Para Jurnalis yang Dibunuh karena Tugasnya
Tuesday, October 30, 2018

Suatu kali Washington Post pernah menyebut 2017 sebagai tahun paling berbahaya bagi para jurnalis. Sebanyak 65 jurnalis terbunuh di tahun itu. Menurut situs rsf.org, rinciannya terdiri dari: 50 jurnalis profesional, 7 jurnalis warga, dan 8 pekerja media.
Bagi kebanyakan orang, ancaman terhadap jurnalis jadi sebuah fenomena yang dianggap "biasa", bahkan bagi jurnalis yang bekerja di Barat.
Baru-baru ini kita dikejutkan oleh kematian Jamal Khashoggi, seorang jurnalis asal Saudi Arabia yang dijuluki sebagai ahli radikalisme agama. Dia juga dikenal sebagai jurnalis yang berseberangan dengan keluarga kerajaan Saudi Arabia, sekaligus wartawan yang pernah mewawancarai Osama bin Laden.
Khashoggi dibunuh di kantor konsulat Saudi Arabia di Turki, ketika dia mengurus surat perceraian pada tanggal 2 Oktober 2018.
Kematian Khashoggi bukan satu-satunya yang perlu dicatat. Rasanya ada tiga kasus pembunuhan wartawan yang tergolong kasus besar.
1. Elijah Parish Lovejoy

Lovejoy dikenal sebagai pendeta Presbyterian dan seorang pengusaha koran yang di masa hidupnya sering menulis artikel yang menentang keras perbudakan di Amerika Serikat. Itu terjadi sekitar tahun 1830-an.
Karena penentangannya yang keras pada perbudakan, yang dituangkan lewat editorial di Observer, Lovejoy harus mengakhiri hidupnya dengan cara paling pahit.
Pada tahun 1836, kelompok pro perbudakan di St. Louis menghancurkan mesin cetak milik Lovejoy. Di kali ketiga ketika mesinnya dihancurkan itulah Lovejoy kemudian memutuskan pindah ke Illinois. Di kota baru itu dia memulai surat kabar Alton Observer, dengan misi yang masih tetap sama: menentang perbudakan.
Saking kerasnya penentangan Lovejoy terhadap perbudakan, gerombolan preman pro-perbudakan menyerang kantornya pada 7 November 1837. Sebuah tembakan fatal mengenai tubuhnya. Lovejoy mati di tempat.
Nama Lovejoy diabadikan di dalam daftar teratas nama jurnalis di tembok memorial yang diletakkan di Newseum, museum jurnalisme yang terletak di Washington. Lovejoy secara luas dikenal sebagai martir pertama kebebasan pers, dan juga jurnalis pertama yang tewas karena memperjuangkan kemerdekaan budak.
2. Fuad Muhammad Syafruddin

16 Agustus 1996, Fuad Muhammad Syafruddin, atau yang dikenal dengan nama Udin, dianiaya orang tak dikenal. Sebatang besi dipukulkan ke kepalanya, menyebabkan luka fatal yang kemudian membawa kematian bagi Udin.
Kejadian itu terjadi di dekat rumah Udin, yang terletak di bilangan Jalan Parangtritis Km. 13, Yogyakarta. Udin ketika itu adalah wartawan harian Bernas yang cukup sering menulis berita yang mengkritik kekuasaan Orde Baru.
Kasus kematian Udin belum terungkap sampai sekarang.
3. James Miller

Sebuah dokumenter berjudul Death in Gaza merekam kematian James Miller. Dia dikenal sebagai kameramen, sutradara, dan produser asal Wales yang tewas karena tembakan tentara Israel. Itu terjadi pada tahun 2004.
Miller tewas beberapa saat setelah meninggalkan sebuah rumah keluarga Palestina di kamp pengungsian di Rafah. Dia dan tim baru berjalan sekitar 20 meter ketika rentetan tembakan pertama terdengar di daerah tersebut.
Momen mencekam direkam selama 13 detik setelah rentetan tembakan pertama. Suasana sunyi dipecah oleh tangisan dan bisikan "Kami adalah jurnalis Inggris". Malangnya, nasib Miller menemui akhir setelah rentetan tembakan kedua mengenai bagian depan lehernya.
Miller terbunuh oleh tembakan yang berasal dari anggota batalyon Bedouin Desert Reconnaissance. Kematian Miller kemudian memunculkan sejumlah tuntutan, diantaranya permintaan ekstradisi dari pemerintah Inggris kepada tentara Israel yang terlibat di kasus tersebut.
Tetapi pada akhirnya pemerintah Israel setuju membayar keluarga Miller sebesar 1,75 juta Poundsterling jika pemerintah Inggris setuju menutup kasus tersebut, dan berhenti meminta ekstradisi prajurit Israel yang terlibat pembunuhan Miller.
Tentu saja masih ada banyak contoh lain kematian jurnalis yang bisa disebut di sini, dan tidak hanya tiga cerita di atas yang bisa disebut.
Ketiga cerita kematian jurnalis yang disebut di atas tidak dibuat untuk menakut-nakuti, atau ingin menyebut bahwa jurnalis adalah pekerjaan berbahaya penuh resiko. Yang ingin ditunjukan di atas hanya satu: penyerangan terhadap jurnalis dimaksudkan untuk membungkam suara, sekaligus mengintimidasi yang lain.
Tapi kita boleh percaya satu slogan terkenal Don Bolles: "Kalian tidak bisa membunuh cerita hanya dengan membunuh jurnalis."
SUMBER
Jangan lupa cendolnya gan...
:toast:toast:toast