Kenali rumus 20-20-20 biar agan siaga kalo ada tsunami
Tuesday, October 2, 2018

Musibah gempa terus berlanjut, setelah gempa di lombok, gak lama kemudian gempa terjadi di Palu
:sorry
Buat antisipasi lagi biar gak panik saat terjanti gempa, dan agan tau apakah gempa tersebut berpotensi terjadi Tsunami atau gak, simak artikel ini gan
:1thumbup
Quote:

| Antyo / Beritagar.id
"Anak-anak luar biasa, mereka ternyata sangat menyadari rambu yang ada di sekitar mereka. Ketika dimunculkan foto rambu evakuasi, titik kumpul dan rambu ancaman tsunami, mereka tahu betul bahwa foto-foto itu diambil di wilayahnya," ujar Yanuarto Pranata di Pangandaran, Jawa Barat.
Yunarto, dari Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), mengucapkan hal itu di SD Negeri Purbahayu 1, Sabtu 28 Juli lalu.
Saat itu BNPB dan BPBD Kabupaten Pangandaran sedang memperkenalkan bahaya tsunami dan cara menyelamatkan diri kepada anak-anak SD Negeri 1, 2, dan 3 Purbahayu serta SDN Pager Gunung.
Dalam kegiatan tersebut BNPB memperkenalkan rambu kebencanaan. Isinya mencakup longsor, banjir, gempa, dan tsunami. Selain itu, menurut laman Humas BNPB, pihaknya juga memperkenalkan jargon 20-20-20.
Kilas balik gempa dan tsunami
Dua belas tahun lalu, 17 Juli 2006, gempa bermagnitudo 6,8 di Samudra Hindia, 150 kilometer dari Pameungpeuk, mengakibatkan tsunami setinggi dua meter di Pangandaran dan sekitarnya. Setidaknya 658 orang tewas.
Sebelas tahun kemudian, Jumat 15 Desember 2017, gempa 6,9 M mengguncang kawasan selatan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Pusat gempa di 11 kilometer barat daya Kabupaten Tasikmalaya, di kedalaman 107 kilometer. Peristiwa itu disusul 13 gempa susulan (h/t Kompas.com).
Hari berikutnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengakhiri peringatan dini tsunami di sepanjang pantai selatan Jabar, Jateng, Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Serba-dua-puluh
Jargon 20-20-20 diperkenalkan oleh Ronald A. Harris, profesor geologi, peneliti gempa dan tsunami purba (paleotsunami) dari Universitas Brigham Young, Provo, Utah, Amerika Serikat. Dia juga bekerja di United States Geoligical Survey (USGS).
Laman Humas BNPB menjelaskan 20-20-20 sebagai 20 detik gempa (kecepatan 5 km/detik x 200 detik = 100 km zona pecah), 20 menit evakuasi (velositas tsunami), dan 20 meter ketinggian (tsunami model menunjukkan 20 m gelombang kuat naik, [url=http://homepages.cae.wisc.edu/~chinwu/GLE401/web/Mike/Wave%20runup.htm][color=#226dca]run-up wave[/color][/url]).
Dengan jargon tersebut, Harris – yang pernah mengajar di Universitas Pembangunan Nasional Veteran, Yogyakarta – memperkenalkan kesiagaan dalam menghadapi tsunami.
Kepada koran Kompas tahun lalu, Harris mengatakan bahwa sebagai ilmuwan dia merasa bersalah. Pada 2002 dia telah menerbitkan karya ilmiah tentang bahaya tsunami di pantai barat Sumatra. Kemudian 2004 tsunami menghancurkan Aceh.
"Sebagai ilmuwan saya gagal menyampaikan peringatan yang seharusnya bisa menyelamatkan banyak nyawa," dia berujar.
Tsunami Aceh yang mencabut 280.000 nyawa (tak hanya di lokasi tetapi juga wilayah negeri sekitar), membuat Harris sakit. Dia bilang, "Saya terpukul dan trauma. Sebagai ilmuwan saya merasa tidak cukup berbuat untuk kemanusiaan."
Namun Harris tak menyalahkan masyarakat di kawasan rawan tsunami. Laman Humas BNPB mengutip pendapatnya, tidak ada gempa bumi besar selama 111 tahun sesudah Krakatau. Dalam waktu lama masyarakat Indonesia hidup dalam masa tanpa aktivitas gempa dan tsunami, padahal jumlah penduduk meningkat sepuluh kali lipat. Maka dia simpulkan, "90% orang Indonesia tinggal di daerah bahaya."
Harris, menurut Kompas, akhirnya sadar: terdapat kesenjangan antara sains dan kehidupan masyarakat.
Mitigasi di Palu
Lalu apakah jargon 20-20-20 berlaku di mana saja?
Ternyata belum tentu. Menurut Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, yang merujuk Harris, "Mungkin saja di Ambon 20–10–20, atau di Bali 20–20–10." (Kompas.com, 6/8/2017)
Tentang mitigasi gempa dan tsunami Palu, Sulawesi Tengah, Tim Ekspedisi Palu-Koro (2016-2017) sudah mengingatkan. Sesar Palu-Koro diprediksi akan membawa gempa dalam waktu dekat berdasarkan siklus yang sudah diteliti para geolog dan ahli gempa. Hanya BNPB yang merespons. Pemerintah daerah kurang peduli.
Tentu, peduli saja tak cukup. Ketersediaan pendeteksi dini bagi pengamat dan sistem peringatan dini kepada warga juga perlu – dalam arti selalu terawat dan bersiaga.
Catatan Redaksi: kata "mencabut" dalam paragraf kedelapan telah dikoreksi menjadi "mengakhiri" karena jika merujuk prosedur BNPB, lembaga ini tak mengenal istilah mencabut peringatan ataupun status.
Yunarto, dari Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), mengucapkan hal itu di SD Negeri Purbahayu 1, Sabtu 28 Juli lalu.
Saat itu BNPB dan BPBD Kabupaten Pangandaran sedang memperkenalkan bahaya tsunami dan cara menyelamatkan diri kepada anak-anak SD Negeri 1, 2, dan 3 Purbahayu serta SDN Pager Gunung.
Dalam kegiatan tersebut BNPB memperkenalkan rambu kebencanaan. Isinya mencakup longsor, banjir, gempa, dan tsunami. Selain itu, menurut laman Humas BNPB, pihaknya juga memperkenalkan jargon 20-20-20.
Kilas balik gempa dan tsunami
Dua belas tahun lalu, 17 Juli 2006, gempa bermagnitudo 6,8 di Samudra Hindia, 150 kilometer dari Pameungpeuk, mengakibatkan tsunami setinggi dua meter di Pangandaran dan sekitarnya. Setidaknya 658 orang tewas.
Sebelas tahun kemudian, Jumat 15 Desember 2017, gempa 6,9 M mengguncang kawasan selatan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Pusat gempa di 11 kilometer barat daya Kabupaten Tasikmalaya, di kedalaman 107 kilometer. Peristiwa itu disusul 13 gempa susulan (h/t Kompas.com).
Hari berikutnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengakhiri peringatan dini tsunami di sepanjang pantai selatan Jabar, Jateng, Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Serba-dua-puluh
Jargon 20-20-20 diperkenalkan oleh Ronald A. Harris, profesor geologi, peneliti gempa dan tsunami purba (paleotsunami) dari Universitas Brigham Young, Provo, Utah, Amerika Serikat. Dia juga bekerja di United States Geoligical Survey (USGS).
Laman Humas BNPB menjelaskan 20-20-20 sebagai 20 detik gempa (kecepatan 5 km/detik x 200 detik = 100 km zona pecah), 20 menit evakuasi (velositas tsunami), dan 20 meter ketinggian (tsunami model menunjukkan 20 m gelombang kuat naik, [url=http://homepages.cae.wisc.edu/~chinwu/GLE401/web/Mike/Wave%20runup.htm][color=#226dca]run-up wave[/color][/url]).
Dengan jargon tersebut, Harris – yang pernah mengajar di Universitas Pembangunan Nasional Veteran, Yogyakarta – memperkenalkan kesiagaan dalam menghadapi tsunami.
Kepada koran Kompas tahun lalu, Harris mengatakan bahwa sebagai ilmuwan dia merasa bersalah. Pada 2002 dia telah menerbitkan karya ilmiah tentang bahaya tsunami di pantai barat Sumatra. Kemudian 2004 tsunami menghancurkan Aceh.
"Sebagai ilmuwan saya gagal menyampaikan peringatan yang seharusnya bisa menyelamatkan banyak nyawa," dia berujar.
Tsunami Aceh yang mencabut 280.000 nyawa (tak hanya di lokasi tetapi juga wilayah negeri sekitar), membuat Harris sakit. Dia bilang, "Saya terpukul dan trauma. Sebagai ilmuwan saya merasa tidak cukup berbuat untuk kemanusiaan."
Namun Harris tak menyalahkan masyarakat di kawasan rawan tsunami. Laman Humas BNPB mengutip pendapatnya, tidak ada gempa bumi besar selama 111 tahun sesudah Krakatau. Dalam waktu lama masyarakat Indonesia hidup dalam masa tanpa aktivitas gempa dan tsunami, padahal jumlah penduduk meningkat sepuluh kali lipat. Maka dia simpulkan, "90% orang Indonesia tinggal di daerah bahaya."
Harris, menurut Kompas, akhirnya sadar: terdapat kesenjangan antara sains dan kehidupan masyarakat.
Mitigasi di Palu
Lalu apakah jargon 20-20-20 berlaku di mana saja?
Ternyata belum tentu. Menurut Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, yang merujuk Harris, "Mungkin saja di Ambon 20–10–20, atau di Bali 20–20–10." (Kompas.com, 6/8/2017)
Tentang mitigasi gempa dan tsunami Palu, Sulawesi Tengah, Tim Ekspedisi Palu-Koro (2016-2017) sudah mengingatkan. Sesar Palu-Koro diprediksi akan membawa gempa dalam waktu dekat berdasarkan siklus yang sudah diteliti para geolog dan ahli gempa. Hanya BNPB yang merespons. Pemerintah daerah kurang peduli.
Tentu, peduli saja tak cukup. Ketersediaan pendeteksi dini bagi pengamat dan sistem peringatan dini kepada warga juga perlu – dalam arti selalu terawat dan bersiaga.
Catatan Redaksi: kata "mencabut" dalam paragraf kedelapan telah dikoreksi menjadi "mengakhiri" karena jika merujuk prosedur BNPB, lembaga ini tak mengenal istilah mencabut peringatan ataupun status.
Emang cara ini gak pasti, soalnya tergantung wilayahnya juga. Seenggaknya dengan info ini kita bisa mengurangi jumlah korban kalau ada bencana serupa kedepannya.
:1thumbup
Memang maut tidak bisa dihindari, tapi semoga dengan ngelakuin tindakan di atas bisa membantu dalam antisipisasi bencana
:shakehand2
Quote:
:hn Buat liat informasi menarik lainnya seperti artikel di atas bisa liat di sini :cystg
Jangan lupa rate bintang 5, tinggalin komentar dan bersedekah sedikit cendol buat ane dan ane doain agan makin ganteng dan cantik deh :cendolgan
SUMUR :
Beritagar.id
Jangan lupa rate bintang 5, tinggalin komentar dan bersedekah sedikit cendol buat ane dan ane doain agan makin ganteng dan cantik deh :cendolgan
SUMUR :
Beritagar.id
Quote:
Jangan lupa kunjungi thread ane yang lain gan :thumbup:thumbup
Ini baru namanya diet sehat.. "Diet Mediterania"
kabar baik buat kamu fanboy Marvel, kisah X-Men berlanjut dalam Dark Phoenix
Kenapa susah tidur di tempat asing dan cara mengatasinya
Bali bakal larang turis pakai bikini!!!
Jangan remehkan tidur gan! Hal ini bisa terjadi pada ente yang kurang tidur
Benarkah senyum tanda kita bahagia??
5 Jenis penyakit yang bisa ditularkan lewat jarum suntik selain HIV/AIDS
Punya ciri-ciri berikut ? Bisa jadi ente seorang Psikopat gan
Cara menyiasati tiket murah untuk liburan akhir tahun
Bahaya yang di dapet dari kesentrum. Dari tegangan kecil sampe besar
Ini baru namanya diet sehat.. "Diet Mediterania"
kabar baik buat kamu fanboy Marvel, kisah X-Men berlanjut dalam Dark Phoenix
Kenapa susah tidur di tempat asing dan cara mengatasinya
Bali bakal larang turis pakai bikini!!!
Jangan remehkan tidur gan! Hal ini bisa terjadi pada ente yang kurang tidur
Benarkah senyum tanda kita bahagia??
5 Jenis penyakit yang bisa ditularkan lewat jarum suntik selain HIV/AIDS
Punya ciri-ciri berikut ? Bisa jadi ente seorang Psikopat gan
Cara menyiasati tiket murah untuk liburan akhir tahun
Bahaya yang di dapet dari kesentrum. Dari tegangan kecil sampe besar
