Mbah Berusia 193 ini Minta Pemakamannya Diiringi Salvo Petasan

Mbah Berusia 193 ini Minta Pemakamannya Diiringi Salvo Petasan

Ada-ada saja permintaan kakek yang disapa Mbah Arjo Suwito ini. Manusia tertua di Indonesia ini (193 tahun) sempat membuat semacam wasiat saat dirawat di RSUD Mardi Waluyo, Wlingi, Blitar.

...
Mbah Berusia 193 ini Minta Pemakamannya Diiringi Salvo Petasan

Ada-ada saja permintaan kakek yang disapa Mbah Arjo Suwito ini. Manusia tertua di Indonesia ini (193 tahun) sempat membuat semacam wasiat saat dirawat di RSUD Mardi Waluyo, Wlingi, Blitar.

Beliau meninggal di rumahnya pada Selasa malam (21/5/2019), dan dikuburkan di TPU Sukomulyo, Desa Gadungan, Kecamatan Gandusari, Blitar, Rabu siang (22/5/2019).

Dalam wasiat itu, beliau beramanat kepada anak cucunya, agar membunyikan petasan dua kali, yakni 2 kali pada saat akan dibawa ke pemakaman dari rumah, dan 2 kali saat akan dimasukkan ke liang lahad.

Karena itu merupakan wasiat dan permintaan terakhir dari si Mbah, maka Kepala Desa Gadungan pun melaksanakannya.

Tiada hal yang aneh, lucu atau unik sih dari kejadian itu. Prosesi pemakaman Mbah Arjo berjalan lancar sebagaimana umumnya. Hanya saja, mengapa beliau meminta dibunyikan petasan, layaknya tembakan Salvo dalam proses pemakaman ala militer?
***
Usut punya usut, eh ternyata sang kakek ini teman akrab Bung Karno dan Supriadi pahlawan PETA.

Nah, jadi mungkin, si Mbah ini sudah sering melihat dan menghadiri pemakaman pahlawan ala militer yang selalu diiringi dengan tembakan Salvo.

Karena itu, beliau juga ingin dimakamkan dengan cara itu. Hanya saja bunyi dentuman bukan dari senjata, melainkan dari petasan.

Yang penting sama-sama ada bunyi letusan gitu, atau sang kakek punya rahasia tersendiri, hanya beliau yang tahu.

Lantas, siapa sih Mbah Arjo Suwito itu, dan bagaimana ia bisa berteman akrab dengan Bung Karno dan Supriadi?

Kalau dilihat dari tahun lahir sih jelas bahwa si Mbah ini lebih tua usianya dari mereka berdua, dan sama-sama berasal dari Blitar. So, sangat mungkin saja keduanya adalah hidup semasa dan sedaerah di waktu kecil dan remaja.

Hanya saja, beliau bukan seorang pahlawan, dan selama hidupnya beliau mendapat tugas sebagai juru kunci Candi Branjang. Dari tugasnya itu, beliau mendapat gaji bulanan dari pemerintah daerah.

Dengan gaji itulah beliau bisa menghidupi anak-anaknya yang berjumlah 18 orang, dari 6 istri. Hanya saja, saat ini hanya ada seorang anaknya yang masih hidup.

Menurut Mbah Arjo, ketika Bung Karno dan Supriadi masih muda, ia sudah berusia tua, sehingga keduanya memanggilnya Mbah. Maka pada masa perjuangan, Mbah Arjo sering diminta untuk menemani Bung Karno dan Supriadi untuk melakukan ritual di lereng Gunung Gedang.

Dan akhirnya di tempat itulah beliau mendirikan sebuah gubuk sebagai tempat tinggalnya.

Menurut Mbah Arjo, awal kedekatannya dengan Bung Karno dan Supriadi tercipta melalui kontak batin saat sama-sama mengadakan ritual di gunung tersebut.

Setelah terjadinya kontak batin itu, akhirnya mereka bertemu pada suatu malam, lalu ia diminta menemami mereka melakukan ritual di lereng Gunung Kelud. Ia duduk di sampingnya sampai terdengar ayam berkokok.

Hanya saja, Bung Karno dan Supriadi tidak pernah melakukan ritual secara bersamaan di tempat itu.

Peristiwa itu katanya terjadi sebelum Indonesia merdeka. Setelah merdeka, mereka sudah tak pernah bertemu lagi.(*)
***
Benar tidaknya cerita si Mbah ini, hanya Tuhan yang tahu, karena memang tidak ada dokumentasi tertulis tentang hal itu, dan tiada saksi hidup yang bisa memberikan konfirmasi. Namun keberadaan si Mbah yang berusia 193 tahun dan baru saja wafat yang pemakamannya yang diiringi dengan Salvo petasan itu sungguh benar adanya.(**) Ref

SILAKAN KLIK DI SINI UNTUK ARTIKEL ASLINYA

Related Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel