PR ( Pekerjaan Rumah ) !! Masih Di Perlukankah Saat Ini ?
Wednesday, November 28, 2018
Pekerjaan Rumah !! Upsss disini maksud TS bukanlah menyapu, nyuci, dan pekerjaan rumah tangga yang biasa dilakukan ibu rumah tangga lainnya. Tapi PR yang diberikan guru ke anak didiknya untuk dikerjakan di rumah, untuk esoknya dinilai seberapa bagus hasil dari PR mereka.
Nampaknya di zaman millenial saat ini dengan banyaknya kemajuan zaman PR terasa tidak di perlukan lagi, mengapa ? Saatnya Indonesia berbenah, pendidikan di sekolah mulai melakukan pendekatan dengan teknologi dan kemajuan yang dinamakan modernisasi.
Sedikit sekali waktu bermain anak ketika harus di bebankan adanya PR yang harus dikerjakan, bila kita lihat anak-anak di masa sekarang ada kursus entah itu musik, bahasa, atau kursus lainnya. Kemudian ekskul, yup ini juga menyita waktu sang anak agar tetap bisa berkarya pada ekskul tempatnya bernaung. Kegiatan-kegiatan tersebut tentunya menyita waktu lalu ditumpuk lagi dengan PR yang harus dikerjakan. Fiuhhh !! Lelah dan stamina menurun pun akan terjadi di masa anak seharusnya tumbuh secara alami, namun dipaksa untuk ini dan itu harus serba bisa !!
Ketika itu terjadi tingkat stress meninggi, maka pola pelarian anak pun menjurus pada buruknya moral dan mental. Mereka mencari cara untuk rehat dengan membully orang lain, dan mereka anggap ini sebuah kelucuan. Ada juga yang terpengaruh lingkungan dari coba-coba hingga menjadi pecandu narkoba, atau seperti di korea dengan tingkat stress yang tinggi banyak juga yang bunuh diri.
Adakalanya pertanyaan dan jawaban dilakukan dengan secara terbuka, mengajak anak untuk interaksi sejak dini. Tidak ada PR tapi si anak akan belajar secara mandiri karena pertanyaan dan jawaban akan di lakukan secara langsung di depan kelas. Teori ini menurut saya lebih enjoy bila dibandingkan harus di paksa menulis dengan lembaran jawaban yang harus dibawa pulang.
Atau memanfaatkan teknologi gadget dimana nantinya pertanyaan akan ada di gadget, lalu dijawab secara serentak lalu terlihat jawaban yang benar dan salah secara otomatis. Kemudian pihak pengajar pun memberikan penjelasan dari pertanyaan tersebut di depan kelas, sebenarnya ini hanyalah sebuah sistem saja agar anak-anak tidak stress dengan jadwal sekolah yang padat dan juga waktu yang ada hanya digunakan untuk belajar dan belajar.
Banyak anak sekolah merasa bosan, setiap hari hanya belajar di sekolah belajar di rumah pun belajar. Bermain hanya sedikit, belum lagi ikut kegiatan ini dan itu dan juga bagi yang muslim ada juga tambahan belajar mengaji. Tentu saja otak anak pun akan overload, karena dipaksakan harus semua bisa.
Lalu setelah lulus SMA hanya menjadi pengangguran baru ? Kemana nilai-nilai yang mereka kejar dengan belajar ? Bahkan lucunya ada juga yang menjadi penjual kopi pinggir jalan dan sukses !! Kalau belajar hingga pendidikan tinggi, kemudian lulus menjadi tukang kopi kok rasanya miris !! Jadi waktu dan segala daya upaya mereka ketika learning seakan sia-sia.
Eitss...tidak juga penjual kopi, kini pun harus belajar bagaimana membuat kopi yang menarik dan juga membuat mesin kopi yang terlihat rumit namun canggih. Campuran susu pun bisa dibuat seni indah di cangkir kopi bahkan tukang kopi modern pun banyak bermunculan bahkan lulusannya pun tak main-main sarjana !! Baik hukum, informatika, ekonomi, pertanian bahkan tehnik mesin bergelut dalam bisnis kopi.
Yang disesalkan kenapa tak ada sarjana kopi ?? Karena ternyata pendidikan di negeri ini bukan mencetak tenaga ahli namun hanya retorika saja, bahwa sarjana adalah orang yang berpendidikan tinggi, namun untuk sukses tentu saja mereka yang bergelut di lapangan lebih paham.
Sistem pendidikan yang harus semua bisa ini nampaknya harus dikikis perlahan, tentu saja menciptakan tenaga ahli harus di dukung pemerintahnya. Bagaimana sarjana pertanian mau bekerja kalau lahannya saja tak ada, tentu saja bisa balik arah jadi tukang kopi :D
Seruupuutt ahhh...
c4punk@2018
Referensi
Disini dan Disini