Benarkah Prabowo Bahwa IPTEK di Indonesia Tertinggal?
Wednesday, November 28, 2018
sumber: flickr.com
Calon presiden Indonesia Prabowo Subianto baru-baru ini menyatakan prihatin dengan perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. Prabowo bahkan menyatakan bahwa beliau mendapatkan informasi dari fisikawan asal Amerika Serikat bahwa jumlah profesor bidang fisika di Universitas Indonesia (UI) hanya 1.
Hal ini dibantah oleh kubu pendukung Joko Widodo yang menganggap pernyataan tersebut sebagai hoax karena kenyataanya UI memiliki lebih dari 1 orang profesor fisika. Jubir Prabowo-Sandi Faldo Maldini kemudian menyatakan bahwa pernyataan Prabowo tersebut hanyalah sindiran menyangkut perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) di Indonesia.
Faldo Maldini kemudian membandingkan kondisi perkuliahan yang dia tempuh semasa di Imperial College London dan di UI. Faldo menyatakan bahwa hubungan baik pemerintah, pihak swasta dan universitas di London tidak ditemukan di Indonesia. Hal ini berpengaruh kepada hasil inovasi teknologi yang dihasilkan. Faldo juga menyayangkan nilai investasi pemerintah hanya sebesar 0.5% sampai 1% dari APBN untuk riset dan pengembangan.
Apakah pernyataan Prabowo dan Faldo benar bahwa perkembangan pengetahuan dan teknologi kita tertinggal?
Untuk menjawabnya kita perlu melihat peringkat perguruan tinggi kita yang merupakan tolak ukur penghasil penelitian-penelitian terkait perkembangan IPTEK dibandingkan perguruan tinggi lainnya di level internasional. Sampai saat ini ada dua sumber kredibel yang sering digunakan sebagai acuan didalam menentukan peringkat universitas-universitas dunia yaitu Times Higher Education (THE) World University Ranking dan QS world university ranking.
Metode penilaian dari kedua sumber ini secara garis besar hampir sama. Univesitas-universitas di berbagai negara akan dinilai berdasarkan performa pengajaran, penelitian dan jumlah dosen maupun mahasiswa internasional yang terdaftar di universitas tsb.
Mari kita lihat peringkat terbaru univesitas-universitas di Indonesia berdasarkan peringkat
THE dan QS . Menurut THE, Indonesia memiliki 5 perguruan tinggi yang masuk 1001 + besar dunia. Universitas Indonesia (UI) di peringkat 601-800, Institut Teknologi Bandung (ITB) di peringkat 801-1000, sementara Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) berada di peringkat 1001 +.
Peringkat yang diterbitkan QS menambahkan 4 lagi perguruan tinggi di Indonesia sehingga kita memiliki 9 perwakilan di 1000 besar universitas dunia. UI di peringkat 292, ITB di peringkat 359, UGM di peringkat 391, Univesitas Padjadjaran (UNPAD) di peringkat 651-700, IPB di peringkat 701-750, Universitas Airlangga (UNAIR) di peringkat 751-800, Universitas Diponegoro (UNDIP), ITS dan Universitas Brawijaya (UNIBRAW) berada di peringkat 801-1000.
Ada beberapa hal yang dapat dianalisis dari data peringkat universitas yang sudah kita peroleh. Yang pertama, seluruh universitas yang masuk 1000 besar dunia dari Indonesia adalah universitas negeri. Tidak ada satupun universitas swasta di Indonesia yang masuk 1000 besar dunia. Yang kedua, seluruh universitas yang masuk 1000 besar dunia berlokasi di pulau Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa adanya kesenjangan kualitas yang sangat besar antara universitas negeri dan universitas swasta begitu juga dengan kualitas universitas yang berlokasi di pulau Jawa dan diluar pulau Jawa.
Tentunya kesenjangan PTN dan PTS dapat dimengerti karena PTN mendapatkan dukungan finansial dari pemerintah dalam pengadaan fasiltas pendukung perkuliahan seperti laboratorium, dll. Hal ini tentu sangat berbeda dengan PTS yang harus mendanai seluruh biaya operasional dan pengaadaan peralatan pendukung perkuliahan secara mandiri.
Selain itu, ada PTS-PTS yang memang berniat mendirikan PTS sebagai pengabdian kepada masyarakat tetapi ada banyak juga PTS yang mendirikan PTS hanya sebagai lahan bisnis.
Hal ini menjadikan kualitas tidak menjadi prioritas PTS-PTS tsb. Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah menyangkut kualitas PTS juga sulit dilakukan secara optimal. PTS di Indonesia saat ini berjumlah 4.259, sementara PTN hanya berjumlah 436 menurut pangkalan data pendidikan tinggi kementeriaan riset, teknologi dan pendidikan tinggi. Bisa dilihat bahwa jumlah PTS jauh lebih banyak dibandingkan PTN yang tentunya membuat pengawasan kualitas dari pemerintah tidaklah mudah.
Tapi, pemerataan dan peningkatan kualitas perguruan tinggi bukanlah suatu hal yang mustahil jika ada niat serius dari pemerintah. Kebijakan-kebijakan yang diambil haruslah berorientasi pada kemajuan kualitas pendidikan kita.
Sudah saatnya kita mendorong penggunaan bahasa inggris sebagai bahasa yang digunakan di level perguruan tinggi. Hal ini akan meningkatkan publikasi artikel di jurnal internasional yang mendorong terciptanya berbagai teknologi mutakhir. Hal ini juga dapat menarik minat mahasiswa internasional dari berbagai negara.
Selain itu, nilai kualitas pengajaran kita juga akan meningkat. Semua ini akan berkontribusi pada meningkatnya peringkat perguruan tinggi kita di peringkat universitas dunia.
Selain itu, ada beberapa hal penting yang masih belum secara luas diterapkan di sistem perguran tinggi kita seperti pengecekan plagiat dari tugas mahasiswa sampai penelitian dosen, perekaman aktivitas belajar mengajar di kelas yang dapat di download mahasiswa dan forum tanya jawab mahasiswa dan dosen secara online.
Pemerintah juga perlu melakukan kajian ulang mengenai beban kerja dosen. Dosen-dosen di luar negeri sering kali terkejut ketika mengetahui seorang dosen di Indonesia bisa mengajar sampai 4 mata kuliah per semester. Bahkan ada dosen yang mengajar melebihi 4 mata kuliah per semester.
Rata-rata dosen di luar negeri hanya mengajar 1-2 mata kuliah per semester. Hal ini menjadikan proses persiapan dan pelaksanaan pengajaran mereka sangat optimal dan mereka memiliki banyak waktu untuk penelitian.
Dosen di luar negeri juga sering kali ditargetkan untuk melakukan publikasi di jurnal internasional. Sehingga kita bisa melihat publikasi di jurnal internasional dari negara-negara tetangga kita bahkan sudah melampaui publikasi dari dosen dan peneliti di Indonesia.
Dosen-dosen kita juga bisa melakukan publikasi di level internasional secara rutin jika mendapat dana penelitian dan fasilitas yang memadai. Oleh karena itu, sudah saatnya pemerintah meningkatkan dana investasi untuk pengembangan IPTEK di Indonesia.
Kebijakan pengawasan kualitas PTS di Indonesia juga harus diperketat. Selain itu, sangat diharapkan agar pemerintah dapat lebih berkontribusi dalam pengembangan PTS karena PTS merupakan tempat kuliah mayoritas pelajar di Indonesia. Ada banyak PTS yang bahkan tidak memiliki akses basis data jurnal internasional seperti Scopus dan Web of Science.
Bagaimana dosen di PTS tsb melakukan penelitian mengenai teknologi terbaru sementara untuk membaca penemuan-penemuan terbaru melalui basis data jurnal internasional saja tidak dapat dilakukan?
Pemerintah juga harus mendorong percepatan peningkatan kualitas perguruan tinggi yang berlokasi di luar pulau Jawa sehingga kedepannya ada perwakilan perguruan tinggi yang masuk 1000 besar dunia dari luar pulau Jawa.
Melalui akun Instagram pribadinya, Presiden Jokowi baru-baru ini menyatakan bahwa tahapan percepatan pembangunan infrastruktur telah berjalan dan mulai menampakkan hasil. Selanjutnya adalah tahapan pembangunan sumber daya manusia (SDM). Presiden menyatakan bahwa perbaikan sistem pendidikan vokasi seperti SMK memerlukan perombakan besar-besaran.
Tapi, Presiden juga harus menyadari bahwa tidak hanya SMK tetapi perguruan tinggi kita juga membutuhkan perombakan besar-besaran.
Presiden Jokowi sudah menunjukkan perhatian luar biasa untuk pemerataan pembangunan di luar pulau Jawa. Kita telah melihat Papua bisa memiliki harga bahan bakar minyak (BMM) yang setara dengan harga BBM di pulau Jawa. Pembangunan infrastruktur di era presiden Jokowi juga dilakukan secara masif dan cepat.
Jika semangat yang sama diterapkan untuk memajukan sistem pendidikan kita, bukan tidak mungkin semakin banyak perguruan tinggi kita yang dapat bersaing di level internasional dan suatu saat nanti kita juga bisa masuk 100 besar dunia seperti yang telah dicapai beberapa negara tetangga kita seperti Malaysia, Singapura, Australia dan Selandia Baru.
Pertanyaan besar yang perlu dijawab bukanlah mampukah kita bersaing di level internasional, tapi maukah kita?
Sumber