Beberapa hari ini media masa dipenuhi dengan pemberitaan tentang berita palsu penganiayaan yang melibatkan aktivis dan politisi tanah air, masif nya pemberitaan media masa berhasil menggeser pemberitaan tentang bencana yang sedang menimpa Sulawesi Tengah. Dengan metode yang selalu sama, berita hoax menyebar dengan cepat dari pesan singkat whatsapp, kemudian di unggah melalui media sosial, dan masuk media mainstream yang kemudian menjadi perbincangan nasional netizen tanah air.
Berita Hoax seringkali sensasional, dibuat untuk dibagikan secara luas secara online dengan tujuan menghasilkan opini liar maupun perhatian luas dengan mendiskreditkan publik figur, gerakan politik, maupun perusahaan dan diproduksi oleh kelompok yang dengan kesadaran penuh menyadari bahwa mereka sedang melakukan suatu kesalahan demi meraih keuntungan pribadi maupun kelompok. Bagaimana hoax sukses tersebar cepat?
Beberapa hal yang mungkin kamu belum tau soal bisnis hoax Quote:
92% Hoax Tersebar di Media Sosial
Saluran penyebaran hoax sebanyak 1,2 persen melalui saluran radio, 3,1 persen melalui email, 5 persen melalui media cetak, 8,7 persen melalui media TV, 34,9 persen melalui situs web, 62,8 persen melalui aplikasi chatting dan 92,4 persen melalui media sosial. Sedangkan bentuk berita yang paling sering digunakan untuk mempengaruhi publik adalah tulisan 62,1 persen bentuk tulisan, 37,5 persen berupa gambar dan 0,4 persen dalam bentuk video.
Quote:
Hoax dan Aktivitas Politik
Hoax disebarkan dengan memanfaatkan kekisruhakn politik yang kerap melanda pentas politik lokal dan nasional tanpa klarifikasi. Setiap kekisruhan politik dijadikan isu yang dijual untuk mengeruk keuntungan ekonomi dari aktor politisi gelap. Modus operandinya menyebarkan berita bohong (hoax) dan ujaran kebencian (hate speech) berupa penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, dan menghasut. Tujuannya untuk menciptakan permusuhan dan konflik sosial berbasis suku, ras, agama, dan antargolongan (SARA). Sindikat memanfaatkan momen politik dengan menyusun proposal agar didanai para sponsor gelap. Nilainya ratusan juta rupiah hanya dalam beberapa bulan.
Quote:
Minimnya Berfikir Kritis
Hadirnya bisnis berita hoax ini paling tidak disebabkan beberapa fakta. Di antaranya, irasionalitas dan lemahnya literasi publik dalam mengakses berita medsos. Akibatnya pikiran kritis jarang digunakan dalam mengakses berita-berita hoax. Publik selalu menaruh perhatian lebih terhadap berita penuh sensasional dan provokatif. Berita bohong dijadikan ladang bisnis yang mengiurkan.
Miliaran Rupiah Keuntungan DIdapat
Pemuda di AS berperan sebagai pembuat konten hoax untuk menyerang Hillary saat pemilu AS berlangsung, mendapat USD60.000 hasil dari konten hoax yang dibuatnya. Sementara berdasar riset laman Market Place lebih mencengangkan lagi. Mereka menuliskan bahwa sudah begitu besarnya bisnis ini dilihat dari sejumlah laporan yang terungkap, yaitu:
- Berdasarkan laporan LA Times, satu orang profesional di bisnis ini bisa mengelola 120 situs berita palsu.
- Mengacu pada BuzzFeed, ada 140 situs yang dikelola dari kota kecil Veles, Macedonia. Di sana mereka bisa mengantongi USD 5.000 atau Rp 65 juta per bulan. Tapi bahkan ada yang mendapat USD 3.000 atau sekitar Rp 39 juta per harinya.
- Paul Horner, penulis berita hoax, kepada Washington Post mengungkap pendapatannya dari Google AdSense mencapai USD 10 ribu atau sekitar Rp 130 juta. Namun ia pernah mendapatkan lebih banyak saat membuat berita hoax seorang artis yang menjadi viral.
Quote:
Baca Judul Langsung Share
Masih rendahnya budaya kritis dalam masyarakat kita, menyebabkan emosi lebih dominan dibanding rasionalitas. Segala informasi yang didapat, langsung dibagikan. Selama ini, pendidikan kritis tentang cara berpikir, bertindak, dan bernalar tidak pernah diajarkan. Budaya kritis muncul dari kesadaran kritis yang tumbuh dalam alam budaya berpikir. Budaya kritis lahir dari sikap yang selalu mempertanyakan kebenaran dan sumber kebenaran yang sesungguhnya. Pendidikan kritis melahirkan sikap dan cara berpikir yang tidak mudah dimanipulasi oleh pihak-pihak yang menggunakan proganda sebagai alat untuk mengaduk emosi publik lewat ujaran kebencian dan SARA.