjadi manusia yang tumbuh dengan aturan2 yang tidak logis, mereka akan menjadi manusia yang hidup dan mengerjakan sesuatu bukan berdasarkan ilmu. Hal ini hanya karena kata-kata tidak logis yang sempat terlontar dari orang tuanya dan itu akan terekam seumur hidupnya (jika terus diulang-ulang).
Bunda, ayah, ingatan seorang anak akan suatu hal itu akan bertahan di alam bawah sadarnya sampai 5 tahun. Dan jika terus menerus diingatkan maka akan terus terekam di otaknya.
Ingin menghapusnya? Jangan pernah sedikitpun melakukan dan mengingatkan anak akan hal tersebut.


3. Tauladan yang baik bagi anak adalah orang tuanya.
Ya, karena anak adalah tipe pembelajar yang unggul, tipe peniru ulung, maka tanpa disadari semua tindakan dan perkataan orang tuanya akan ditiru oleh anak, meski tidak langsung.
Coba saja, jika orang tua selalu mengucapkan salam ketika hendak masuk rumah, anak akan otomatis menirunya.
Nah, bagaimana jika anak terbiasa dengan kalimat2 tidak logis dari orang tuanya? Jangan salahkan mereka jika kelak mereka akan melakukan hal-hal tidak baik akibat logikanya tak terasah dengan baik.


Nah, bukankah akan lebih indah jika kita sampaikan saja yang sebenarnya. Yang logis. Yang ilmiah. Sehingga anak jadi mengerti manfaat dari hal-hal yang dianjurkan oleh orang tuanya sekaligus menjadi sarana pembelajaran untuk mereka.
Contoh: ayo nak, makan dulu. Tahu tidak, kenapa kita perlu makan? Karena tubuh kita perlu nutrisi, perlu tenaga untuk menggerakan tangan, kaki, mata, mulut dan semua anggota tubuh kita. Lalu kalau tidak makan, maka tidak ada nutrisi yang masuk. Tubuh tidak punya tenaga. Nanti badan kita lama kelamaan bisa lemas, perut bisa sakit, bahkan bisa demam karena tubuh terus dipaksa bergerak, tapi tidak ada tenaga yang masuk untuk menggerakkannya.

Masih merasa repot? Tenang bunda, ayah, kita semua akan bisa melakukannya jika kita MAU.
Berikan yang terbaik untuk anak kita, dalam segala hal, meski itu hanya sebuah kalimat sederhana.

Yuk, kita terus belajar bersama.

Mohon maaf lahir dan batin.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel