[Diskusi] Tentang China, James Riady (meikarta), Jokowi, Dan Ekonomi Indonesia

Oke mari kita mulai diskusinya gan. Kita mulai dari yg sudah terjadi ya. Supaya tidak hoax.
Saya akan mulai dari lippogate.


-------
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Kontro...a_Serikat_1996
Harus diakui, terpilihnya Bill Clinton untuk kedua kalinya sebagai presiden Amerika Serikat, untuk masa bakti 1997-2001, memang tidak terlepas dari peran besar para pengusaha keturunan Tionghoa, seperti James Riady, putra dari Mochtar Riady. Dengan dibantu oleh Ted Sioeng, dan dengan dukungan penuh oleh Intelijen Militer Tiongkok (CMI), James membentuk sebuah jaringan bernama "China Connection", jaringan yang menghubungkan para pengusaha keturunan Tionghoa. Di dalam jaringan tersebut juga terdapat pengusaha-pengusaha lainnya seperti Yah Lin Trie, Johnny Chung, dan Maria Hsia. Menurut hasil penyelidikan pada tanggal 11 Januari 2001, jaringan ini sudah gencar mendanai Partai Demokrat Amerika Serikat sejak 1988 hingga 1994, terutama dalam rangka menghadapi pemilu 1989 dengan mengusung Clinton sebagai calon presiden. Walaupun akhirnya, Partai Demokrat kalah, dan pemilu tersebut dimenangkan kembali oleh Partai Republik melalui George H. W. Bush, ayah dari George W. Bush, yang berpasangan dengan Dan Quayle, untuk masa bakti 1989-1993.

John Huang adalah salah seorang karyawan lama di Lippo Group, kelompok usaha milik keluarga Riady, dengan membuka cabang Bank Lippo di California. Huang pernah bertemu dengan Clinton pada seminar keuangan di Little Rock, Arkansas, pada tahun 1980. Huang kemudian menjadi penghimpun dana di Komite Nasional Demokrat (DNC) pada tahun 1995. Menurut United States Secret Service, Huang mengunjungi Gedung Putih sebanyak 78 kali sebagai penghimpun dana di DNC, untuk mengikuti rapat rahasia dengan Pentagon, CIA, dan NSA, walaupun Huang sempat dipecat ketika terjadi penyelidikan terhadap modus operandi James Riady sejak 1997.[3] Penyelidikan tersebut diprakarsai melalui Campaign Financing Task Force oleh jaksa agung Janet Reno sejak 1996.

Selama ini, hubungan Amerika Serikat dengan Tiongkok sering memanas karena dipimpin oleh presiden dari Partai Republik. Sejak demonstrasi aktivis mahasiswa di Lapangan Tiannamen, Tiongkok, pada tahun 1989, yang menewaskan 7.000 aktivis mahasiswa, Amerika Serikat menjatuhkan hukuman kepada Tiongkok berupa sanksi dagang dan politik. Namun, sejak Clinton menjabat sebagai presiden pada 1993, AS memperbaiki hubungan internasionalnya dengan Tiongkok melalui pencabutan sanksi tersebut. Tidak mengherankan, apabila setelah lebih dari 215 tahun, baru kali ini AS mampu membuka hubungan dengan Tiongkok. Bahkan, kemenangan Partai Demokrat di pemilu 1993 dengan mengusung Clinton dan Al Gore, tidak terlepas dari intervensi Tiongkok melalui para pengusaha "kelas paus dan hiu", baik pengusaha asli Tiongkok itu sendiri maupun pengusaha keturunan Tionghoa di luar Tiongkok, termasuk James Riady.

Belakangan diketahui (berdasarkan hasil penyelidikan pada tahun 2001 tersebut), James Riady meminta para karyawannya di AS, termasuk John Huang, untuk menyumbang dana kampanye semaksimal mungkin untuk Clinton sejak 1988 hingga 1994, dan uang karyawan yang telah disumbang tersebut akan diganti dengan "transfer bonus" berkali-kali lipat, bahkan jabatan strategis di dalam pemerintahan AS. Hingga akhirnya, Huang dipercaya menjadi penghimpun dana di DNC, dua tahun setelah Clinton dilantik sebagai presiden baru AS. Bahkan, Huang diangkat sebagai deputi menteri perdagangan AS.

James Riady juga merupakan salah satu tokoh yang paling bertanggung jawab terhadap kejatuhan presiden Soeharto pada tahun 1998. Sebagaimana ketika beliau membangun "China Connection" dengan dukungan CMI bersama Ted Sioeng, serta pengusaha-pengusaha Tionghoa lainnya seperti Yah Lin Trie, Johnny Chung, dan Maria Hsia, yang berhasil memenangkan Clinton hingga dua masa bakti berturut-turut. James, yang pada saat itu juga merupakan presiden direktur Bank Central Asia (BCA), juga menggandeng tokoh-tokoh CSIS seperti Jacob Soetoyo, Sofyan Wanandi, dan Jusuf Wanandi, serta para tokoh kiri anti-Islam untuk melengserkan presiden Soeharto di tahun 1998. Motif menjatuhkan presiden Soeharto tersebut dilatarbelakangi oleh dipecatnya L.B. Moerdani sebagai Menteri Pertahanan, Keamanan dan Panglima Angkatan Bersenjata, kemudian menggantinya dengan para perwira dari kalangan muslim taat. Mereka melakukan berbagai macam cara seperti merekayasa peristiwa 27 Juli 1996, seolah-olah penunjukan Suryadi sebagai ketua dewan tahfiz Partai Demokrasi Indonesia (PDI) merupakan intervensi pemerintah, belakangan pula diketahui hubungan antara Sofyan Wanandi dengan Partai Rakyat Demokratik (PRD). Selain itu, mereka juga memobilisasi massa pada awal 1998 dari berbagai universitas seperti Universitas Atmajaya dan Universitas Trisakti untuk mendesak pengunduran diri Presiden Soeharto.

Clinton pernah melakukan kunjungan kenegaraannya ke Indonesia pada tahun 1994, untuk meminta presiden Soeharto agar mengembalikan jabatan Moerdani di ABRI. Clinton bahkan mengancam akan melakukan blokade ekonomi jika jabatan Moerdani tidak dikembalikan seperti semula kepada ABRI[4], sebagaimana Madeleine Albright dan Al Gore juga pernah melakukan kunjungan kenegaraan ke Malaysia dan meminta Mahathir Mohamad untuk membebaskan Anwar Ibrahim dari kasus korupsi dan sodomi. Dan ternyata terbukti, rekayasa kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hingga mencapai Rp 10.000 memang dirancang untuk menggulingkan Soeharto.

Keberhasilan James Riady dalam merekayasa kemelut perekonomian dan perpolitikan nasional Indonesia ternyata tidak sebanding dengan kemampuannya dalam mendongkrak citra Clinton sebagai presiden AS dua kali berturut-turut. Setelah pergantian rezim baru di AS dengan hadirnya George W. Bush dari Partai Republik, dibongkarlah modus operandi yang menyangkut bantuan pengusaha Tionghoa kepada Clinton, yang di dalamnya terdapat nama James Riady. Dalam hasil penyelidikan berjudul "James Riady Pleads Guilty Will Pay Largest Fine In Campaign Finance History For Violating Federal Election Law", James Riady berkomplot dengan karyawan lamanya, John Huang, untuk mendanai kampanye Partai Demokrat AS yang dianggap "ilegal" sejak 1988 hingga 1994. Atas kasus ini, James Riady didenda sebesar 8,6 juta dolar AS atau sekitar Rp 60.200.000.000 (kurs rupiah terhadap dolar AS pada saat itu adalah Rp 7.000).[5][6][7][8][9] James juga dicegah masuk ke AS selama 2 tahun.[10]

Lantas apa hubungannya dengan Jokowi?

yg saya tahu James riady adalah pengusaha pendukung Jokowi. Benarkah? apakah selama ini ekonomi kita dikuasai china?
Silahkan di diskusikan gan minta pendapatnya

Related Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel