Kontroversi KTP ‘Tanpa Agama’

Kontroversi KTP 'Tanpa Agama'


Pernyataan Musdah Mulia mewakili kubu Jokowi-JK tentang penghapusan kolom agama di KTP, minggu lalu, mengundang perdebatan sebagian kalangan. Meski hanya sebatas wacana, muncul berbagai macam pertanyaan. Salah satunya, benarkah penghapusan kolom agama akan serta merta mengikis intoleransi yang semakin menjamur di Indonesia?

Dian Jennie Cahyawati, salah seorang penganut Penghayat Kepercayaan Sapta Darma menjelaskan bahwa, dengan adanya Undang-undang No. 23 tahun 2006, penganut Penghayat diharuskan mengosongkan kolom agama dalam KTP mereka. Namun menurut Dian, hal tersebut tidak serta merta dapat dilakukan begitu saja.

"Pengurusan kolom agama menjadi kosong itu tidak mudah, karena oknum aparatur di kecamatan banyak berdalih untuk tetap mengisi kolom agama," ujarnya.

Dengan Penghayat mengosongkan kolom agama dalam KTP pun ternyata tidak secara otomatis mereka dapatkan perlakuan toleran. Malah dengan cara itu menurut Dian, Penghayat kerap diberi stigma sebagai atheis atau klenik. Hal ini diperparah dukungan media yang ikut menstigmatisasi negatif kalangan Penghayat, dan mengakibatkan kehidupan penganutnya kian terpuruk.

Berbeda halnya dengan apa yang terjadi di Indonesia, di Malaysia, sebagian besar masyarakatnya sudah lebih toleran terhadap orang-orang yang mengosongkan kolom agamanya pada Kad Pengenal Malaysia. Seperti disampaikan Vera Godon, warga Malaysia asal Sabah. Menurutnya, di Malaysia hanya warganegara beragama Islam saja yang harus mencantumkan keterangan agamanya dalam Kad Pengenal Malaysia, yang terletak di bawah foto Kad.

"Tidak ada dikriminasi dari masyarakat terkait pengosongan kolom agama di Kad Pengenal Malaysia," kata Vera. Diskriminasi mereka terima bukan dari masyarakat tapi justru dari pihak pemerintah. Vera memberi contoh kasus pelarangan penggunaan kata "Allah" oleh kaum Kristiani yang hingga kini masih disidangkan.

Kosongnya kolom agama di KTP, bukan sebuah jaminan tidak terjadinya tindak intoleransi. Yang perlu dicermati adalah bagaimana manusia Indonesia mampu bertoleransi dengan baik terhadap semua unsur warganegara tanpa memandang apapun agamanya. 

Karenanya menurut Dian, tidak masalah ada atau tidaknya kolom agama dalam KTP. Tapi yang jauh lebih penting adalah kepribadian bangsa kita mestinya adalah kepribadian yang toleran.

"Karena karakter bangsa ini adalah karakter bangsa yang ramah tamah," ujar Dian. "Masalah bangsa ini sebenarnya hanya terletak pada soal mental dan kebijakan," pungkasnya. (Lutfi/Yudhi)

http://www.ahlulbaitindonesia.or.id/berita/?p=3823

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel