
Pas kita cek aplikasi di smart phone kita pasti salah satu didalamnya ada yang bernama google+
:bingung
Google plus merupakan jejaring sosial yang mirip dengan facebok dan twitter, dimana di dalamnya terdapat Informasi profil, Circles, Foto, Acara, Hangout, Laman, Community, Lokal, Status dan Berbagi (sharing) dan mudah terlihat di Google search.
:matabelo
Nah berita buruk buat agan yang gunain google+, soalnya penutupan ini terjadi karena kebocoran data 500.000 penggunanya
:takut
Untuk info langsungnya simak aja dibawah gan
:cystg
Quote:

Sebuah gambar yang menunjukkan profil seseorang di depan monitor, dengan logo jejaring sosial facebook dan Google+ di Hanover, Jerman, 21 September 2011 (diterbitkan kembali 08 Oktober 2018). | Julian Stratenschulte /EPA-EFE
Tujuh tahun sejak diluncurkan pada 2011, Google+ atau Google Plus akhirnya berhenti secara terbatas. Google+ seolah mengikuti jejak Google Buzz, Google Friend Connect, dan Orkut.
Sebelum muncul ke publik, Google+ -- seperti juga produk Google lain; Google Buzz dan Google Glass-- digadang-gadang bakal meraih kesuksesan. Namun, pada akhirnya mereka --termasuk Google+ justru kesulitan menarik animo pengguna internet di dunia.
Seperti dilansir The Verge, Senin (8/10/2018), Alphabet -- induk perusahaan Google -- bakal menutup layanan Google+ untuk pengguna publik. Rencana penutupan menyusul laporan kebocoran data yang melibatkan 500.000 penggunanya.
Kabar yang beredar mengatakan sebanyak 438 aplikasi berbeda milik pihak ketiga mungkin memiliki akses ke informasi pribadi karena celah tersebut. Seluruh data itu meliputi profil opsional yang mencakup nama, alamat surel, pekerjaan, jenis kelamin, dan usia.
Alphabet menambahkan celah kebocoran itu tidak memengaruhi data lainnya yang Anda pernah unggah atau hubungkan ke Google+ atau ke layanan lainnya. Ironisnya, Alphabet belum yakin apakah kebocoran data tersebut disalahgunakan atau tidak.
Namun, melalui blog pada Senin (8/10), Google menyatakan telah menemukan dan menambal kebocoran itu pada Maret 2018. Mereka juga menegaskan tak ada data apapun yang disalahgunakan.
"Tak ada bukti bahwa para pengembang mengetahui celah ini atau menyalahgunakan pemrograman antarmuka (API). Kami juga tidak menemukan bukti ada data profil yang disalahgunakan," kata Ben Smith, Wakil Presiden Google untuk bidang teknik.
Smith pun menyatakan Google tidak akan mengungkapkan kebocoran itu. Aturan hukum Google memang mengatur hal itu dan akan langsung bersentuhan dengan pengguna satu per satu jika ada yang terdampak. Namun, sejauh ini hal tersebut tak terjadi.
Menurut Peraturan Perlindungan Data Umum Uni Eropa (GDPR), jika data pribadi seorang pengguna bocor, perusahaan perlu memberi tahu otoritas pengawas dalam kurun 72 jam. Pengecualian berlaku jika pelanggaran tidak berisiko terhadap hak dan kebebasan pengguna.
Skenario kebocoran data ini mungkin serupa dengan yang dialami oleh Facebook yang membuat CEO Mark Zuckerberg harus menjalani sidang di depan Kongres AS pada April lalu. Facebook terbuka mengungkap kebocoran data itu, tapi Google sebaliknya sehingga mengundang kecurigaan.
"Sepertinya mereka sengaja menyembunyikan informasi tentang pelanggaran besar dari pengguna untuk menghindari pengawasan," kata Geoffrey Parker, seorang profesor teknik di Ivy League, kepada Economic Times (9/10).
Alasan lain di balik penutupan Google+ adalah aktivitas pengguna yang sangat rendah. Data menunjukkan 90 persen pengguna hanya mengakses kurang dari 5 detik dalam setiap sesi.
Agar tetap terkoneksi, Google meminta para penggunanya untuk pindah haluan ke Facebook dan Twitter sebagai media interaksi. Sedangkan Facebook dan Twitter bukan produk Google.
Meski begitu, Google+ tidak akan dimatikan sepenuhnya. Kalangan korporasi masih bisa menggunakannya karena aktivitasnya diklaim masih cukup tinggi.
Bahkan dalam waktu dekat, Google disebut akan menyediakan fitur baru bagi pengguna Google+ korporasi. Fitur itu berbentuk media sosial yang lebih aman.
Sedangkan selain menutup Google+, Google pun memperbaiki masalah keamanan dalam beberapa layanannya.
Beberapa di antaranya adalah penggunaan API yang terbatas pada perangkat Android dan Gmail, serta akses ke aplikasi kontak dan foto. Semuanya disebut Project Strobe.
Sementara akibat informasi penutupan itu, saham Alphabet mengalami penurunan sebanyak 1,5 persen hingga seharga 1150.75 dolar AS per lembar pada sesi perdagangan hari Senin (8/10). Ini adalah respons terhadap masalah privasi tersebut.
Penutupan Google+ tak pelak menambah daftar panjang produk atau layanan Google yang mati atau menghilang. Selain lima yang sudah disebut di dua paragraf atas, menurut Business Insider ada 10 produk atau layanan yang juga bernasib nahas. Antara lain Google Reader, Google Play, Google Wave, dan Google Notebook.
Sebelum muncul ke publik, Google+ -- seperti juga produk Google lain; Google Buzz dan Google Glass-- digadang-gadang bakal meraih kesuksesan. Namun, pada akhirnya mereka --termasuk Google+ justru kesulitan menarik animo pengguna internet di dunia.
Seperti dilansir The Verge, Senin (8/10/2018), Alphabet -- induk perusahaan Google -- bakal menutup layanan Google+ untuk pengguna publik. Rencana penutupan menyusul laporan kebocoran data yang melibatkan 500.000 penggunanya.
Kabar yang beredar mengatakan sebanyak 438 aplikasi berbeda milik pihak ketiga mungkin memiliki akses ke informasi pribadi karena celah tersebut. Seluruh data itu meliputi profil opsional yang mencakup nama, alamat surel, pekerjaan, jenis kelamin, dan usia.
Alphabet menambahkan celah kebocoran itu tidak memengaruhi data lainnya yang Anda pernah unggah atau hubungkan ke Google+ atau ke layanan lainnya. Ironisnya, Alphabet belum yakin apakah kebocoran data tersebut disalahgunakan atau tidak.
Namun, melalui blog pada Senin (8/10), Google menyatakan telah menemukan dan menambal kebocoran itu pada Maret 2018. Mereka juga menegaskan tak ada data apapun yang disalahgunakan.
"Tak ada bukti bahwa para pengembang mengetahui celah ini atau menyalahgunakan pemrograman antarmuka (API). Kami juga tidak menemukan bukti ada data profil yang disalahgunakan," kata Ben Smith, Wakil Presiden Google untuk bidang teknik.
Smith pun menyatakan Google tidak akan mengungkapkan kebocoran itu. Aturan hukum Google memang mengatur hal itu dan akan langsung bersentuhan dengan pengguna satu per satu jika ada yang terdampak. Namun, sejauh ini hal tersebut tak terjadi.
Menurut Peraturan Perlindungan Data Umum Uni Eropa (GDPR), jika data pribadi seorang pengguna bocor, perusahaan perlu memberi tahu otoritas pengawas dalam kurun 72 jam. Pengecualian berlaku jika pelanggaran tidak berisiko terhadap hak dan kebebasan pengguna.
Skenario kebocoran data ini mungkin serupa dengan yang dialami oleh Facebook yang membuat CEO Mark Zuckerberg harus menjalani sidang di depan Kongres AS pada April lalu. Facebook terbuka mengungkap kebocoran data itu, tapi Google sebaliknya sehingga mengundang kecurigaan.
"Sepertinya mereka sengaja menyembunyikan informasi tentang pelanggaran besar dari pengguna untuk menghindari pengawasan," kata Geoffrey Parker, seorang profesor teknik di Ivy League, kepada Economic Times (9/10).
Alasan lain di balik penutupan Google+ adalah aktivitas pengguna yang sangat rendah. Data menunjukkan 90 persen pengguna hanya mengakses kurang dari 5 detik dalam setiap sesi.
Agar tetap terkoneksi, Google meminta para penggunanya untuk pindah haluan ke Facebook dan Twitter sebagai media interaksi. Sedangkan Facebook dan Twitter bukan produk Google.
Meski begitu, Google+ tidak akan dimatikan sepenuhnya. Kalangan korporasi masih bisa menggunakannya karena aktivitasnya diklaim masih cukup tinggi.
Bahkan dalam waktu dekat, Google disebut akan menyediakan fitur baru bagi pengguna Google+ korporasi. Fitur itu berbentuk media sosial yang lebih aman.
Sedangkan selain menutup Google+, Google pun memperbaiki masalah keamanan dalam beberapa layanannya.
Beberapa di antaranya adalah penggunaan API yang terbatas pada perangkat Android dan Gmail, serta akses ke aplikasi kontak dan foto. Semuanya disebut Project Strobe.
Sementara akibat informasi penutupan itu, saham Alphabet mengalami penurunan sebanyak 1,5 persen hingga seharga 1150.75 dolar AS per lembar pada sesi perdagangan hari Senin (8/10). Ini adalah respons terhadap masalah privasi tersebut.
Penutupan Google+ tak pelak menambah daftar panjang produk atau layanan Google yang mati atau menghilang. Selain lima yang sudah disebut di dua paragraf atas, menurut Business Insider ada 10 produk atau layanan yang juga bernasib nahas. Antara lain Google Reader, Google Play, Google Wave, dan Google Notebook.
Nah menurut agan langkah yang diambil google buat nutup google+ udah bener gak?
Jangan sungkan koment dibawah yah gan
Semoga info dari ane bermanfaat
:shakehand2
Quote:
:hn Buat liat informasi menarik lainnya seperti artikel di atas bisa liat di sini :cystg
Jangan lupa rate bintang 5, tinggalin komentar dan bersedekah sedikit cendol buat ane dan ane doain agan makin ganteng dan cantik deh :cendolgan
SUMUR :
Beritagar.id
Jangan lupa rate bintang 5, tinggalin komentar dan bersedekah sedikit cendol buat ane dan ane doain agan makin ganteng dan cantik deh :cendolgan
SUMUR :
Beritagar.id
Quote:
Jangan lupa kunjungi thread ane yang lain gan :thumbup:thumbup
Melihat baik buruknya kerokan dari sudut pandang ilmiah
Berpelukanlah karena itu menyehatkan
5 Tips buat agan yang mau olahraga sebelum jam 9 pagi
Venom menurut para kritikus
Pesisir Palu sebelum dan sesudah gempa
Serba-serbi prosedur operasi plastik
Berat badan naik turun ternyata gak baik buat kesehatan ente gan
Layar, kamera, dan baterai jadi unggulan utama LG V40
Alasan kenapa orang suka berbohong
Denpasar punya objek wisata baru nih
Melihat baik buruknya kerokan dari sudut pandang ilmiah
Berpelukanlah karena itu menyehatkan
5 Tips buat agan yang mau olahraga sebelum jam 9 pagi
Venom menurut para kritikus
Pesisir Palu sebelum dan sesudah gempa
Serba-serbi prosedur operasi plastik
Berat badan naik turun ternyata gak baik buat kesehatan ente gan
Layar, kamera, dan baterai jadi unggulan utama LG V40
Alasan kenapa orang suka berbohong
Denpasar punya objek wisata baru nih