Gerindra Belum Bisa Dewasa Dan Legowo, Sudah Siap Gugat Hasil Pilkada Ke MK!


Hasil hitung cepat (quick count) Pilkada Serentak kemarin memang sangat telak memukul partai Gerindra. Kalah di 3 provinsi besar di Pulau Jawa bagaikan sebuah gunting yang merobek sekoci penyelamat yang sedang membawa partai Gerindra menuju pertarungan Pilpres dan Pileg 2019 di pulau seberang sana. Partai Gerindra seakan-akan terapung di lautan sambil menanti sekoci itu tenggelam dengan sendirinya. Sungguh nasib yang tragis.

Segala perjuangan yang sudah diupayakan sejauh ini, ternyata tidak bisa menghentikan robekan yang makin lama makin luas tersebut. Dikira dengan menurunkan Sandiaga Uno di dalam tim sukses mereka, itu akan dapat memenangkan Pilkada di daerah lain. Dikiran dengan turun gunungnya Prabowo, berkeliling di Jawa Tengah dan Jawa Barat, akan bisa membawa pasangan calon yang diusung menuju ke gerbang kemenangan. Sayang sekali, harapan tinggal harapan.

Kenangan manis ketika Prabowo berpidato dengan gagahnya di depan massa dan kader Gerindra di berbagai daerah, tiba-tiba berubah menjadi kenangan pahit bagai mengenang mantan yang terindah namun sudah lepas ninggalin buat nikah sama orang lain. Kenyataan pahit memang sulit dipercaya. Semangat yang dulu menggebu sekarang bagaikan debu hitam yang makin hilang ditiup angin.
Bukannya menang atau pun kalah itu hal yang biasa di dalam kehidupan? Kalau menang ya jangan pongah, kalau kalah ya legowo saja. Mungkin Gerindra berpikir lain, karena selama ini nyinyiran Fandli Zon sudah biasa dianggap sebagai senjata mujarab buat meningkatkan elektabilitas. Atas nama peran sebagai oposisi, Fadli Zon, Prabowo, Sandiaga dan petinggi-petinggi Gerindra lainnya sudah terbiasa dengan pernyataan-pernyataan heboh dan kontroversial yang sifatnya memojokkan pemerintah. Biasanya dilontarkan begitu saja, tanpa data dan fakta. Padahal Presiden Jokowi sendiri sudah menyatakan keterbukaannya terhadap kritik dan saran, asalkan disertai dengan data dan fakta yang valid. Bukan asal bunyi maupun fiksi.
Narasi-narasi semacam Indonesia bubar, elite goblok bermental maling, terima uang saat pilkada, pemimpin plonga plongo, mudik gagal dan lain-lain, ternyata menjadi senjata makan tuan bagi Gerindra. Rakyat di 3 provinsi besar di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat akhirnya memutuskan untuk lebih memilih pasangan calon dari partai lain. Padahal jumlah pemilih di 3 provinsi tersebut mencapai hampir 50 % dari jumlah pemilih di Indonesia. Kekalahan telak yang dirasakan terutama dari Provinsi Jawa Barat, yang merupakan lumbung suara dari Gerindra dulu. Di dalam pikiran Gerindra, harusnya pasangan calon yang mereka usung menang mudah, karena Jawa Barat bagi Gerindra ini seperti Jawa Tengah bagi PDIP.
Namun ternyata, tidak demikian kenyataannya. Selain itu ada 4 pasangan calon yang mengikuti Pilkgub Jawa Barat, sehingga suara dari pemilih jadi terbagi-bagi. Sulit sekali untuk mencapai 40 %, apalagi sampai 50 %. Persaingan angka pun sangat ketat. Di dalam data hasil quick count, perbedaan antara paslon Ridwan Kamil – Uu Ruzhanul Ulum (paslon 1), Sudrajat – Ahmad Syaikhu (paslon 3) dan Deddy Mizwar – Dedi Mulyani (paslon 4), rata-rata sangat sedikit, kurang dari 5 %. Saya kira ini lah yang membuat Gerindra jadi gemes pingin nyabutin uban siapa gitu yang lewat. Sedangkan margin of error (batas kesalahan) dari masing-masing lembaga yang menyelenggarakan quick count hanya 1 %, tidak akan bisa mendongkrak perolehan suara secara signifikan juga.
Akhirnya Gerindra pun jadi harap-harap cemas menunggu hasil hitung manual dari KPU. Namun, sementara partai-partai lain yang kalah ya sekedar nunggu aja, nggak pake panas hati. Gerindra sudah mengeluarkan pernyataan bernada ngancem di media. Yaitu berencana akan mengajukan gugatan Pilgub Jawa Barat dan Pilgub Jawa Tengah ke Mahkamah Konstitusi (MK), jika selisih itu tipis sesuai dengan undang undang Pemilu.

Syarat untuk menggugat hasil Pilkada ke MK, sesuai dengan Pasal 158 Undang Undang Pemilu adalah, apabila memenuhi syarat berikut : "Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12 juta maka maksimal selisih suara 0,5 persen". Bagian dari pasal yang saya kutip di sini sesuai dengan data jumlah pemilih di Jawa Barat dan Jawa Tengah yang di atas 12 juta orang.
Hanya 0,5 persen lho. Sedikit sekali. Memang itu sih hak Gerindra atau partai mana saja untuk menggugat hasil Pilkada. Namun, akan lebih baik bagi Gerindra untuk mengungkapkan rencananya nanti sesudah ada pengumuman hasil resmi dari KPU. Lebih elok dan elegan.

Sumber:
https://news.detik.com/berita/408749...-selisih-tipis

Quote:




Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel