Muslim Kamboja di Tengah Komunitas Buddha

Muslim Kamboja di Tengah Komunitas Buddha

17 Januari 2014   20:42 Diperbarui: 17 Januari 2014   20:42

443 0 1

Jumat kedua perjalanan kali ini, Jumat yang lalu dapat dilaksanakan di Mahidol University, Kampus Salaya. Pihak kampus menyediakan surau di kawasan Pusat Kegiatan Mahasiswa yang terletak di samping kantor Muslim Student Association. Sementara di Siem Reap ada sebuah masjid yang menjadi tempat untuk shalat Maghrib sekaligus menunggu isya. Sepanjang mengunjungi Angkor Wat justru shalat di Angkor beralaskan tikar yang dipinjamkan petugas dari depan altar Buddha. Walau sujud di tempat Buddha tidak mengurangi usaha untuk khusyu' dengan berbekal tayammum.

Hari ini sejak Kamis sudah bertanya-tanya ke pramuniaga Restoran Malaysia yang terletak di Old Market, Phnom Penh. Populasi muslim di Kamboja tidak sampai 5%, ini data dari Mufti Kamboja. Sementara kalau menggunakan data dari sensus nasional, jumlah muslim Kamboja hanya sekitar 2%. Perbedaan ini muncul karena muslim Kamboja banyak yang berada di daerah yang tidak terakses petugas sensus. Sementara persebaran muslim Kamboja untuk terjadi sampai ke Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Sehingga ketika sensus, lagi-lagi mereka tidak termasuk dalam pendataan.

Beberapa kendala teknis itu sehingga ada perbedaan sensus secara signifikan antara yang dimiliki kementerian terkait dengan kenyataan yang dialami Mufti Kamboja. Berbincang seusai shalat Maghrib di Al-Serkal Mosque tepat di tengah-tengah kota Phnom Penh, sementara ini dalam penyelesaian pembangunan. Untuk sementara dibuatkan tempat shalat sambil menunggu masjid rampung. Sepenuhnya masjid ini bantuan dari pemerintah Kuwait, termasuk satu paket dengan asrama, dan sekolah. 2012, masjid lama dirubuhkan dan digantikan dengan masjid dengan dua menara dan satu kubah, berlokasi tidak juah dari danau Boeung Kak yang sekarang mengering.

Untuk tingkat pendidikan dasar sampai menengah sudah ada madrasah yang mengeluarkan ijazah dan terdaftar di Kementerian Pendidikan Kamboja. Sementara untuk pendidikan tinggi, ini menjadi tantangan. Dari tujuh universitas negeri, dan tiga puluh universitas swasta, belum satupun yang menjadi Islam sebagai sebuah mata kuliah, apalagi menjadikannya sebagai jurusan. Namun, masyarakat muslim Kamboja tidak berkecil hati dan berdiam diri. Justru mereka secara aktif mengembangkan kesefahaman sekaligus memberikan informasi terkait dengan kehadiran masyarakat Islam di Kamboja, sehingga suatu saat mereka dapat memiliki tempat bagi kelanjutan pendidikan tinggi yang khusus dalam kajian Islam.

Kesefahaman Islam dengan agama Buddha sepertinya belum meluas. Sopir tuk-tuk dan ojek yang diminta untuk mengantar ke masjid tidak mengetahui sama sekali tentang masjid. Mungkin ini karena secara kultural muslim Kamboja merupakan bagian dari etnisitas Cham ataupun minoritas Melayu yang mayoritas hanya di Provinsi Kampong Cham. Selebihnya, muslim yang ada merupakan pedagang yang datang dari Malaysia, Singapura, dan sedikit Indonesia.

Begitu juga Islam datang ke Phom Penh karena perdagangan dengan orang India. Masjid yang berada di kawasan Pasar Russia justru dinamakan Masjid India. Walaupun secara resmi bernama masjid al-Azhar, tetapi dalampergaulan masyarakat dikenal dengan nama India. Asal mula nama ini muncul karena pembangunan masjid al-Azhar diprakarsai oleh pedagang-pedagang muslim India yang bertransaksi sampai ke Phom Penh.

Walaupun begitu, tetap saja cahaya Islam memancar kepada individu tertentu. Muslim Kamboja hari ini bertambah dengan adanya hidayah dari penganut agama lain yang berpindah ke Islam. Ini karena melihat bagaimana kesatuan ukhuwaah muslim yang selalu hidup berkelompok, mempertahankan identitas keagamaan, serta senantiasa tetap berkontribusi bagi aktivitas umum. Di samping itu, karena akses politik yang tidak memadai, mereka kemudian bergerak hanya dalam aspek sosial kemasyarakatan. Walaupun mufti yang ada ditunjuk oleh raja, tetapi tidak ada kekuasaan apa-apa yang dimiliki Sang Mufti, sehingga soal fatwa sama sekali tidak dikeluarkan oleh Kantor Mufti.

Masjid Darussalam terletak di seberang kota, menggunakan jembatan yang dibangun dengan kemitraan Kamboja – Jepang. Sementara satu lagi jembatan dengan kemitraan Kamboja – China sementara dalam tahap penyelesaian. Di masjid Darussalam ini, terdapat pula madrasah dengan dua kelas untuk mendidik anak-anak usia sekolah dasar dan menengah dalam memahami Islam. Mereka masuk sekolah agama usai menyelesaikan pendidikan di sekolah negeri. Ini semata-mata dilakukan untuk melengkapi kapasitas muslim dimana tidak ada sarana belajar yang lain.

Untuk mendapatkan makanan halal, beberapa restoran dibangun khusus dengan konsep halal. Bahkan sudah dimulai sebuah prakarsa label halal yang dikeluarkan Dewan Muslim Kamboja. Kawasan pasar lama, begitu juga dengan area masjid a-Serkal terdapat pilihan makanan yang beragam. Termasuk masakan Thailand muslim.

Di zaman rezim Pol Pot, kalangan muslim yang dikenal dengan Khmer Muslim juga turut mengalami pembunuhan. Sekitar 70% muslim mengalami pembantaian. Sekarang, dengan perlindungan oenuh dari raja, dimulai dari kembalinya Raja Norodom Sihanouk dari pengasingan, justru banyak hal yang didapatkan dengan restu raja.

Sekarang ini, muslim Kamboja hidup berdampingan dengan komunitas Buddha tanpa mengalami ketegangan apapun. Disamping karena kultur masyarakat Islam yang memang sepenuhnya berasal dari masa silam kerajaan Chmpa yang turut dalam pembentukan Kamboja, juga karena tidak adanya identitas yang multietnis, sepenuhnya homogen dengan etnisitas masyarakat Kamboja secara nasional. Adapunpada pilihan perbedaan keyakinan tidak pernah menjadi sebuah masalah, bahkan di Kampong Cham muslim Kamboja tetap dengan tradisi yang diadaptasi dari pelbagai kultur dunia Islam.

https://www.kompasiana.com/iswekke/5...munitas-buddha

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel