SEKURITISASI ASET ABU KUMKUM



Di Pangkep, Sulawesi Selatan, tepatnya di pulau Saugi, pemerintah terasa hadir. Pulau dengan penduduk sekitar 100 kk itu, kini bisa menikmati listrik. Gak banyak. Baru cukup untuk penerangan.
Kementrian ESDM membangun tenaga listri sinar matahari disana, cukup untuk menerangi pulau kecil itu. Rakyat yang sebagian besar nelayan, merasa senang rumahnya tidak lagi gelap. Sebelumnya rakyat ramai-ramai menggunakan diesel, dengan biaya Rp 4000 sehari, atau sekitar Rp 120 ribu sebulan. Lampu menyala dari jam 6 sore sampai jam 10 saja. Selebihnya gelap lagi.
Kini dengan listrik tenaga surya mereka bisa menikmati lampu mulai jam 6 sore sampai jam 6 pagi. Iurannya juga hanya Rp20 ribu sebulan. Jauh lebih murah.
Banyak dampak dari adanya listrik ini. Produktifitas masyarakat meningkat. Anak-anak bisa belajar lebih lama. Kualitas kehidupan membaik.
Itu salah satu langkah besar Pemerintah Jokowi : membangun infrastuktur. Infrastruktur adalah investasi jangka panjang untuk meningkatkan taraf hidup rakyat. tanpa infrastruktur, pembicaraan pembangunan hanya jadi omong kosong.
Percuma pemerintah menggelontorkan dana alokai khusus ke berbagai daerah, jika infrastrukturnya masih berantakan. Kesejahteraan tidak mungkin dicapai tanpa kesediaan hal mendasar. Listrik, jalan raya, pelabuhan, bandara, air bersih dan berbagai fasilitas dasar lainnya.
Kita tahu, negeri dengan pulau-pulau terebar ini membutuhkan banyak infrastruktur. Untuk menyambungkan satu sama lain. Untuk memberikan layanan dasar kepada masyarakat.
Sejak lama pemerintahan kita abai membangun kebutuhan dasar ini.  Akibatnya ekonomi berbiaya tinggi. Apalagi di daeah yang aksesnya masih terpencil. Bagaimana mungkin mereka bisa mengejar ketertinggalan jika ke sekolah saja tidak ada jalan. Jika puskesmas tidak tersedia. Jika harga bensin muahalnya minta ampun.
Ada pembangunan infrastruktur yang dibiayai oleh pemerintah langsung melalui APBN. Sebab infrastruktur yang disiapkan itu tidak memberikan imbas ekonomi langsung. Pembangkit listrik di pulau terpencil atau jalan non-tol, pasti pembiayaannya dianggarkan dari APBN.
Tapi yang namanya APBN pasti terbatas. Selain pembangunan infrastruktur, negara juga butuh duit untuk yang lain. Sementara banyak biaya dibutuhkan untuk mensejahterakan rakyat dengan menyiapkan infrastruktur.
 
Ada infrastruktur yang ketika dioperasikan bisa memberikan imbal hasil. Semisal bandara, pelabuhan, jalan tol, dan sebagainya. Untuk penyediaan infrastruktur seperti ini biasanya pemerintah menyerahkan pada BUMN, swasta atau modal asing  untuk membangun dan mengelolanyanya. Toh, jika sudah dioperasikan mereka akan dapat untung.
 
Gencarnya pembangunan infrastruktur ini membawa dampak positif bagi BUMN kita. Banyak pekerjaan besar proyek pemerintah mereka tangani. Tapi untuk menjalakannya tentu mereka butuh modal. Nah, disinilah BUMN sebagai badan usaha mencari dana segar di pasar. Bisa lewat pinjaman, kredit sindikasi, join investasi, obligasi, investasi asing dan sebagainya.
 
Terus BUMN kita jadi banyak utang? Iya, lah. Wong pembangunan yang digencarkan pemerintah membuat mereka jadi kebanjiran pekerjaan. Untuk itulah mereka membutuhkan tambahan modal. Kapasitas perusahaan yang tadinya kecil, dengan berbagai pekerjaan besar itu, BUMN khususnya bidang kontsruksi dan karya tetiba menjelma menjadi jauh lebih besar.
 
Jadi utang perusahaan BUMN yang ada sekarang karena memang imbas dari membesarnya kapasitas perusahaan. Utang itu dengan sendirinya akan memberikan dampak positif, karena diubah dari infrastruktur. Lagi pula mana ada perusahaan mau maju jika gak nambah modal. Bisa dari kantong sendiri, bisa dari hutang.
 
Jangan melihat soal utang ini hanya dengan kacatama pedagang Bubur Ayam, yang minjem duit sama rentenir buat beli motor. Kalau gak bisa bayar, motornya ditarik dealer. Jikapun BUMN meminjam uang dari luar negeri, mekanismenya tetap sama bisnis ke bisnis.
 
Ada satu model pembiayaan lagi. BMUN membangun sebuah infrastruktur yang ekonomis, katakanlah jalan tol. Nah, dia bisa mengembalikan modalnya dari sana. Tapi, butuh waktu untuk ngumpulin duit sedikit demi sedikit. Sementara ada peluang pekerjaan lain yang bisa mereka lakukan dan butuh modal.
 
Lalu jalan tol itu diserahkan pengelolaannya kepada pihak luar, dengan meminta biaya dimuka. BUMN jadi punya duit lagi untuk melaksanakan pembangunan berikutnya. Itu yang dinamakan securitisasi aset. Bukan menjual aset BMUN seperti yang dituduhkan, tetapi diserahkan pengelolaanya ke investor lain dengan pembayaran dimuka. Kalau batas waktu pengelolaan sudah selesai, aset itu akan dikembalikan lagi. Dan untungnya, kita jadi punya aset tambahan.
 
Belum ngerti juga? Gini deh. Abu Kumkum punya tanah lumayan besar. Tapi dia gak duit untuk membangunnya dan mengusahakan secara ekonomis. Maklum, harga minyak telon dunia lagi anjlok.
Dia pintar. Separuh tanah dikontrakan ke orang lain untuk dibangun kos-kosan. Dikontrakan selama 15 tahun. Uang dari mengontrakan tanah itu, bisa digunakan untuk membangun ruko di tanah yang tersisa. Dia kontrakan lagi.
Nah, kan, Abu Kumkum kini punya penghasilan. Sementara asetnya berupa tanah gak hilang. lima belas tahun yang akan datang, Abu Kumkum punya kos-kosan dan ruko. Hebat kan?
Itu tandanya Abu Kumkum sedang melakukan sekuritisasi asetnya. Aset tanah yang tadinya nganggur diberdayakan. Jadi lebih produktif. Abu Kumkum senang. Pengontraknya juga senang, karena selama 15 tahun dia bisa mendapatkan keuntungan dari uang kos yang dikelolanya.
Tentu saja, dengan perhitungan penghasilan dari uang kos selama 15 tahun, jauh lebih besar dari biaya kontrak tanah dan pembangunan yang dibayarkan ke Abu Kumkum.
Keluarga Abu Kumkum yang belum lulus iqro 2 menudingnya telah menjual tanah ke pihak asing. Sama seperti tuduhan para kampret bahwa pemerintah telah menjual BUMN. Abu Kumkum cuma nyengir saja.
"Namanya juga kampret, mas. Mana ngerti sekuritisasi aset," ujarnya kepada saya.
"Emang artinya apaan, kang?"
"Semacam Satpam, kan?"

Sumber : http://bit.ly/2KtLah7 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel