Mengenal Guryong, Cerita Lain Dari Distrik Gangnam Di Seoul
Wednesday, August 1, 2018
Sekilas info
Pecinta Korea, khususnya pecinta Korean Wave, pasti sudah mengenal Seoul sebagai salah satu kota terbesar dan termodern di Korea Selatan. Distrik Gangnam, salah satu distrik kelas atas yang popularitasnya dilejitkan oleh penyanyi Psy lewat lagunya yang berjudul “Gangnam Styleâ€, pun terletak di Seoul. Namun tahukah Anda, jika berjarak 6 jalur jalan tol dari Gangnam terdapat sebuah distrik populasi kumuh terbesar di Seoul?
Adalah Guryong, nama desa yang menjadi daerah kumuh terbesar di Seoul tersebut. Sama seperti Kamagasaki, tempat yang memiliki arti harfiah sembilan naga ini tidak bisa ditemukan dalam peta apapun. Ironisnya, jaraknya memang tak begitu jauh dari pusat Distrik Gangnam, bahkan masih masuk ke dalam distrik mewah tersebut. Tepatnya, tempat ini terletak di kaki Bukit Guryong. Jika melihat pada Google Maps, Anda hanya dapat menemukan stasiun Guryong namun tidak dapat menemukan daerah Guryong. Padahal daerah ini cukup luas, mencapai 30 hektar, dengan jumlah populasi lebih dari 2500 orang.
Posisi distrik Gangnam di Seoul [foto: Kurykh/wikimedia]
Sejarah Guryong
Berbeda dengan Kamagasaki yang memiliki sejarah mulai tahun 1920-an, sejarah Guryong baru dimulai pada tahun 1980-an. Semua berawal saat Seoul mulai berbenah untuk menjadi tuan rumah Seoul Olympic tahun 1988. Ribuan rumah menjadi korban penggusuran, dan mereka yang tak sanggup membeli rumah akhirnya menyingkir ke lahan kosong yang berada di salah satu sudut distrik Gangnam. Area tersebut kemudian berkembang menjadi Guryong, yang nuansanya sangat kontras dengan megahnya pusat lifestyle di daerah Gangnam. Tak heran jika banyak yang berpendapat Guryong: ada di Gangnam namun jauh dari Gangnam..
Apa saja yang ada di Guryong?
Dari segi fisik, di Guryong mayoritas bangunannya adalah bangunan semi permanen yang dibangun dari bahan-bahan bekas konstruksi. Tak perlu jadi jenius untuk bisa menebak jika penghuni di area ini mayoritas merupakan penghuni ilegal. Status ilegal tersebut membuat daerah Guryong tidak mendapatkan berbagai fasilitas seperti sistem kelistrikan, gas, dan fasilitas kehidupan standar lainnya.
Kesulitan di Guryong baru terasa saat musim salju tiba, karena dinginnya bisa mencapai dibawah nol derajat Celcius (baca disini untuk info tentang musim dingin di Korea Selatan). Biasanya, alih-alih mengandalkan pemanas gas, warga akan mengandalkan pemanas arang yang rata-rata didapat dari sumbangan yayasan/organisasi non profit. Namun secara keseluruhan, walau sifatnya seadanya, di Guryong sebetulnya sudah ada juga beberapa fasilitas publik yang bisa dinikmati oleh masyarakat seperti gereja dan sepetak tanah untuk bercocok tanam.
Sedangkan untuk karakteristik penghuni, mayoritas penghuni di Guryong adalah generasi tua yang berumur antara 60-80 tahun yang tinggal seorang diri. Rata-rata mereka bekerja sebagai pemulung, pekerja kasar, pekerja cabutan, dengan penghasilan yang sangat minim. Kebutuhan akan makanan biasanya dibantu oleh sumbangan dari pihak lain, baik organisasi non profit maupun sukarelawan. Kontras sekali dengan area Gangnam yang serba gemerlap dan wah.
Desa Guryong [foto: SUMBER]
Apakah Guryong berbahaya?
Tidak ada data jelas tentang tingkat kriminalitas di Guryong, karena sumber informasi tentang Guryong pun sangat terbatas. Yang pasti, kawasan Guryong ini sudah cukup sering disentuh oleh relawan, baik secara pribadi maupun dikoordinir oleh organisasi/yayasan non-profit. Saking seringnya, tak jarang dalam satu kesempatan ada beberapa grup yang melakukan kegiatan amal di tempat ini, mulai dari membagikan makanan, hingga membantu mengatasi masalah saat musim dingin tiba. Jadi wilayah Guryong ini sudah cukup terbiasa dengan orang asing, walau sekali lagi saya nggak bisa menginformasikan seberapa aman suasana disana.
Fakta lain tentang Guryong
Seperti halnya pemukiman liar di Indonesia, Guryong pun tak lepas dari isu-isu negatif. Ada yang menyebut jika tanah di Guryong sebetulnya sudah ada yang memiliki, namun rencana pembangunan selalu gagal karena ditolak oleh penduduk setempat. Ada juga tudingan jika masyarakat setempat bertindak sebagai spekulator yang memainkan harga agar bersedia direlokasi dengan uang ganti yang sangat tinggi. Maklum, daerah Gangnam harga tanahnya memang sudah sangat melambung.
Diluar isu tersebut, saya sharing tentang Guryong sekedar untuk memberi tambahan informasi bagi teman-teman. Dibalik populernya Korean Wave ke seluruh dunia, dibalik gemerlapnya daerah Gangnam di Seoul, tempat-tempat seperti Guryong pasti selalu ada. Jika sempat berwisata ke Seoul, tak ada salahnya mampir sebentar ke Guryong untuk melihat realita dibalik pesona Gangnam Style.
Bagi yang ingin main ke Guryong, salah satu cara yang bisa dipakai adalah dengan naik kereta dan turun di Stasiun Dogok yang ada di Gangnam. Dari sana, tinggal naik bis selama 10 menit menuju Guryong. Bisa juga dengan naik Bundang Line dan turun di Stasiun Guryong. Semoga bermanfaat.