Menyoal SKCK Para Caleg Mantan Napi Koruptor
Thursday, September 20, 2018
Selamat pagi, siang, sore, petang, dan malam kawan - kawan kaskuser semua yang baik hati. Bertemu kembali di thread sederhana ane.
:nyepi
Kurang dari satu tahun, perhelatan pesta demokrasi di Indonesia akan berlangsung. Pemilu tahun depan terasa istimewa, musababnya karena untuk pertama kalinya dalam sejarah, pemilihan anggota legislatif, dalam hal ini anggota DPR dan DPRD serta DPD, dan pemilihan presiden sebagai bagian dari eksekutif akan di lakukan secara berbarengan.
Komisi Pemilihan Umum(KPU) sebagai penyelenggara pemilu sudah menyelenggarakan beberapa tahapan. Salah satunya tahapan pendaftaran dan verifikasi calon anggota legislatif, baik di DPR pusat, tingkat provinsi, maupun di kabupaten kota. Begitu juga dengan pendaftaran calon pasangan presiden dan wakil presiden.
Uniknya, pendaftaran bakal calon pasangan presiden dan wakil presiden tahun ini di warnai dengan kejutan. Bukan pada calon presidennya, tetapi pada pasangannya. Prabowo Subianto yang sedari awal sudah di prediksi sebagai penantang tunggal petahana, justru menggandeng pengusaha sekaligus Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno. Padahal nama ini sebelumnya sama sekali tidak masuk radar bursa cawapres pendamping Prabowo. Sedang sang incumbent, Jokowi malah menggandeng KH. Ma'ruf Amin. Padahal nama Mahfud MD lah yang sebelumnya menguat sebagai pendamping Jokowi.
Kejutan lain juga datang dari pendaftaran calon legislatif. Meski sebelumnya sejumlah partai sudah menandatangani pakta integritas yang menyatakan bahwa mereka tidak akan mendaftarkan kader mereka yang pernah tersangkut kasus korupsi, nyatanya hampir 90% parpol tetap mendaftarkan kader mereka yang berlatar belakang pernah menjadi napi kasus korupsi.
Ironisnya lagi, Peraturan KPU yang mengatur pelarangan mantan napi koruptor untuk nyaleg justru di batalkan oleh Mahkamah Agung(MA), sehingga oleh karenanya seorang mantan koruptor pun kini bisa bebas melenggang ke gedung dewan, meski dengan catatan mereka haruslah mengumumkan bahwa dirinya adalah mantan napi koruptor. Meski demikian, keputusan ini tentu mencederai kepercayaan publik. Masyarakat yang selama ini sudah cukup apatis dengan perpolitikan, akan semakin tidak percaya. Bagaimana bisa seorang yang secara sah di mata hukum pernah melakukan penggarongan uang negara, kembali di beri kesempatan untuk menjadi wakil rakyat?
Jika seorang pencari kerja yang melamar di suatu perusahaan saja harus melampirkan surat keterangan kelakuan baik, yang dari surat itu pencari kerja bisa mengetahui bahwa yang bersangkutan tidak pernah terlibat tindak kriminal, atau yang lebih di kenal dengan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), lalu apakah hal ini tidak berlaku untuk seorang calon wakil rakyat?
Jika memang terdapat aturan tersebut, bagaimana bisa para bakal caleg mantan koruptor tersebut mengakali aturan yang ada sehingga tetap bisa di sahkan sebagai calon legislatif? Ataukah memang aturan tersebut hanya dibuat sebagai pemanis saja tanpa harus dilaksanakan? Ironis memang, di negeri yang berlandaskan hukum, seorang mantan napi masih bisa melenggang kembali menjadi pejabat publik. Kalau seperti ini terus, pemberantasan korupsi yang selama ini di gembar-gemborkan hanya akan jadi mimpi di siang bolong.
Disclaimer : Asli tulisan TS
Referensi : Ini dan Opini Pribadi TS
Sumur Gambar : Om Google