Membaca Hatimu Bagai Kertas Putih Yang Kosong
Sunday, September 23, 2018
Sebuah hati, entah mengapa bagian dari tubuh ini menjadi perwakilan dari sebuah diri seseorang untuk mengambarkan sebuah kepedihan, kesenangan, kebahagiaan, keharuan, kebencian, bahkan kekosongan.
Hati, hanya seonggok daging yang tersembunyi dibagian dada, tapi disanalah semuanya berlabuh. Hati menjadi pelabuhan terakhir bagi sekeping harapan, yang berharap kasih sayang, berharap perhatian, berharap belas kasihan, berharap segalanya, dari sebuah keputusasaan yang tak juga bergeming darinya.
Dan hati itu adalah hatimu.
Aku ingat, saat kamu tersenyum riang sambil bercerita tentang dirinya yang melambungkan anganmu meraih bintang. Tak ada seharipun senyum hilang dari dirimu. Dan aku hanya bisa jadi pendengar yang baik dan jadi pemuja gelapmu. Namun aku cukup beruntung karena aku bisa leluasa melihat senyummu yang manis, menikmati indahnya alismu yang tersusun rapi, memandang matamu yang tajam berbinar, meskipun itu semua bukan milikku. Aku cuma temanmu, bahkan hingga saat ini. Aku takut? Ya, tanpa ragu kukatakan itu. Tapi takutku bukan seperti banyak orang duga. Aku takut tak bisa menulis cerita indah dihatimu. Kamu terlalu indah buat kumiliki. Dan kupersilakan siapapun juga mengisi kekosongan itu. Seperti saat itu.
Suatu hari, kamu menangis. Ada embun disudut matamu. Tapi lagi-lagi aku takut untuk menggerakan tanganku menghapus embun itu. Aku justru sangat menikmati hiasan embun disudut matamu itu. Begitu indah. Kontras dengan matamu yang suka menghujam ke jantungku. Dan mengalirlah sebuah cerita dari bibirmu yang indah, cerita tentang duka, tentang dirinya yang mencampakanmu begitu saja dengan alasan klasik, tidak cocok. Dan lagi-lagi aku hanya jadi pendengar yang baik, bagai menikmati sandiwara radio yang sudah kuketahui endingnya.
Dan kemarin, sebuah kalimat tanpa kuduga mengalir dari bibirmu. Seolah tanpa beban, tapi itu justru jadi bebanku.
"Tak adakah cowok yang baik dan pengertian sepertimu?" Begitu katamu ketika kita tengah duduk ditaman kampus, diantara lalu lalang Maba yang seakan penuh kebanggaan memakai jaket Almamater. Aku terpaku. Diam membeku. Dan kamu tertawa renyah seakan berhasil memukul telak ulu hatiku. "Sudah, jangan dipikirin," ujarmu memecah kegamangan. Kamu usap embun bening itu dari sudut mata indahmu. Dan aku tetap tak bergeming dalam keterpakuan. Sebegitu pengecutkah aku menjadi seorang cowok? Hingga kata-kata bersayappun tak juga kurengkuh cepat. Justru aku hanya bisa berkata dakam hati, "aku takut menyakiti hatimu."
Jika saja setiap orang menjaga hatinya, maka tak seorangpun akan terluka. Tidak hanya aku, tidak juga hanya kamu. Jika saja setiap orang bisa menulis cerita indah pada setiap hati yang kosong, maka takkan pernah ada cerita duka yang akan tertulis disana.
Ketakutan seorang cowok pada seorang cewek, bukan hanya karena takut bertepuk sebelah tangan. Dia justru takut melukai hatinya. Dan biarkan semua mengalir apa adanya. Kamu pada kehidupanmu, aku pada kehidupanku. Biarkan aku menjagamu sebatas kemampuanku, tanpa perlu mendekapmu, tanpa perlu kamu menyandarkan kepala didadaku.
Semua ini kutulis bagi semua kaskuser yang terjebak dalam persahabatan yang indah sekaligus menyesakan dada. Ada ruang kosong dimana hati saling menjaga agar tak terluka hingga justru melukai diri sendiri.
Jika takut melukai hati orang lain karena cinta, biarkan hati sendiri yang tersayat karena cinta. Jika tak bisa menulis cerita indah pada hatinya yang kosong, tak perlu memaksa dan merasa bisa menulis cerita yang paling indah.
Persahabatan kadang mengorbankan sebuah hati, tapi percintaan dapat melukai 2 hati.
Senyum butuh ketulusan. Perhatian butuh keikhlasan. Selama waktu itu ada baginya, biarkan itu mengalir sampai ia tak memerlukannya lagi. Dan carilah hati lain yang permulaannya tak diduga sama sekali, daripada diawali dengan persahabatan.
Selamat menikmati perhatian dari orang terkasih. Dan jangan abaikan mereka yang menjadi pemuja rahasiamu.
=======
Referensi sumber dari pengalaman pribadi.
Gambar-gambar diambil dari Google.